Aksi Simpati untuk Korban Pelecehan Seksual di UGM
2018.11.08
Yogyakarta

Ratusan nama, identitas akademis, dan tanda tangan telah dibubuhkan di spanduk putih bertuliskan “Kami Bersama Penyintas” yang dibentangkan di lapangan Kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Kamis, 8 November 2018.
Para mahasiswa dan mahasiswi sukarela memberi dukungan kepada Agni (bukan nama sebenarnya) yang menjadi korban pelecehan seksual oleh temannya yang juga mahasiswa UGM ketika mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pulau Seram, Maluku, 30 Juni 2017.
Sebelum membubuhkan tandatangan, puluhan aktivis gerakan #KitaAgni membunyikan kentongan dan peluit untuk menarik kesadaran dan kepedulian atas apa yang menimpa Agni.
Mereka juga menyerukan dukungan terhadap upaya yang diambil Agni dan mendesak pihak Rektorat UGM mengambil tindakan tegas bagi pelaku pelecehan seksual dalam bentuk apapun.
Spanduk dengan ratusan tanda tangan itu nantinya akan diserahkan ke pihak Rektorat UGM.
“Aksi ini hanyalah permulaan, kita akan lanjutkan. Kami bukan ingin menghancurkan nama baik UGM, tidak, tapi kami ingin UGM sebagai institusi memperbaiki diri, berpihak pada korban dan memiliki perspektif kekerasan seksual yang lebih baik lagi,” ujar juru bicara aksi, Cornelia Natasya.
Natasya yang juga seorang penyintas kekerasan seksual berpendapat, selama ini UGM sangat abai dan sama sekali tidak berpihak pada korban.
“Saya tahu betul bagaimana rasanya ditawarkan jalan keluar yang tidak membawa saya kemana-mana. Itu hanya dilakukan sebagai formalitas,” tuturnya.
Terduga pelaku pelecehan seksual terhadap Agni berinisial HS, diketahui sempat masuk dalam daftar calon wisudawan yang akan diwisuda pada 21-22 November.
Sebaliknya, Agni belum bisa menyelesaikan studinya karena terhalang kasus tersebut.
“Agni mendapat banyak tekanan seperti kenapa harus mengungkap kasus ini, kenapa harus membawanya sejauh ini, apakah hukuman bagi pelaku tidak cukup,” ujar Natasya.
Selain aksi #KitaAgni, desakan proses hukum juga disuarakan melalui laman Change.org lewat petisi “Usut Tuntas Kasus Pemerkosaan KKN UGM”.
Hingga Kamis malam, petisi yang digagas Admin DSM itu sudah mendapatkan lebih dari 157.600 tanda tangan dan masih terus bertambah.
Direspon setelah viral
Kasus pelecehan seksual tersebut muncul ke permukaan usai dipublikasikan oleh media daring Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BPPM) BalairungPress UGM (Balairungpress.com) pada Senin, 5 November 2018 dengan judul “Nalar Pincang UGM atas Kasus Perkosaan”.
Dalam laporan itu, dijelaskan kronologi pelecehan seksual yang info awalnya diperoleh dari foto tangkapan layar percakapan yang tersebar, Desember 2017. Dijelaskan sejauh mana proses pelaporan oleh korban hingga penindakan yang dilakukan pihak kampus.
Sehari kemudian, pihak UGM merespons dengan mengeluarkan pernyataan resmi, yang menyebutkan berempati terhadap penyintas dan telah mengupayakan agar penyintas mendapatkan keadilan.
Disebutkan juga bahwa tim investigasi telah memberikan rekomendasi kepada pimpinan universitas ternama itu yang kemudian telah dijalankan.
UGM juga akan mengambil langkah-langkah nyata yang diperlukan untuk membawa kasus ini ke ranah hukum. Selanjutnya, permintaan informasi lebih lanjut diarahkan kepada Kepala Bagian Humas dan Protokol UGM, Iva Ariani.
Kepada BeritaBenar, Iva mengatakan bahwa pihak kampus sedang melakukan apa yang telah disampaikan dalam pernyataan resmi, Selasa lalu.
Saat ini, pihak kampus telah menjadwalkan untuk bertemu dengan tim dari penyintas serta pendamping yang sekaligus menjadi pihak ketiga yang selama ini mendampingi penyintas, yaitu Rifka Annisa Women’s Crisis Center Yogyakarta.
“Selama ini belum pernah bertemu, yang menindaklanjuti dan mendampingi selama ini adalah tim investigasi, nanti Senin kita jadwalkan bertemu dan mendengarkan apa yang diinginkan oleh penyintas,” jelas Iva.
Pihak UGM juga telah memutuskan untuk menunda kelulusan terduga pelaku pelecehan seksual, HS.
Menurut Iva, ini adalah salah satu sanksi yang harus diterima oleh HS, yaitu penundaan kelulusan minimal enam bulan ke depan atau sampai kasus ini selesai.
Rifka Annisa juga telah mengeluarkan pernyataan resmi pada Rabu yang menyebutkan organisasi tersebut telah mendampingi penyintas sejak September 2017 atas permintaan korban yang waktu itu berada dalam kondisi depresi berat.
Menurut kelompok yang memberikan layanan konseling terhadap perempuan dan anak tersebut, mencuatnya kasus ini menjadi indikasi bahwa upaya penyelesaian melalui mekanisme internal UGM belum tuntas dan belum memenuhi rasa keadilan bagi pihak korban.
Harus ditangani serius
Komisioner Komnas Perempuan dan Anak, Sri Nurherwati, meminta agar UGM membuat kebijakan untuk melindungi korban.
“Sehingga mendengarkan korban menjadi dasar utamanya. Apa yang dia alami, apa yang dia rasakan, terus kebutuhannya apa,” ujar Sri.
Menurutnya, penting bagi UGM untuk menghargai setiap fakta dari apa yang dikatakan korban.
“UGM wajib memfasilitasi korban dan memberikan lingkungan kondusif untuknya agar berani bersuara dan pelaku menyadari kalau yang dia lakukan salah,” terang Sri.
Berdasarkan data Komnas Perempuan dan Anak yang dirilis Maret 2018, terjadi 348.446 kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2017.
Sementara sebanyak 13.384 kasus di antaranya merupakan kasus yang terjadi di ranah privat. Kekerasan seksual yang masuk di ranah privat berjumlah 2.979 kasus.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise, saat menghadiri Peluncuran Taman Sungai dan Pelantikan 1500 Srikandi Sungai di Klaten, Jawa Tengah, Kamis, berjanji akan mengawal kasus pelecehan seksual yang menimpa mahasiswi UGM.
“Saya sudah koordinasikan agar ditangani dengan serius. Pelaku harus diberi hukuman seberat-beratnya," ujarnya.