Indonesia Tetap Proses Hukum Kapal Kargo Thailand

Ismira Lutfia Tisnadibrata
2015.10.02
Jakarta
151002_ID_TH_FISHING_620.jpg Anggota TNI Angkatan Laut mendekati kapal nelayan asing yang disita karena menangkap ikan secara ilegal di perairan Pontianak, Kalimantan Barat, 18 Agustus 2015.
AFP

Pemerintah Indonesia menegaskan akan tetap memproses hukum kapal berbendera Thailand, Silver Sea 2, meski sedang menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan pemilik kapal kargo melalui kuasa hukumnya di Pengadilan Negeri (PN) Sabang, Provinsi Aceh.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengatakan, kapal tersebut telah melakukan pelanggaran hukum terberat yaitu melanggar kedaulatan wilayah Indonesia dengan cara masuk wilayah tanpa ijin.

“Penegakan hukum atas Silver Sea harus yang tidak konvensional,” ujar Susi dalam konferensi pers di kantornya, Jumat.

Menurutnya, penegakan hukum konvensional hanya memperpanjang waktu dalam proses hukum sehingga memungkinkan adanya celah bagi pelanggar hukum untuk mencari jalan dan mengakali proses yang sedang berlangsung.

Sementara penegakan hukum tidak konvensional, jelas Susi, antara lain memakai bukti ilmiah dalam tindak pidana perikanan serta teknologi mutakhir seperti menggunakan satelit, pengawasan udara dan sistem pemantauan kapal.

Susi menyebutkan, PN Sabang akan membacakan keputusan praperadilan yang diajukan pemilik Silver Sea 2 kepada Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut (Danlanal) Sabang, Kolonel Laut Sujatmiko, hari Senin, 5 Oktober.

“Namun pada saat yang bersamaan, mereka juga mengajukan gugatan praperadilan terhadap Kementerian Kelautan dan Perikanan,” ujar Susi.

'Salah alamat'

Wakil Ketua Satuan Tugas Illegal, Unreported And Unregulated Fishing (Satgas IUUF), Yunus Husein menyebutkan, tuntutan praperadilan yang diajukan pemilik Silver Sea 2 terhadap Danlanal Sabang adalah salah alamat.

“Permohonan praperadilan kepada Danlanal tidak tepat karena Lanal Sabang tidak ada peran [dalam penangkapan Silver Sea 2],” ujar Yunus dalam konferensi pers tersebut.

Dia menyebutkan bahwa Lanal Sabang hanya menampung sementara kapal itu di pelabuhan mereka, sementara penangkapan dilakukan oleh TNI AL melalui kapal KRI Teuku Umar di perairan Selat Malaka, 80 mil garis pantai Sabang, 13 Agustus.

Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Asep Burhanudin menambahkan kapal tersebut dibawa ke Lanal Sabang untuk dititipkan setelah ditangkap di laut, sehingga peran Danlanal hanya menerima titipan kapal di pelabuhan sementara investigasi dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil dari KKP.

Pencurian ikan masih terjadi

Dalam kesempatan itu, Susi juga mengatakan kendati pemerintah terus melancarkan upaya pemberantasan IUUF di wilayah Indonesia, pencurian ikan masih terus terjadi. Setiap hari, terdapat 50 hingga 200 kapal penangkap ikan yang beroperasi secara ilegal di Laut Arafura, Indonesia bagian timur.

“Biasanya mereka kabur dengan menyeberang masuk perairan Papua Nugini,” jelas Susi.

KKP menyebutkan kontribusi kegiatan penangkapan di Laut Arafura bagi produksi perikanan laut nasional rata-rata mencapai 13 persen pertahun.

Perairan Arafura merupakan wilayah pengelolaan ikan sekaligus salah satu daerah penangkapan udang, ikan demersal dan ikan plagis kecil yang paling produktif di Indonesia.

Semua jenis ikan itu sangat potensial memberikan kontribusi terhadap produksi perikanan laut nasional masing-masing sekitar 45 persen, 20 persen dan 13 persen.

Pemerintah mengklaim pencurian ikan di wilayah Indonesia telah merugikan negara hingga Rp 300 triliun pertahun.

Asep menambahkan bahwa para pelaku IUUF mengetahui kelemahan aparat dalam pengawasan wilayah laut Indonesia sehingga pencurian ikan tetap marak terjadi.

Untuk mengatasinya, KKP akan memperbanyak kapal pengawas dengan menambah delapan kapal pada akhir tahun ini sehingga ketika memasuki tahun 2016, KKP akan mempunyai 35 kapal pengawas.

Jumlah itu ditambah dengan 150 kapal milik TNI AL dan 900 kapal milik Direktorat Polisi Air di tingkat pusat dan daerah.

“Kendala utama yang dihadapi TNI AL dan Polisi Air adalah keterbatasan bahan bakar minyak untuk kapal, sehingga mereka tidak bisa berlayar lama,” ujar Asep.

Dukung upaya KKP

Asisten Operasi Kepala Staf Angkatan Laut, Laksamana Muda Arie Soedewo mengatakan TNI AL mendukung penuh upaya KKP untuk menegakkan hukum di laut. Sejak awal tahun 2015, sebanyak 45 kapal sudah ditenggelamkan, disita dan dilelang setelah ada putusan tetap pengadilan.

Wakil Direktur Polisi Air, Kombes Pol Sukadji mengaku sejak awal tahun, pihaknya mencatat ada 83 kasus tangkapan dengan bukti ikan tangkapan total sekitar 300 ton ikan. “Kami sudah tenggelamkan tujuh kapal ikan yang ada putusan pengadilannya,” ujarnya.

Pengamat ekonomi Ichsanudin Noorsy kepada BeritaBenar di Jakarta, Jumat sore, mengatakan, maraknya kapal ikan asing ilegal di Indonesia menunjukkan adanya kegagalan prosedural dan legal serta kebijakan kurang hati-hati dalam pemberian ijin kapal asing.

Menurut dia, upaya pemerintah yang keras terhadap kapal asing telah menimbulkan kekhawatiran beberapa pihak karena disinyalir hal itu untuk menolong perusahaan perikanan domestik yang kalah bersaing dengan perusahaan perikanan asing dalam hal modal, teknologi dan kecepatan dalam menangkap ikan.

“Kapal-kapal asing mempunyai keunggulan di bidang-bidang tersebut. Ini membuat perusahaan domestik kalah bersaing,” ujarnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.