Polisi Tembak Mati 2 Terduga Militan di Makassar
2021.01.06
Jakarta

Polisi di Makassar, Sulawesi Selatan, pada Rabu (6/1) menembak mati dua orang yang diduga sebagai anggota kelompok militan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang disinyalir memiliki keterkaitan dengan pelaku bom bunuh diri di gereja Filipina tahun 2019, demikian juru bicara Mabes Polri.
Pada saat yang bersamaan, tim Densus juga menangkap 18 tersangka, dengan satu di antaranya menderita luka tembakan, sebut Kepala Bidang Penerangan Umum Polri Kombes Ahmad Ramadhan.
“Dua orang atas nama MRS (46) dan SA (23) meninggal dunia karena pada saat penangkapan, keduanya melakukan perlawanan dengan masing-masing menggunakan senjata tajam jenis parang dan senapan angin,” kata Ramadhan dalam keterangan pers di Mabes Polri, Jakarta.
Polisi menyebut keduanya terlibat pengiriman dana untuk pasangan suami istri asal Sulawesi Selatan, Rullie Rian Zeke dan Ulfah Handayani Saleh, yang meledakkan diri mereka dalam serang bom di Gereja Our Lady of Mount Carmel di Jolo di Filipina Selatan pada tahun 2019.
Serangan ganda itu menewaskan 20 orang dan melukai lebih dari 100 lainnya.
Ramadhan tidak merinci soal pengiriman dana tersebut dan berapa jumlahnya.
Selain itu, kedua tersangka yang tewas itu juga pernah membantu pelarian Andi Baso ke Filipina, kata Ramadan. Andi adalah buronan kepolisian yang diduga terlibat dalam serangan bom di Gereja Oikumene di Samarinda, Kalimantan Timur pada 2016.
Laporan Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) menyebut Andi tiba di Filipina pada awal tahun 2019 bersama dengan istrinya, Rezky Fantasya Rullie atau Cici, putri dari pasangan Rullie dan Ulfah.
Otoritas militer Filipina menyebut Andi dan Cici terlibat serangkaian serangan teror di Jolo. Agustus 2020, pihak tentara Filipina mengatakan Andi tewas dalam adu tembak, meski jenazahnya hingga saat ini belum berhasil ditemukan.
Kapolda Sulawesi Selatan Irjen Merdisyam menambahkan, MRS dan SA sudah lama diintai oleh aparat karena kerap mengadakan kajian khusus di sekitar Villa Mutiara Cluster Biru, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar.
“Kedua tersangka bersama dengan jaringannya yang terpusat di Villa Mutiara menamakan dirinya sebagai kelompok Anshor Daulah bersama dengan ratusan jamaah lainnya menyatakan baiat kepada khilafah atau ISIS,” kata Merdisyam lewat keterangan tertulisnya.
Sejak Oktober 2020, kedua tersangka JAD juga kerap menggelar latihan menembak dan mendaki gunung secara rutin dengan anggota lainnya.
“Sebab pada 2016, mereka sudah bermaksud bergabung dengan ISIS namun keberangkatan mereka dicegah di Bandara Soekarno-Hatta,” kata Merdisyam.
Kepolisian belum mengungkap identitas 18 tersangka lainnya. Ramadhan mengatakan penyidik masih akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait peran mereka.
Cabang paling aktif
Muhammad Taufiqurrohman, peneliti senior Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR), mengatakan JAD Sulawesi Selatan menjadi jaringan paling aktif melakukan berbagai pelatihan militer maupun konsolidasi strategi penyerangan dibandingkan cabang lain kelompok pro-Negara Islam (ISIS) lainnya.
“JAD cabang Makassar ini yang paling aktif di antara cabang JAD lainnya dan punya komitmen paling kuat untuk melakukan aksi baik di dalam negeri maupun luar negeri,” kata Taufiqurrohman kepada BenarNews.
“Ada beberapa anggota mereka yang berangkat ke Poso untuk bantu MIT, tapi memang banyak yang gagal karena ditangkap polisi,” sambungnya, merujuk pada kelompok pro-ISIS di Sulawesi Tengah, Mujahidin Indonesia Timur.
Komitmen kuat kelompok ini didukung oleh hubungan kekerabatan para anggota, sambung Taufiqurrohman.
“Mereka punya kinship, minimal pertemanan dekat lah. Jadi bisa jadi dua orang yang ditembak itu juga punya hubungan dengan Andi Baso.”
Menurut PAKAR, JAD memiliki cabang di sedikitnya 13 provinsi, di antaranya di Banten, Jakarta, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur hingga Lampung. PAKAR memperkirakan saat ini JAD memiliki anggota kurang dari 1.000 orang.
JAD Indonesia diketahui tidak memiliki pemimpin tunggal setelah dua amirnya, sebutan militan untuk pemimpin mereka, ditangkap kepolisian.
Aman Abdurrahman, pendiri JAD pada 2015, divonis mati Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2018 karena menjadi otak di balik serangan bom Jakarta tahun 2016. Sementara penerus Aman, Zainal Anshori, divonis tujuh tahun penjara pada tahun 2018.
“JAD saat ini bergerak masing-masing, per cabang. Kalau di JAD Sulsel ini dulunya dipimpin Ustad Mohammad Basri, orang pertama yang deklarasi mendukung ISIS di Makassar,” kata Taufiqurrohman.
Pada 2016, Basri divonis delapan tahun penjara karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana pendanaan terorisme. Dua tahun menjalani hukumannya di Lapas Pasir Putih, Nusakambangan, Basri meninggal dunia karena sakit.
Abu Bakar Ba’asyir
Di tengah kekosongan sosok pemimpin di JAD, Taufiqurrohman menduga akan ada anggota atau simpatisan dari kelompok itu yang mendekati tokoh spiritual kelompok radikal Abu Bakar Ba’asyir.
Ba’asyir, pendiri dan pemimpin pondok pesantren di Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, dijadwalkan akan bebas dari penjara pada Jumat, setelah menjalani hukuman penjara sekitar 10 tahun dari vonis 15 tahun karena terbukti bersalah mendanai kamp pelatihan militan di Aceh.
Meski ikut mendirikan Jemaah Islamiyah (JI), namun Ba’asyir dianggap memiliki perubahan pandangan dalam perjuangan membangun negara Islam dengan mendirikan Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI) dan Jamaah Ansarut Tauhid (JAT).
JAT dibubarkan pada 2014, namun beberapa anggotanya, termasuk Aman Abdurrahman yang memiliki kedekatan dengan Ba’asyir, mendirikan JAD, kata Taufiqurrahman.
“Untuk yang anggota anti-ISIS mendirikan JAS (Jamaah Ansharusy Syariah). Anak-anak Ba’asyir itu di JAS,” kata Taufiqurrohman.
“Jadi memang JAD melihat Ba’asyir sebagai sosok senior yang punya pandangan sama dengan mereka. Tapi apakah berhasil mendekati Ba’asyir? Itu yang mungkin akan sangat sulit karena anak-anaknya pasti berusaha keras menghalangi,” tambahnya.
Pemerintah Australia pada Selasa (5/1), menyampaikan kekhawatiran mereka atas rencana pembebasan sosok yang dituding ikut bertanggung jawab dalam serangan bom yang menewaskan 88 warga Australia di Bali pada 2002.
Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne meminta pemerintah Indonesia memberikan jaminan bahwa Ba’asyir tidak akan mengulangi kejahatannya pada masa mendatang.
“Kedutaan kami di Jakarta sudah menyampaikan keprihatinan bahwa orang-orang seperti itu harus dicegah untuk menghasut orang lain melakukan serangan kepada warga sipil yang tidak bersalah,” kata Payne, dikutip dari Reuters.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mohammad Mahfud MD mengatakan pemerintah telah memiliki mekanisme penanganan dan pengawasan untuk para eks-narapidana sehingga kekhawatiran tersebut seharusnya tidak menjadi penghalang bagi Ba’asyir untuk mendapatkan hak bebasnya.
“Itu hak ABB (Abu Bakar Ba’asyir) secara hukum untuk dibebasmurnikan sebab dia telah selesai menjalani hukumannya secara penuh,” kata Mahfud kepada wartawan, Rabu. “Sudah ada mekanisme penanganan dan pengawasan.”