Panglima TNI: Empat prajurit hilang dalam operasi pembebasan pilot Susi Air
2023.04.18
Jakarta

Diperbaharui 18 April 2023, 18:39 WIB.
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono pada Selasa (18/4) mengatakan bahwa empat prajurit belum ditemukan setelah kontak tembak dengan kelompok separatis Papua akhir pekan lalu saat melakukan operasi pembebasan pilot Susi Air berkebangsaan Selandia Baru.
Laksamana Yudo, yang untuk pertama kalinya mengakui bahwa tentara hilang setelah serangan hari Sabtu oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) di Kabupaten Nduga, menyatakan TNI terus mencari para prajuritnya yang hilang.
“Dari 36 prajurit yang melaksanakan patroli guna mencari keberadaan pilot Susi Air, satu meninggal atas nama Miftahul Arifin, saat melakukan operasi. Ada empat orang kena luka tembak dan yang belum terkonfirmasi ada empat personel. Sampai saat ini masih kita cari,” kata Yudo di Lanud Yohanis Kapiyau Timika, Papua, Selasa (18/4).
Nduga adalah tempat kelompok separatis Papua menangkap pilot Philip Mehrtens setelah membakar pesawatnya di bandara setempat pada 7 Februari. Mehrtens bekerja untuk Susi Air, sebuah maskapai penerbangan lokal yang beroperasi di daerah terpencil di Indonesia.
“Empat korban terluka baru dievakuasi dan semuanya selamat. Saat ini kami berkonsentrasi untuk mengevakuasi korban meninggal yang jatuh ke jurang dan belum berhasil dilakukan karena cuaca tapi kami prioritaskan yang terluka dan mereka sudah dibawa ke rumah sakit,” kata Yudo.
Para pejabat TNI sebelumnya mengatakan bahwa seorang prajurit angkatan darat tewas dalam baku tembak di hutan. Yudo menolak klaim juru bicara TPNPB Sebby Sambom bahwa 15 tentara tewas dalam insiden hari Sabtu tersebut.
“Itu kebiasaan mereka menyebarkan hoaks,” kata Yudo.
Sehari sebelumnya, juru bicara TNI juga menuding pemberontak Papua menyebarkan informasi yang “menyesatkan”. Dia menegaskan bahwa seluruh personel TNI yang terlibat dalam operasi pembebasan sandera pilot Susi Air akhir pekan lalu sudah diketahui keberadaannya.
“Salah besar, menyesatkan. Nama detail pasukan yang sudah tergabung ke pos terdekat sudah mampu mematahkan informasi hoaks tersebut,” kata Kepala Dinas Penerangan TNI Laksamana Muda Julius Widjojono kepada BenarNews, Senin.
Pada Selasa di Mimika, Yudo memperingatkan bahwa militer akan menghentikan “pendekatan lunak” dalam menghadapi kelompok pemberontak, yang ingin melepaskan diri dari Indonesia sejak tahun 1960-an.
“Setelah kejadian ini, kami akan mengevaluasi pendekatan kami,” katanya. “Kami akan meningkatkan operasi peringatan pertempuran darat kami, dari pendekatan lunak menjadi siaga tempur, untuk meningkatkan insting tempur kami.”
Dia juga mengatakan akan merotasi tentara yang telah ditempatkan di daerah itu selama lebih dari setahun karena tekanan yang mereka hadapi. Dia tidak merinci jumlah pasukan yang terlibat atau tujuan pemindahan mereka.
Pada hari Minggu, Tentara Pembebasan, sayap bersenjata dari Organisasi Papua Merdeka, mengancam akan melakukan lebih banyak serangan bersenjata jika Indonesia menolak mengadakan pembicaraan damai dengan pemberontak yang melibatkan PBB.
Kelompok itu juga mengatakan bersedia bernegosiasi dengan pemerintah Indonesia dan Selandia Baru untuk pembebasan Mehrtens, namun belum mendapat tanggapan.
Tidak takut
Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Sebby Sambom mengaku tak takut dengan ancaman peningkatan operasi militer di Papua. TPNPB, dia mengatakan, akan terus melawan jika pemerintah Indonesia bersikukuh menggunakan senjata alih-alih bernegosiasi secara damai.
Sambom mengklaim pihaknya sejauh ini telah menembak 15 orang aparat keamanan Indonesia tanpa mengorbankan seorang pun anggotanya.
"Ini tanah kami, hutan kami. Mereka datang sebagai pencuri, kami akan lawan," kata Sebby kepada BenarNews.
"Kami sudah bilang bahwa kalau mau pilot selamat, [Indonesia] harus segera mengambil keputusan duduk di meja negosiasi."
Peneliti Jaringan Damai Papua, Adriana Elisabeth mengatakan persoalan pembebasan pilot adalah persoalan baru, sehingga tidak dapat disamakan dengan penyelesaian konflik yang sudah lama terjadi. Para pemberontak, menurut Adriana, juga merupakan pelaku pelanggaran HAM karena melakukan tindak kekerasan, yang disinyalir menjadi salah satu cara mereka untuk menunjukkan eksistensi.
“Cara mereka eksis ya dengan membuat onar dan menebar kekerasan. Pemerintah tidak bisa menganggap remeh mereka karena harus diselesaikan dengan penyelesaian politik jangka panjang, tidak bisa militer terus.” kata Adriana kepada BenarNews.
“[Penggunaan] senjata terus-terusan akan berujung pada siklus yang sama; menimbulkan korban. Harus ada mediasi penyelesaian konflik jangka panjang. Senjata tidak bisa dihadapi dengan senjata, tidak akan ada solusi permanen. Perlu ada dialog,” kata dia.
Tokoh HAM Papua Yones Douw mengatakan bahwa pendekatan kekuatan militer bukan yang dibutuhkan karena tidak akan menyelesaikan akar masalah.
“Yang dibutuhkan sekarang adalah untuk keselamatan pilot dan keselamatan bagi masyarakat sipil Papua di Nduga, Perlu ada dialog sebagaimana pemerintah Indonesia berdialog dengan GAM di Aceh itu,” katanya kepada BenarNews.
Tindak tegas
Anggota Komisi Pertahanan DPR Dave Laksono meminta TNI bersikap tegas terhadap kelompok separatis bersenjata Papua karena telah menewaskan seorang tentara.
"TNI harus bertindak tegas memberantas teroris itu. Mereka jelas pemberontak," kata Dave kepada BenarNews, seraya menambahkan bahwa kelompok tersebut selama ini kerap melanggar hak asasi manusia (HAM), meski menjadikan HAM sebagai isu dalam pergerakannya.
Politikus Partai Gerindra yang berasal dari Papua, Yan Permenas Mendenas berharap TNI dapat menjaga profesionalisme dalam melancarkan operasi pembebasan Mehrtens meski Panglima TNI telah meningkatkan status menjadi siaga tempur.
"Target dan sasaran harus jelas, tanpa mengorbankan masyarakat sipil. Kalau ada masyarakat sipil menjadi korban, persoalan akan semakin panjang dan tidak tuntas," kata Yan dalam keterangan diterima BenarNews.
Dia berharap semua lembaga dan instansi dapat bersinergi dalam menyelesaikan masalah di Papua serta melibatkan semua elemen masyarakat seperti tokoh masyarakat dan tokoh agama.
"Semua lembaga harus meninggalkan ego dan mencari solusi bersama. Penanganan konflik di Papua bukan hanya ditangani di tingkat akar rumput, tapi sesuai kluster masyarakat, generasi muda, tokoh masyarakat, atau tokoh agama," katanya.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengecam keras tindakan kekerasan oleh KKB yang kembali merenggut nyawa seorang prajurit TNI dalam misi menyelamatkan pilot Susi Air yang masih disandera KKB.
“Mengimbau kepada segenap aparat keamanan yang tengah bertugas di Papua agar tidak gentar akibat kejadian ini, sembari tetap waspada, tabah dan berani dalam menghadapi tindak kekerasan dari KKB,” kata Ma'ruf seperti dalam keterangan pers yang diterima BenarNews.
Ma’ruf menegaskan kini saatnya TNI dan Polri bersikap tegas dalam melakukan penyisiran dan pengejaran terhadap kelompok KKB secara tepat dan tidak mengganggu rakyat sipil.
“Segala tindakan brutal dan pergerakan KKB telah merusak sendi-sendi keharmonisan dan kedamaian di tengah-tengah rakyat Papua, khususnya Papua Pegunungan,” katanya.
Papua, bekas jajahan Belanda, dianeksasi oleh Indonesia pada tahun 1969 setelah referendum yang disponsori oleh PBB yang menurut para pendukung kemerdekaan dan kelompok hak asasi manusia telah dicurangi.
Organisasi Papua Merdeka telah mengobarkan perang gerilya tingkat rendah melawan pemerintahan Indonesia sejak saat itu.
Kelompok hak asasi manusia menuduh kedua belah pihak melakukan pelanggaran terhadap warga sipil dalam konflik tersebut. Pemerintah Indonesia membatasi akses jurnalis asing dan pekerja bantuan di Papua dan informasi dari wilayah tersebut sering kali sulit diverifikasi.