Jeffrey Pagawak Bantah Sandera WNI di Perbatasan Papua-PNG

Victor Mambor
2015.09.15
Jayapura
150915_ID_PNG_BORDER_620.jpg Polisi dan staf medis memindahkan seorang laki-laki yang terluka ke mobil ambulans pasca penembakan di Wutung, dekat perbatasan Papua-PNG, 19 Desember 2009.
AFP

Jeffrey Pagawak membantah tuduhan Tentara Nasional Indonesia (TNI) bahwa dirinya bersama Organisasi Papua Merdeka (OPM) terlibat penembakan seorang WNI dan penyanderaan dua WNI lainnya di wilayah perbatasan dengan Papua Nugini pada 9 September lalu.

Rabu lalu aparat melaporkan penembakan terhadap Kuba Marmahu di kampung Skopro, Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom, diikuti oleh penyanderaan dua orang yang bernama Sudirman dan Badar. Ketiganya dilaporkan bekerja di sebuah perusahaan kayu. Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Vanimo mengatakan mereka mendapatkan informasi penyanderaan ini dari Tentara Papua Nugini (PNG).

Pihak TNI pada hari Senin menyebut nama Pagawak bertanggungjawab atas penembakan dan penyanderaan itu.

Namun Pagawak, yang dihubungi BeritaBenar dari Jayapura, Selasa 15 September, mengatakan dirinya berada di Port Moresby, ibukota Papua Nugini, yang berjarak hampir 1000 km dari Keerom.

Dia juga membantah terlibat dengan Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM). Dia mengatakan sudah dua tahun bekerja di Port Moresby untuk mengadvokasi isu HAM di Papua bersama kelompok masyarakat sipil di PNG.

“Saya tidak tahu menahu soal penyanderaan itu. Saya bukan anggota TPN-OPM. Saya melakukan diplomasi dan lobby untuk kasus-kasus HAM di Papua,” jelas Pagawak.

Pagawak ikut serta dalam Pacific Islands Forum, pertemuan negara-negara Kepulauan Pasifik yang juga dihadiri para pemimpin negara itu tanggal 7-11 September lalu di Port Moresby.

“Kami semua sedang fokus untuk mewujudkan misi pencari fakta yang dimandatkan kepada para pemimpin negara-negara Pasifik. Sudah dua tahun lebih saya bekerja bersama koalisi masyarakat sipil PNG dan Pasifik untuk melobi para pemimpin Pasifik. Yang menuduh saya itu ingin merusak perjuangan damai orang Papua,” kata Pagawak.

Sejak tahun 2006 Pagawak melarikan diri ke Papua Nugini. Ia dituduh sebagai orang yang betanggungjawab dalam insiden Abepura Berdarah yang menewaskan empat orang polisi dan satu orang anggota TNI AU.

Meminta pertukaran tawanan

Aparat keamanan Indonesia menyebutkan pihak penyandera menginginkan dua orang yang disandera hari Senin ditukar dengan dua anggota mereka yang ditahan di Polres Keerom atas tuduhan mengedarkan ganja.

“Mereka OPM dari kelompok gerakan separatis Papua bersenjata, kelompoknya Jeffrey Pagawak,” kata Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Endang Sodik kepada wartawan di Jakarta.

Di hari yang sama Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua, Irjenpol Paulus Waterpauw mengakui informasi tentang kedua warga yang disandera itu masih simpang siur.

“Memang ada yang menyatakan disandera oleh kelompok bersenjata dibawah pimpinan Jeffrey Pagawak. Namun pihak kepolisian Polda Papua sendiri belum bisa mengatakan bahwa keduanya disandera oleh kelompok tertentu, karena tidak ada data dan fakta,” kata Waterpauw kepada wartawan di Jayapura.

‘Persaingan bisnis’

Ketika dihubungi BeritaBenar, Ketua Dewan Adat Keerom, Herman Yoku mengatakan kasus penembakan yang terjadi di Keerom tersebut bukan karena politik Papua Merdeka, tetapi persaingan bisnis antarpengusaha.

“Saya mempertanyakan apakah aparat-aparat kita, dalam hal ini pihak intelejen, bisa mengungkapkan persoalan ini? Sebagai Dewan Adat saya tidak mau mendengar bahwa ada TPN/OPM atau pihak-pihak tertentu dalam kasus penembakan dan penyanderaan ini,” ujar Yoku.

Sedangkan Victor Yeimo, Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) mengatakan hingga saat ini tidak ada pernyataan dari TPN-OPM, tentang penyanderaan dua orang WNI ini.

"Kita tahu, Lambert Pekikir dan Matias Wenda adalah dua pemimpin TPN-OPM di wilayah tersebut. Sampai hari ini (Selasa) kami tidak mendapatkan informasi dari mereka kalau mereka yang melakukan penyanderaan," kata Yeimo.

Menurut Yeimo, TPN-OPM hanya akan mengumumkan mereka sebagai pelaku jika berkaitan dengan insiden penembakan, perampasan senjata atau amunisi.

Aksi kekerasan di perbatasan

Keerom, kabupaten yang berbatasan dengan Papua Nugini sejak penghujung tahun 1980an, akrab dengan aksi-aksi kekerasan. Pasca penembakan mati Arnold Ap, budayawan Papua, oleh Kopasanda (sekarang Kopassus) di tahun 1984, banyak orang Papua yang menyeberang ke Papua Nugini.

Dimasa ini pula, kekerasan seperti penyanderaan dan penembakan mulai muncul di Keerom. Kekerasan ini terus terjadi hingga penghujung tahun ‘90an. Matias Wenda adalah nama yang sering disebut-sebut sebagai pelaku penyanderaan maupun penyerangan di wilayah ini.

Namun sejak Matias Wenda diberitakan ditangkap di Vanimo pada tahun 2001, kasus-kasus kekerasan di perbatasan Indonesia - PNG tak lagi dikaitkan dengan namanya. Sejak itu, kekerasan bersenjata di perbatasan lebih banyak terjadi di daerah Wutung, Muara Tami yang berdekatan dengan pintu batas Indonesia - PNG daripada di Keerom.

Tetapi pada tahun 2012 kasus kekerasan bersenjata di Keerom terjadi lagi. Kepala Kampung Sawitami, Keerom, tewas ditembak orang tak dikenal. Insiden ini berlanjut dengan penembakan rombongan TNI oleh kelompok TPN-OPM pimpinan Lambert Pekikir.

Penyisiran yang dilakukan oleh aparat keamanan membuat sekitar 40 warga kampung Sawitami mengungsi ke hutan.

“Waktu itu, kami jemput mereka di hutan. Mereka mengungsi karena takut penyisiran yang dilakukan oleh aparat keamanan setelah penembakan Kepala Kampung dan penembakan mobil TNI,” kata Pastor Ronny Guntur, yang sehari-hari bekerja di Dekenat Keerom di Waris.

Tahun 2014, nama Matias Wenda muncul lagi saat insiden baku tembak antara TNI/Polri dengan kelompok bersenjata di pintu perbatasan Indonesia-PNG, Wutung pada bulan April. Setelah insiden ini, terjadi beberapa kali kasus penembakan di Wutung.

Sebulan kemudian tentara PNG mengaku ditembaki oleh TNI saat mereka sedang berpatroli. Sedangkan pada Juni tahun lalu terjadi baku tembak antara TNI dengan kelompok bersenjata di Wutung.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.