Penembakan Terhadap Warga Sipil Papua Berlanjut

Victor Mambor
2015.09.10
150910_ID_PAPUA_SHOOTINGS_620.jpg Seorang korban penembakan di Gereja St. Fransiskus Koperapoka 28 Agustus 2015 sedang dirawat di RS Mitra Masyarakat, Timika.
Dok. Keuskupan Timika

Niat warga Kamoro di Timika untuk menggelar pengucapan syukur atas keberhasilan Leonardus Tumuka sebagai seorang putera suku Kamoro pertama yang meraih gelar doktor, berakhir tragis.

Acara Tifa Duduk - menabuh tifa sambil menyanyikan lagu adat dan menari yang biasanya berlangsung semalam suntuk - yang dilakukan orang-orang Kamoro ini berakhir dengan penembakan oleh dua oknum TNI yang berakibat dua orang tewas dan lima orang terluka.

Gerry Okoware, seorang saksi mata dalam insiden tersebut menjelaskan insiden ini terjadi sekitar pukul 02.00 WIT dini hari, tanggal 28 Agustus 2015.

Saat itu, dua anggota TNI menggunakan motor datang menuju warga Kamoro yang sedang berkumpul mempersiapkan Tifa Duduk di Kompleks Gereja St. Fransiskus Koperapoka.

Sambil menenteng senjata, keduanya berteriak, "Siapa yang pukul anggota (TNI)?"

Melihat gelagat ini, ibu-ibu yang ada di halaman gereja berupaya menghalau keduanya keluar dari kompleks gereja. Para pemuda gereja kemudian ikut membantu menghalau keduanya.

Entah bagaimana, di pertigaan jalan Ahmad Yani, Timika, tiba-tiba terdengar bunyi tembakan. Setelah itu tampak tujuh warga sipil jatuh di jalanan.

Korban-korban kemudian dievakuasi ke RS Mimika dan RS Mitra Masyarakat. Dua korban akhirnya meninggal dunia di Rumah Sakit. Keduanya adalah Imanuel Herman Mairimau (23) dan Yulianus Okoware (23).

Imanuel tertembak di leher hingga tembus di bagian kepalanya sedangkan Yulianus tertembak di perut. Lima warga lainnya yang terluka karena tembakan dua anggota TNI ini adalah Thomas Apoka (24), Martinus Imaputa (17), Moses Emepu (24), Martinus Afukafi (24), dan Amalia Apoka (19).

Diduga mabuk

Sebelum kedua anggota TNI itu datang, Uskup Timika, Mgr. John Philip Saklil Pr, mengatakan sempat terjadi insiden antara pemuda yang sedang mempersiapkan acara Tifa Duduk dengan dua orang yang kemudian diketahui sebagai anggota TNI juga. Itu terjadi sekitar pukul 01.20 WIT.

"Dua orang ini dalam keadaan mabuk berusaha menerobos jalan yang telah ditutup oleh masyarakat bersama polisi karena lokasi acara ada di sekitar jalan itu,” katanya ketika dihubungi BeritaBenar dari Jayapura.

Karena ditegur, keduanya tidak terima. Terjadilah perselisihan dengan para pemuda. Orang-orang tua Kamoro langsung melerai perselisihan itu karena khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Kedua orang ini akhirnya meninggalkan lokasi. Setelah keduanya pergi, tak lama kemudian, datanglah dua orang lainnya yang berujung penembakan tadi, jelas Uskup Timika ini.

Tindakan kekerasan berlanjut

Mengenai kekerasan terhadap warga sipil oleh aparat yang kerap terjadi di Papua, Uskup Timika John Philip Saklil menyebutkan lima kasus yang dalam satu tahun belakangan ini terjadi.

Kasus pertama adalah kasus penembakan siswa di lapangan Karel Gobay Enarotali tanggal 8 Desember 2014 yang menewaskan empat orang.

Kedua adalah kasus penyerangan anggota TNI di Ugapuga, Dogiyai pada tanggal 26 Juni yang menewaskan satu orang. Kasus ketiga adalah penyerangan oleh enam orang anggota Brimob terhadap masyarakat di Bilogai, lntan Jaya, 17 Juli.

Kasus penembakan di Tolikara saat Hari Raya Idul Fitri yang menewaskan satu orang dan melukai 10 orang lainnya adalah kasus keempat.

Insiden terakhir adalah penembakan di Koperapoka tanggal 28 Agustus lalu.

“Kasus-kasus ini belum ada yang ditangani secara profesional hingga tuntas. Selain penanganannya tidak transparan, tidak ada keseriusan dan itikad baik dari pimpinan TNI dan POLRI. Karenanya, para pelakunya pun tak pernah ditangkap untuk diproses,” jelas Uskup John Philip Saklil kepada BeritaBenar.

Para pelaku kekerasan kemanusiaan, tambahnya, ini masih berkeliaran bebas dan aktif bertugas sebagai anggota TNI/POLRI. Dengan demikian, mereka juga masih terus meneror kehidupan warga sipil dengan kehadiran mereka.

“Tiadanya usaha serius dan sungguh-sungguh dari induk organisasi mereka ini, menimbulkan kesan bahwa institusi TNI/POLRI bukanlah pengayom rakyat melainkan pelindung kaum penjahat tak bermoral,” kata Uskup Timika tersebut.

Tim Komnas HAM berada di Timika

Kasus penembakan ini masih dipantau oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia (Komnas HAM). Salah satu komisioner Komnas HAM, Natalis Pigay bersama empat orang staff Komnas HAM telah berada di Timika sejak tanggal 8 September.

Saat dihubungi BeritaBenar dari Jayapura hari Kamis, Pigay mengatakan pihaknya sudah mewawancarai sejumlah pihak dalam kasus yang menewaskan dua warga sipil itu.

Dia mengatakan Tim Komnas HAM sudah mengumpulkan fakta dari berbagai pihak, termasuk TNI, dan mendapat data intelijen.

Ia mengatakan dari pertemuan dengan berbagai pihak ini, Komnas HAM telah mendapatkan data lebih detail dari Kepolisian Resort (Polres) Mimika. Namun ia tak menjelaskan lebih lanjut mengenai seberapa rinci data itu.

“Kami juga tegaskan kepada jajaran TNI dan Kepolisian, kami akan melakukan pengawasan dan kontrol atas kasus ini sampai di tingkat Oditurat Militer, sampai kasus ini selesai disidangkan,” tambah Pigay.

Setelah menemui para korban di RS Mitra Masyarakat, Pigay menyebutkan keluarga korban menuntut keadilan untuk kasus ini.

“Memang sampai saat ini hanya pihak TNI yang memberikan bantuan untuk para korban. Belum ada yang lain, termasuk pemerintah Kabupaten Mimika. Tapi masyarakat menuntut pengadilan yang transparan dan putusan yang memberikan rasa keadilan. Apalagi ada dua korban yang meninggal,” jelas Pigay.

Menurut Pigay, pihak TNI juga sudah mengakui bahwa kedua oknum anggota mereka yang melakukan tembakan itu adalah anggota Kodim 1710 bernama Serka Makher dan Sertu Ashar. Saat ini keduanya sedang ditahan dan diperiksa oleh Polisi Militer.

Secara terpisah, Panglima Kodam XVII/Cenderawasih, Hinsa Siburian menegaskan kepada BeritaBenar bahwa kasus dua anggota TNI yang melakukan penganiayaan berat itu telah diserahkan kepada Polisi Militer Kodam XVII/Cenderawasih.

“Sedang proses di POM. Jika sudah selesai akan dilimpahkan ke Makamah militer. Lebih cepat, lebih baik,” ujar Siburian.

Namun Siburian tidak mengungkapkan berapa lama kedua prajurit tersebut akan diganjar hukuman. “Mereka akan mendapatkan pasal-pasal sanksi hukum yang berat dan berlapis,” katanya singkat.

Janji Presiden Jokowi dipertanyakan

Kasus penembakan di Timika ini menambah daftar kekerasan yang terjadi di Tanah Papua sejak Joko Widodo dilantik sebagai Presiden Indonesia Oktober lalu.

Laurensius Kadepa, anggota DPR Papua (DPRP), mempertanyakan janji-janji Presiden Jokowi saat kampanye.

“Dimana janji Jokowi membangun Indonesia mulai dari Papua? Bagaimana perhatiannya dengan masalah HAM di Papua? Belum ada perubahan yang signifikan. Kekerasan oleh aparat keamanan masih terus terjadi dan nyawa orang Papua jadi korban atas nama NKRI harga mati. Itu sangat keliru,” kata Kadepa yang juga menjabat Ketua Pansus DPRP untuk Kasus Penembakan Siswa di Paniai awal Desember tahun lalu dan penembakan warga sipil di Yahukimo pada bulan Maret 2015.

Ia menyatakan yakin bahwa setiap penembakan yang dilakukan oleh aparat keamanan pasti ada komandonya, sehingga tidak sulit untuk mengungkapnya.

“Yang terjadi malah muncul kasus penembakan baru lagi. Bukankah di TNI maupun Polisi itu ada garis komandonya? Setiap peluru yang keluar pasti ada komandonya. Siapa yang berada di rantai komando itu, adalah para pihak yang bertanggungjawab,” kata Kadepa.

“Sampai hari ini, sejak Jokowi dilantik belum ada satupun kasus penembakan terhadap warga sipil yang diproses secara adil dan transparan. Ini  pertanyaan kami, apakah ada itikad baik dari pemerintah Jokowi untuk mengungkapnya?” tutupnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.