Analis: Pencalonan Prabowo di 2029 masih terlalu dini di tengah masalah pemerintah
2025.02.19
Jakarta

Belum genap empat bulan menjabat sebagai presiden, Prabowo Subianto sudah mendapatkan dukungan dari partainya, Gerindra, untuk kembali maju dalam pemilihan presiden 2029.
Namun, para analis menilai langkah ini terlalu dini, mengingat kepemimpinannya yang masih belum teruji serta tantangan ekonomi yang mendesak di Indonesia.
Pengumuman pencalonan kembali Prabowo, yang disampaikan pekan lalu dalam perayaan hari jadi ke-17 Partai Gerindra, mencerminkan keyakinan partai terhadap kepemimpinannya.
Namun, para pengamat menilai langkah ini juga dapat menjadi strategi politik untuk mengkonsolidasikan kekuasaan sekaligus mengantisipasi potensi pesaing, termasuk Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Pengamat politik Universitas Airlangga, Ali Sahab, menilai pernyataan pencalonan Prabowo di 2029 prematur di tengah banyaknya target pemerintah yang belum tercapai.
"Masalah mendasar kita sekarang adalah kemiskinan dan pengangguran. Dua hal ini harus diatasi dengan kebijakan yang mendalam agar ekonomi bisa tumbuh berkelanjutan," kata Ali kepada BenarNews.
Data Badan Pusat Statistik per September 2024 mencatat angka kemiskinan sebesar 8,57 persen atau sekitar 24,06 juta orang.
Ali juga mempertanyakan soliditas Koalisi Indonesia Maju Plus menjelang 2029.
"Dalam politik, tidak ada koalisi abadi, yang ada adalah kepentingan abadi. Jika kinerja Prabowo buruk, dukungan bisa beralih," ujarnya.
Dalam perayaan HUT ke-17 Partai Gerindra pada Sabtu lalu, Sekjen Gerindra Ahmad Muzani menyatakan keputusan partainya untuk kembali mengusung Prabowo di Pilpres 2029. Ia mengklaim keputusan ini diambil dalam Kongres Luar Biasa Gerindra yang digelar pada Kamis.
"Seluruh kader Partai Gerindra meminta agar partai dalam Pemilihan Umum Presiden 2029 kembali mencalonkan Prabowo Subianto sebagai Presiden Republik Indonesia periode kedua," ujar Muzani, seperti dikutip Tempo.
Selain menjadi bakal calon presiden, Prabowo juga kembali didaulat sebagai Ketua Umum sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra.
Namun, dalam pidato politiknya, Prabowo mengingatkan bahwa dirinya hanya bersedia maju kembali jika program-programnya berhasil.
"Saudara minta saya bersedia dicalonkan lagi tahun 2029. Saya katakan kalau program-program saya tidak berhasil, tidak perlu saudara calonkan saya terus," ujar Prabowo.
Sejumlah partai koalisi seperti Golkar, PKB, PAN, dan Demokrat menyatakan siap mendukung Prabowo di 2029, sementara NasDem masih bersikap hati-hati. "Masih terlalu dini," kata Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya.
Dominique Nicky Fahrizal, peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), menilai keyakinan Gerindra mencalonkan kembali Prabowo didorong oleh hasil survei yang menunjukkan kepuasan publik terhadap pemerintah mencapai 80 persen.
"Program makan siang bergizi menjadi top of mind masyarakat karena sifatnya populis," ujar Nicky kepada BenarNews.

Survei Litbang Kompas pada Januari 2025 mencatat tingkat kepuasan terhadap 100 hari pemerintahan Prabowo mencapai 80,9 persen. Namun, Nicky melihat angka ini sebagai efek lanjutan dari kepuasan terhadap pemerintahan mantan Presiden Joko ‘’Jokowi’’ Widodo.
Menurut Nicky, Prabowo masih membutuhkan popularitas Jokowi untuk menopang pemerintahannya, sementara Jokowi berkepentingan agar proyek strategisnya, termasuk IKN, tetap berjalan.
"Saling membutuhkan ini bisa bertahan hingga 2029, tergantung bagaimana posisi Gibran nantinya," katanya.
Sebaliknya, pengamat politik Universitas Multimedia Nusantara, Ambang Priyonggo, menilai pencalonan dini Prabowo adalah strategi untuk menunjukkan komitmennya menyelesaikan masa jabatannya hingga akhir.
"Ini bisa jadi cara menepis spekulasi bahwa Gibran akan mengambil alih kursi presiden di tengah jalan," ujarnya kepada BenarNews.
Namun, Ambang mengingatkan bahwa survei kepuasan bukan jaminan elektabilitas di 2029.
"Kebijakan populis seperti makan bergizi gratis terbukti tidak efisien dari sisi anggaran dan jangkauan. Jika realokasi anggaran ini tidak dikelola baik, dampaknya bisa merugikan pemerintah di pemilu nanti," katanya.
Ali dari Universitas Airlangga menyebut peluang Gibran untuk maju cukup besar.
"Mungkin ini yang dikhawatirkan Prabowo, sehingga ia menyampaikan keinginannya lebih awal," katanya kepada BenarNews.
Sementara itu, Kantor Komunikasi Kepresidenan enggan menanggapi lebih jauh soal pencalonan Prabowo. "Ini tanyakan ke Gerindra ya," ujar juru bicara Kantor Komunikasi Presiden, Albert Tarigan.
Laporan Center for Economic and Law Studies (CELIOS) terhadap 95 ahli dan jurnalis pada Januari lalu memberi nilai rata-rata 5 dari 10 untuk kinerja Prabowo. Mayoritas responden menilai kabinet belum efektif, terutama dalam sektor ekonomi.
Pengamat politik Universitas Gadjah Mada, Arga Pribadi Imawan, melihat pencalonan dini Prabowo sebagai fenomena "sentralitas kandidat," di mana figur politik menjadi lebih dominan dibanding partai.
"Prabowo memiliki popularitas tinggi, sementara rivalnya di 2024 seperti Ganjar dan Anies mulai kehilangan momentum. Gerindra melihat ini sebagai keuntungan," ujar Arga.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menilai pencalonan Prabowo ditujukan untuk mengukur loyalitas para menterinya.
"Misalnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, yang dekat dengan Jokowi, apakah masih tetap loyal?" kata Trubus kepada BenarNews.
Trubus menyoroti kebijakan Bahlil melarang penjualan elpiji tiga kilogram di tingkat pengecer, yang menurutnya justru merugikan rakyat kecil.
"Kebijakan ini lebih menguntungkan pengusaha ketimbang masyarakat," ujarnya.
Nazarudin Latif berkontribusi dalam laporan ini.