Kontroversi LGBT Kembali Mengemuka
2018.10.17
Jakarta

Kontroversi terkait lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) kembali mengemuka tak lama setelah dugaan dukungan perusahaan rintisan (startup) Go-Jek terhadap kelompok minoritas tersebut ramai diperdebatkan di media sosial.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan sejumlah pemerintah daerah ikut menyuarakan penolakan terhadap LGBT, serta meminta tokoh masyarakat dan agama turut berperan dalam mengadang eksistensi kelompok marginal itu.
"Tindakan atau perilaku LGBT merupakan tindakan menyimpang menurut ajaran agama. Semua agama menolaknya dan karenanya saya menolak tindakan atau perilaku LGBT," kata Lukman dalam video yang diunggah melalui akun twitter resmi Kementerian Agama, Selasa malam, 16 Oktober 2018
"Maka kewajiban umat beragama atau pemuka agama untuk memberikan pendampingan dan bimbingan secara empirik agar mereka tidak lagi melakukannya."
Lebih jauh dari sikap Lukman, Pemerintah Kabupaten Cianjur di Jawa Barat bahkan menerbitkan surat edaran agar tokoh agama menyampaikan bahaya LGBT dalam khotbah Jumat mereka.
Dalam surat yang ditandangani Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar, otoritas setempat turut pula melampirkan naskah khotbah yang berjudul "Bahaya LGBT, Sodomi dan Pencabulan dalam Kehidupan Beragama, Berbangsa, dan Bernegara dalam Perspektif Hukum Islam".
Kepala Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Cianjur Gagan Rusganda, ketika dikonfirmasi, membenarkan keberadaan surat edaran.
"Betul," kata Gagan kepada BeritaBenar, sembari menambahkan, "sebagai salah satu upaya penanggulangan penyebaran LGBT di wilayah kami."
Serupa dengan Cianjur, Pemerintah Provinsi Bangka Belitung juga melakukan hal yang sama.
"Kami berharap tokoh agama beberapa bulan ke depan memberikan khotbah dan tausiah yang menyentuh penyimpangan itu," kata Kepala Biro Kesra Sekretariat Daerah Bangka Belitung Asyraf Suryadhin, dikutip dari laman Bangka Pos.
"Jangan sampai nanti karena ketidakpedulian, kita biarkan. Kita arahkan ke moral yang lebih baik."
Beberapa daerah lain juga menentang eksistensi LGBT. Malah DPRD Kalimantan Timur sedang menyiapkan rancangan peraturan daerah yang mengatur pencegahan keberadaan LGBT.
Ketua Komisi bidang Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Cholil Nafis, menanggapi baik seruan yang muncul dari beberapa daerah untuk menangkal eksistensi LGBT.
"Saya setuju. Kita memang sudah darurat LGBT, karena orang-orang yang berpenyakit itu kini sudah merasa normal," kata Cholil kepada BeritaBenar.
Manuver politik?
Adapun aktivis hak asasi manusia yang bergerak dalam perlindungan LGBT dari Gaya Nusantara Slamet menilai tindakan Menteri Lukman dan sejumlah pimpinan daerah itu tak lebih dari manuver meraih simpati jelang tahun politik.
"Ini mengulang yang lama saja, karena menurut saya mereka sudah tahu bahwa LGBT itu bukan penyakit atau penyimpangan," kata Slamet saat diminta tanggapannya.
"Nuansa politiknya sangat kuat, karena isu LGBT ini seksi bagi masyarakat."
Pernyataan Go-Jek
Polemik dugaan dukungan Go-Jek terhadap LGBT bermula setelah seorang petinggi perusahaan itu Brata Santoso, beberapa hari lalu, mengunggah status di laman Facebook yang menyinggung soal keberagamaan di kantornya.
"I'm happy to say that Go-Jek is taking diversity to the next level by the adoption of non-discrimination policy toward the underrepresented grup ie LGBT despite being an Indonesian company," tulis Brata, dalam status yang kini telah dihapus tersebut.
Unggahan ini lantas memancing respons negatif di media sosial, hingga muncul kampanye #uninstallgojek di Twitter.
Usai viral di media sosial, manajemen Go-Jek kemudian menerbitkan tanggapan resmi lewat akun twitternya. Dalam pernyataannya, manajemen menyatakan bahwa mereka menghargai keberagaman dan menyakini ide serta kreativitas lahir dari keberagaman tersebut.
Status pemicu polemik itu pun, tambah manajemen Go-Jek, adalah pendapat dan interpretasi pribadi Brata sebagai seorang karyawan Go-Jek.
"Go-Jek selalu menjunjung tinggi nilai-nilai dan budaya Indonesia, negeri tempat kita lahir, tumbuh, dan berkembang. Intinya, Go-Jek adalah bagian dari Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika," pungkas Go-Jek.
Upaya memidanakan LGBT
Kecuali di Provinsi Aceh yang menerapkan Hukum Syariah, tidak ada peraturan hukum yang melarang keberadaan LGBT di Indonesia. Namun demikian kelompok minoritas yang sebenarnya sudah ada dalam budaya Indonesia sejak lama ini, beberapa tahun belakangan semakin terdiskriminasi.
Dalam tiga tahun terakhir sejumlah pejabat pemerintah dan pemimpin agama kerap mengeluarkan pernyataan yang menyudutkan kelompok LGBT yang berdampak pada tindakan represif terhadap kaum ini.
Polisi -- tidak jarang bersama kelompok ormas Islam -- menggerebek sejumlah sauna, kelab malam, kamar hotel, salon, bahkan kediaman pribadi yang dicurigai sebagai titik kumpul kaum LGBT.
Sejumlah pihak bahkan berusaha memidanakan pelaku homoseksual lewat permohonan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
Akhir tahun lalu, sejumlah pihak menggugat pasal tentang perzinaan dan pencabulan di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan harapan bisa menjerat para pelaku seks di luar nikah dan seks sesama jenis.
Namun majelis hakim konstitusi menolak uji materi tersebut dengan alasan permohonan "salah alamat", dan bukan berdasarkan argumen larangan atas negara mengintervensi privasi warga, demikian menurut aktivis.
Saat itu MK menyarankan pemohon mengajukan usulan terkait perkara yang dimasalahkan ke DPR selaku pembuat undang-undang.
Revisi KUHP kini sedang digojlok di DPR. Sejumlah pasal yang dibahas menyangkut usulan kriminalisasi terhadap hubungan seks diluar nikah dan hubungan seks sesama jenis.