Pencarian Korban Dihentikan, Tanggap Darurat Diperpanjang
2018.10.11
Palu & Jakarta

Pencarian para korban gempa dan tsunami Sulawesi Tengah (Sulteng) yang diperkirakan tertimbun lumpur dihentikan, Jumat, 12 Oktober 2018, sementara fase tanggap darurat diperpanjang hingga dua pekan ke depan.
Keputusan itu diambil dalam rapat koordinasi yang dipimpin Gubernur Sulteng, Longki Djanggola, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), perwakilan kementerian/lembaga, dan relawan.
“Jadi pencarian baru berakhir pada Jumat sore. Banyak warga meminta karena keluarga mereka belum ditemukan, khususnya di Balaroa, Petobo, dan Jono Oge,” terang Longki usai meninjau Kelurahan Balaroa di Kecamatan Ulujadi, Palu, Kamis, 11 Oktober 2018.
Balaroa dan Petobo di Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, serta Jono Oge di Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, adalah tiga daerah yang rumah-rumah warga dihisap lumpur akibat fenomena likuifaksi saat terjadi gempa berkekuatan 7,4 Skala Richter, Jumat, 28 September lalu.
Sebelumnya, Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho menyatakan bahwa diperkirakan sekitar 5.000 orang tertimbun lumpur di ketiga desa itu.
“Data ini masih perlu diverifikasi lagi, karena mungkin saja ada yang masih terpencar di pengungsian atau pergi keluar Palu. Jika ditemukan korban meninggal maka dinyatakan sebagai korban meninggal namun jika belum ditemukan, statusnya dinyatakan sebagai korban hilang,” katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis.
Pembangunan kembali Palu diperkirakan akan membutuhkan waktu dua tahun.
“Pelaksanaan masa rehabilitasi dan rekonstruksi diperkirakan berlangsung dua tahun, yaitu 2019 sampai 2020," ungkap Sutopo, menambahkan bahwa kebutuhan anggaran untuk itu sedang dikalkulasi.
Hingga Kamis siang, ujarnya, jumlah korban yang terindentifikasi meninggal dunia sebanyak 2.073 orang, 10.679 lagi terluka dan 680 lainnya dinyatakan hilang.
Selain itu, 82.775 orang mengungsi di berbagai titik penampungan dan 18.353 lainnya mengungsi ke luar Provinsi Sulteng.
Tanggap darurat
Sutopo mengimbau masyarakat tak melakukan evakuasi lanjutan karena dikhawatirkan akan menimbulkan penyakit akibat mayat korban sudah membusuk.
"Jika masih ada warga yang mencari korban, kita imbau tidak melakukan karena kondisi jenasah sudah rusak, berpotensi menimbulkan penyakit, seperti kolera dan sebagainya yang akan membahayakan yang hidup," katanya.
Direktur Operasi Basarnas, Brigjen. TNI (Mar) Bambang Suryo menyampaikan pihaknya akan mengakhiri operasi evakuasi pada Jumat dan menyerahkan tugas kepada Basarnas Palu.
“Operasi evakuasi kami akhiri sampai Jumat sore, tanggal 12 Oktober 2018. Setelah itu kami hentikan,” paparnya kepada wartawan.
“Kami menyiapsiagakan personel Basarnas dari kantor Palu untuk melakukan asistensi. Bila mendapatkan laporan (korban) dari masyarakat, mereka akan melakukan evakuasi.”
Menurut Bambang, Basarnas telah berupaya untuk melakukan operasi pencarian dan evakuasi di lokasi-lokasi yang teridentifikasi ada korban tertimbun atau laporan warga.
Setelah operasi dinyatakan selesai, Basarnas menyerahkan keputusan ke pemerintah daerah terhadap para korban yang masih terkubur.
Walaupun pencarian korban dihentikan Jumat, Sutopo menambahkan masa tanggap darurat diperpanjang 14 hari ke depan hingga 26 Oktober 2018.
“Perpanjangan dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai masalah yang harus diselesaikan di lapangan,” katanya.
Berbagai masalah itu antara lain pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi, perbaikan sarana dan prasarana, pembangunan hunian sementara (huntara), penanganan medis warga yang terluka, perlindungan sosial, dan pembersihan puing bangunan yang perlu kemudahan akses agar penanganan cepat dilakukan.
Menurutnya, hasil identifikasi sementara terdapat lima lokasi alternatif di Kecamatan Palu Barat, dua lokasi di Kecamatan Sigi Biromaru, serta dua lokasi di Kecamatan Palu Timur.
Harapan warga
Walaupun ada warga yang setuju, namun sejumlah warga di Balaroa berharap pemerintah khususnya Basarnas dan BNPB tidak menghentikan pencarian korban di wilayah tersebut karena banyak kerabat dan anggota keluarganya yang belum ditemukan.
“Kami sudah memohon langsung kepada gubernur, semoga permintaan kami didengar,” ujar seorang warga Balaroa, Syahrul Latada (32), yang kehilangan dua anak dan seorang keponakan.
Bersama tim relawan, dia masih melakukan pencarian, tapi belum membuahkan hasil.
“Kemarin, mayat tetangga saya didapat, sementara dua anak dan satu keponakan saya belum ditemukan. Saya berharap pencarian terus dilanjutkan,” tukasnya.
Warga lain, Arfan H. Bau (45) menyebutkan, pemerintah harusnya terus memperpanjang masa pencarian korban di Balaroa sebab masih banyak warga yang melaporkan anggota keluarganya hilang.
“Saya pikir seluruh warga di sini berharap bisa ditemukan keluarga mereka sehingga bisa dikubur secara layak. Paling tidak dengan begitu bikin hati mereka tenang,” tuturnya.
Sudding (51) mengaku ia akan terus mencari tiga anaknya, menantu dan seorang cucu, yang terkubur lumpur di Balaroa meski tidak dibantu tim Basarnas.
“Sampai sekarang belum ada satu pun keluarga saya yang ditemukan. Meski memang sudah tidak dikenali, saya masih akan terus cari,” ujarnya.