Polwan yang Terpapar Radikalisme Diduga Miliki Jaringan Sama dengan Penikam Wiranto

Polisi mengatakan Bripda Nesti melakukan kontak dengan Abu Zee, militan yang menikahkan pelaku penyerangan Wiranto.
Rina Chadijah
2019.10.10
Jakarta
191010_ID_Polwan_1000.jpg Sejumlah anggota polisi wanita (Polwan) berdiri mengamankan sebuah unjuk rasa di Jakarta, 5 Februari 2017.
AFP

Seorang polisi perempuan– yang merupakan polisi wanita (polwan) pertama yang ditangkap karena terpapar radikalisme akhir September lalu, diduga terlibat dengan jaringan militan yang sama dengan orang yang menikam Menko Pulhukam Wiranto di Pandeglang, Kamis.

Nesti Ode Sami, Polwan di Polda Maluku Utara berpangkat Bripda, ditangkap Densus 88 di Solo, Jawa Tengah, 26 September lalu, karena disinyalir terlibat kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

Nesti, menurut polisi, telah melakukan kontak dengan seorang terduga terroris bernama Abu Zee, yang ditangkap di Bekasi, Jawa Barat, pada 23 September 2019.

Abu Zee disebut juga oleh polisi sebagai orang yang menikahkan pasangan suami –istri pelaku penyerangan terhadap Menko Polhukam Wiranto di Pandeglang, Banten, pada Kamis, 10 Oktober 2019.

Syahril Alamsyah alias Abu Rara (31) dibantu oleh istrinya Fitri Andriana (21) melakukan penyerangan terhadap Wiranto, Kamis, melukai Wiranto, ajudannya, dan Kapolsek Menes Pandeglang, Komisaris Dariyanto.

Menurut Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Polri, Kombes Pol. Asep Adi Saputra, Nesti terpapar paham radikal melalui media sosial.

"Pertama hasil pemeriksaan terpaparnya sudah begitu dalam, dilihat dari medsos yang dipelajarinya. Itu ditandai yang bersangkutan aktif terafiliasi dengan jaringan JAD," kata Asep.

“Ini ada kaitannya dengan salah satu jaringan teroris yang dua minggu lalu sudah kami amankan.”

Pada 23 September lalu, Polri menangkap sembilan terduga teroris yang disebut sebagai anggota JAD Bekasi, di Jakarta, Bekasi, dan Jawa Barat.

Asep menambahkan, pihaknya juga mendalami peran dan keteribatan Nesti dalam JAD, termasuk apakah ikut membocorkan rahasia kepolisian ke pihak teroris atau tidak.

"Masih dalam pemeriksaan dan ada prosedur kode etik, pastinya kita rekomendasikan (untuk) diberhentikan dengan tidak hormat," ujarnya.

Juni Lalu, Menteri Pertahanan Ryamizard Riyacudu sempat menyebut tiga persen anggota TNI dan Polri terpapar paham radikal.

Hal itu berdasarkan hasil survei yang dilakukan kepada sejumlah lapisan masyarakat, termasuk aparat penegak hukum.

Bukan yang pertama

Bripda Nesti diyakini Polwan pertama yang terpapar radikalisme dan ditangkap, tetapi sebelumnya sudah ada beberapa anggota Polri bergabung dengan kelompok teroris.

Misalnya Sofyan As-Sauri, anggota polisi yang pernah divonis 10 tahun penjara karena terlibat pelatihan paramiliter kelompok Jamaah Islamiyah (JI) di perbukitan Jalin, Jantho, Kabupaten Aceh Besar, pada 2010 lalu.

Sofyan yang telah bebas sejak tahun 2015, karena memperoleh remisi dan pemotongan masa hukuman, kini aktif dalam program deradikalisasi.

Pada Maret 2015,  Brigadir Syahputra, anggota Polres Batang Hari, Jambi, dikabarkan bergabung dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan dilaporkan telah tewas di Suriah.

Sebelum berangkat untuk berjihad ke Suriah, ia sempat mengirimkan surat cerai pada istrinya dan membuat wasiat yang menyerahkan seluruh harta kepada anaknya.

Aturan internal polri

Peneliti terorisme dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak, mengatakan penangkapan Nesti bisa menjadi pijakan bagi Polri untuk mendalami pola perekrutan kelompok teroris terhadap anggota polisi karena potensi target rekrutmen cukup besar.

“Ada banyak polisi terpapar radikalisme. Ini harus jadi catatan buat kepolisian, karena itu harus dilakukan sesuatu,” kata Zaki kepada Berita Benar, Kamis.

“Karena kerap berinteraksi dengan napi terorisme akhirnya mereka terpengaruh dan ikut. Biasanya yang disasar adalah mereka yang bertugas piket jaga, yang masih baru. Awalnya diajak ngobrol, lama-lama terpengaruh juga,” ujar pengamat terorisme dari Yayasan Prasasti Perdamaian Taufik Andrie, menambahkan, polisi direkrut narapidana kasus terorisme dari bilik penjara dan lewat pengajian-pengajian di luar jam dinas.

“Jika banyak yang terpengaruh, bisa dibayangkan mereka yang sudah punya keahlian menggunakan senjata kemudian melakukan tindakan terorisme, dampaknya kelompok teroris menjadi semakin kuat.”

Beberapa waktu lalu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, mengatakan telah ada aturan terkait pencegahan radikalisme di internal Polri.

"Sudah ada ketentuan yang jelas, seluruh anggota Polri harus tunduk, taat pada regulasi internal. Ada Peraturan Kapolri, ada cukup arahan terkait paham bersifat radikal, dalam kehidupan sehari-hari maupun bermasyarakat," ujarnya.

Diperpanjang lagi

Sementara dari Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), dilaporkan bahwa Polri telah memperpanjang lagi Operasi Tinombala untuk memburu kelompok bersenjata MIT di Kabupaten Poso dan daerah sekitarnya hingga 7 Desember mendatang.

Kapolda Sulteng, Brigjen. Pol. Lukman Wahyu Hariyanto, mengatakan perpanjangan kali ini juga dibarengi dengan pengurangan jumlah aparat gabungan TNI dan Polri dari 800 personel menjadi 600 orang.

Dia menambahkan, MIT pimpinan Ali Kalora yang diperkirakan tersisa delapan hingga 10 orang masih bersembunyi di hutan dan pegunungan Poso.

"Insya Allah, kami secepatnya menangkap para DPO sisa kelompok MIT yakni Ali Kalora cs, namun kami melakukan langkah-langkah berbeda dengan sebelumnya dan langkah prevensi," katanya.

Operasi Tinombala yang dilancarkan sejak tahun 2016 telah diperpanjang beberapa kali untuk memburu para pengikut MIT.

Sebelumnya juga telah digelar Operasi Camar Maleo di Poso selama tahun 2015.

Lukman juga menyebutkan, lima terduga teroris yang ditangkap di Kabupaten Morowali, 30 September lalu, diyakini hendak melakukan aksi perampokan.

"Mereka dipastikan termasuk dan terlibat kelompok Ali Kalora karena setelah diselidiki, mereka intens berkomunikasi," ujarnya.

Keisyah Aprilia di Palu, Sulawesi Tengah, turut berkontribusi dalam artikel ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.