Rencana Menghapus Perda Bermasalah Ditanggapi Positif

Arie Firdaus
2016.03.24
Jakarta
160324_ID_Perda_1000 Presiden Joko Widodo berbicara dengan seorang murid SD di sela-sela kunjungannya di Balikpapan, Kalimantan Timur, 24 Maret 2016.
Gunawan/BeritaBenar

Pernyataan Presiden Joko “Jokowi” Widodo agar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) segera membatalkan peraturan-peraturan daerah (Perda) bermasalah ditanggapi positif beberapa kalangan.

Perda bermasalah dimaksud Jokowi adalah aturan yang berpotensi menghambat perizinan dan investasi di suatu daerah sehingga Indonesia sering ketinggalan dari negara lain.

"Itu bagus. Seharusnya memang ada sinkronisasi antara pemerintah daerah dan pusat," ujar Idil Akbar, pengamat politik pemerintahan dari Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, kepada BeritaBenar, Kamis, 24 Maret 2016.

Jokowi menyampaikan perintah tersebut di sela-sela kunjungan kerjanya di Tarakan, Kalimantan Utara. Tak tanggung-tanggung, Jokowi menyebut terdapat 3.000 Perda bermasalah yang harus dihapus.

"Seringkali aturan menghambat, makanya regulasi itu dibuat sederhana saja agar tak menghambat," kata Jokowi seperti dikutip dari laman Republika.

Hal ini bukan pertama kali disuarakan Jokowi. Januari lalu, dia pernah menyampaikan hal sama dan meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumulo untuk mencabutnya.

Perihal berulangnya permintaan Jokowi, Idil memiliki pandangan. "Artinya, ada hal mendesak dan penting sehingga presiden harus kembali menyampaikannya," ujar Idil.

"Saya melihat ini sebagai upaya Jokowi untuk menata pemerintahan. Ia ingin ini lebih terkendali dan terkontrol. Agar pemerintah pusat dan daerah linier dalam kebijakannya," tambahnya.

Tak berbeda pernyataan peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro. Menurutnya, sikap Jokowi itu sebagai tindakan tepat untuk mensinergikan pemerintahan.

"Bahwa keberadaan daerah-daerah adalah satu kesatuan yang utuh dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia," ujar Siti Zuhro.

Pemerintahan lemah

Menurut Idil, banyaknya Perda bermasalah pertanda lemahnya sistem pemerintahan di Indonesia selama ini.

"Pemerintah Pusat gagal mengontrol dan membina Pemda, dan Pemda juga gagal membaca arah kebijakan strategis yang ditetapkan Pemerintah Pusat," ujarnya.

"Hal itulah yang harus dibenahi agar tidak ada lagi tumpang tindih. Jangan sampai nanti muncul spekulasi bahwa ada kongkalikong dalam meloloskan suatu Perda," lanjutnya.

Sedangkan Siti Zuhro meminta Pemda (pemerintah daerah) lebih berhati-hati dan bersedia melibatkan para ahli dalam penyusunan aturan di masa mendatang. Hal ini dimaksudkan agar tak muncul lagi Perda bermasalah di kemudian hari.

"Agar aturan yang tercipta betul-betul cocok dengan daerah. Tak hanya mengkopi dari daerah lain," tegasnya.

Biasanya dalam menyusun sebuah Perda, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemda selalu melakukan konsultasi dengan Kemendagri dan departemen terkait lainnya saat pembahasan.

Setelah disahkan bersama antara legislatif dan eksekutif di daerah, Perda itu kembali diajukan ke Kemendagri untuk mendapatkan pengesahan. Jika masih ada pasal-pasal tak sejalan dengan aturan lebih tinggi, Kemendagri minta Pemda mengoreksinya.

Masih menghimpun data

Mengomentari banyak Perda bermasalah, juru bicara Kemendagri Dodi Riyatmadji mengatakan pihaknya akan segera membenahinya. Kemendagri menargetkan semua Perda bermasalah dituntaskan dalam tahun ini.

"Sampai saat ini kami masih menghimpun data, berapa sebenarnya jumlah Perda bermasalah itu. Apakah betul sampai 3.000 seperti dikatakan presiden," ujarnya saat dihubungi BeritaBenar.

"Merujuk data dari Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, jumlahnya hanya 800-an," tambah Dodi.

Untuk mencocokkan data itu dengan pernyataan Jokowi, Kemendagri kembali bakal mengkaji dengan biro hukum, katanya.

"Apakah aturan pajak 5 persen untuk pengembang yang diberikan kepada Pemda, misalnya, termasuk ke dalam perda yang bermasalah. Akan didiskusikan lagi," ujar Dodi.

"Mudah-mudahan pertengahan tahun ini datanya bisa terkumpul sehingga kami selanjutnya bisa membahas landasan hukum penganulirannya," lanjutnya.

Merujuk pernyataan Mendagri Tjahjo Kumolo dalam Kongres Nasional Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Jakarta, akhir Februari lalu, setidaknya kementerian telah mengembalikan 139 Perda bermasalah.

Diskriminatif

Sementara itu, Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan, Azriana menyebutkan bahwa sampai saat ini masih banyak aturan yang diskriminatif terhadap perempuan.

"Catatan kami ada 389 Perda yang diskriminatif terhadap perempuan. Tapi apakah 389 Perda tersebut termasuk dalam 3.000 Perda yang dikatakan Presiden Jokowi bermasalah, kami tak tahu," katanya.

Azriana mengatakan, sejauh ini belum ada daftar lansiran kementerian terkait Perda-Perda yang diskriminatif. Dia berharap Perda-Perda diskriminatif juga dibatalkan.

“Makanya, saya suka hadir di acara Pak Tjahjo. Apakah ada Perda yang diskriminatif terhadap perempuan akan dicabut? “Selama ini, kan, Perda yang dicabut terkait perizinan dan pelayanan publik saja," ujarnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.