Tuntut Kejelasan, Keluarga Korban Penembakan Lapor ke Propam
2018.09.25
Jakarta

Perwakilan keluarga dua korban yang ditembak mati polisi menjelang perhelatan Asian Games, Dedi Kusuma Hariadi dan Bobi Susanto, hari Selasa (25/9) menuntut Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri untuk mengusut kasus tersebut dan memproses hukum aparat yang terlibat.
"Jika harus diberhentikan (dari kepolisian), berhentikan. Jika harus diturunkan pangkat, turunkan," kata Shaleh Al Ghifari, pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang mendampingi kedua keluarga saat melapor ke Propam Polri, Selasa.
"Tapi kami berharap agar para pelaku diproses pidana karena sudah menghilangkan nyawa seseorang," tambahnya.
Dedi dan Bobi meregang nyawa pada Juli lalu, tatkala kepolisian tengah memperketat keamanan menjelang pelaksanaan Asian Games pada 18 Agustus hingga 2 September 2018.
Polisi berdalih keduanya berupaya merebut senjata aparat saat diamankan, usai diduga melakukan tindak kriminal jalanan, sehingga ditembak.
Dedi disangkakan terlibat pencurian kendaraan bermotor, sedangkan Bobi terkait kasus penjambretan.
"Tapi itu tetap jelas melanggar hak asasi manusia. Di Pasal 33 Undang-udang HAM (Hak Asasi Manusia), setiap orang berhak untuk tidak dihilangkan nyawanya. Ini kan main 'dor' saja," lanjut Al Ghifari.
Apalagi, tambahnya, aksi main tembak tanpa melalui proses peradilan sudah terbukti tidak menimbulkan efek jera bagi para pelaku kejahatan.
Ia mencontohkan aksi begal yang masih terjadi di sejumlah tempat kendati polisi sudah menembak mati Dedi dan Bobi.
"Saya masih mendengar berita ada lima kasus begal setelah itu," katanya.
"Kalau mau mengurangi kriminal jalanan, tingkatkan patroli rutin kepolisian dan perbaiki penerangan jalan. Bukan tembak mati seseorang di luar peradilan."
Tidak terbuka
Merujuk data Amnesty Internasional Agustus lalu, aksi main tembak kepolisian sejatinya tidak hanya menimpa Dedi dan Bobi sepanjang periode operasi pengamanan menjelang Asian Games.
Setidaknya 14 orang telah ditembak mati di Jakarta dan Palembang, dua kota pelaksana pertandingan olahraga terbesar se-Asia tersebut.
"Penyelenggaraan acara olahraga internasional tidak boleh mengorbankan hak asasi manusia," ujar Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, kala itu.
"Tapi kami melihat polisi justru menembak mati puluhan orang dengan akuntabilitas rendah."
Ketidakterbukaan soal penembakan diakui Pariyanto, orang tua Bobi. Ihwal ini, katanya, bahkan sudah berlangsung sejak awal.
"Sewaktu mengambil mayat di Rumah Sakit Polri, saya tidak diperbolehkan membuka tubuh. Hanya boleh melihat muka. Ternyata ada luka tembak di dada kiri," terangnya, seusai melapor ke Propam Polri.
Mengenai alasan kepolisian bahwa Bobi disebut melawan dan mencoba merebut senjata aparat saat diperiksa sehingga ditembak, ia pun meragukannya.
"Orangnya kecil dan diborgol pula setelah diamankan. Bagaimana bisa?" kata Pariyanto lagi.
"Makanya saya meminta berkas kronologis kejadian ke kepolisian, tapi sampai sekarang enggak juga diberikan."
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen. Pol. Dedi Prasetyo, mengatakan aparat sudah berlaku sesuai prosedur saat penanganan keamanan jelang Asian Games lalu.
Terkait laporan yang dilayangkan ke Propam Mabes Polri, Dedi enggan berkomentar lebih lanjut dengan alasan belum mengetahuinya.
Namun ia menggaransi kepolisian akan bertindak serius jika menerima laporan dari masyarakat.
"Kalau ada yang melapor, ya akan ditindaklanjuti," ujarnya.
Sikap Ombudsman
Merespons rangkaian penembakan tersebut, Ombudsman Indonesia sempat berencana menginvestigasi kasus dan memanggil Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Idham Aziz pada akhir Juli lalu.
Pemanggilan ini dimaksudkan untuk mengonfirmasi prosedur penanganan pelaku kriminal jalanan oleh aparat.
Namun hingga beberapa kali pemanggilan, Idham Aziz tidak kunjung datang dan hanya mengutus sejumlah bawahannya.
Saat dikonfirmasi BeritaBenar terkait perkembangan investigasi terebut, komisioner Ombudsman Indonesia, Adrianus Meliala, hanya menjawab pendek.
"Sudah diinfokan di media. Kami tidak ada langkah lanjutan," ujar Adrianus lewat pesan singkat.
Sedangkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta berjanji akan terus mendampingi keluarga korban dalam mencari kejelasan penyebab kematian korban.
"Sampai ada sikap resmi dari kepolisian," ujar Al Ghifari, sembari menambahkan bahwa ada tiga keluarga lain yang juga didampingi organisasinya tapi belum berani melapor ke Propam Polri.