Polisi Bekuk Terduga Teroris yang Rencanakan Aksi Akhir Tahun
2016.12.21
Jakarta

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menggagalkan rencana serangan teror pada masa liburan Natal dan Tahun Baru dengan menangkap tujuh terduga teroris, termasuk tiga di antaranya tewas – di empat lokasi terpisah, Rabu, 21 Desember 2016.
Penangkapan pertama terjadi di Tangerang Selatan, Banten, dimana satu terduga teroris ditangkap dan tiga lainnya ditembak mati karena melakukan perlawanan dengan melempar bom ke anggota detasemen khusus antiterorisme (Densus) 88.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Rikwanto, mengatakan bahwa penyergapan diawali dengan menangkap seorang terduga teroris bernama Adam sekitar pukul 8:00 WIB saat dia keluar dari rumahnya.
Kepada polisi, Adam mengaku ada rekannya di sebuah rumah di Kelurahan Babakan, Tangerang Selatan, yang merencanakan akan melakukan serangan.
Tim Densus mengepung lokasi tersebut sekitar pukul 9.45 WIB dan mendeteksi tiga orang di dalamnya.
“Mereka sudah diminta menyerah tapi melakukan perlawanan, melempar bom (ke arah Densus) tapi bom tidak meledak dan langsung diambil tindakan tegas dengan melumpuhkan mereka,” ujar Rikwanto dalam jumpa pers.
Ketiga orang yang tewas ialah Omen, Erwan, dan Helmi. Omen merupakan bekas narapidana pembunuhan yang direkrut Ovi, narapidana bom Kedutaan Myanmar, 2013 lalu. Erwan bekerja sebagai supir di perusahaan air mineral di Tasikmalaya. Sedangkan Helmi adalah penjual bubur di Tasikmalaya.
Di rumah yang belum lama dikontrak salah seorang dari ketiganya itu, polisi menemukan barang bukti beberapa tas ransel berisi bom pipa rakitan dan senjata api.
Polisi mengatakan bom-bom tersebut diledakkan di lokasi karena terlalu bahaya untuk dibawa dari tempat kejadian perkara.
Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan, mengatakan penangkapan Adam berdasarkan keterangan dari tersangka Dian Yulia Novi, yang ditangkap Densus 88 di Bintara Jaya, Bekasi, 10 Desember lalu.
Menurut polisi, Dian adalah perempuan yang dipersiapkan oleh suaminya, Muhammad Nur Solihin, sebagai pembom bunuh diri di sekitar Istana Kepresidenan saat pergantian pasukan pengamanan presiden, pada 11 Desember 2016. Nur Solihin yang ditangkap pada hari yang sama dengan Dian, diyakini sebagai pemimpin jaringan aksi serangan teror tersebut.
Dalam sebuah interview TV minggu lalu, Nur Solihin yang mengaku telah berbaiat kepada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) ini mengatakan bahwa ia menerima instruksi untuk melakukan aksi teror tersebut dari Bahrun Naim, seorang Indonesia yang diyakini berada di Suriah dan menjadi salah satu pimpinan ISIS disana.
“Mereka mau meledakkan bom saat Natal dan Tahun Baru dengan sasaran polisi. Sebelumnya mereka akan membuat keributan dengan menusuk anggota polisi sehingga timbul kerumunan, lalu meledakkan bom,” ujar Iriawan kepada wartawan.
Di tiga lokasi
Beberapa jam setelah penggrebekan di Babakan, polisi juga menangkap seorang terduga teroris di Payakumbuh, Sumatra Barat, yang teridentifikasi sebagai Jhon Tanamal alias Hamzah dan seorang lainnya di Deli Serdang, Sumatra Utara, bernama Syafii.
Kapolri Jendral Tito Karnavian mengatakan keduanya terkait dengan kelompok Khatibah Gonggong Rebus (KGR) pimpinan Gigih Rahmat Dewa, yang pernah merencanakan menyerang Singapura dengan peluncuran roket dari Batam, Agustus lalu.
Juru bicara Mabes Polri, Kombes Martinus Sitompul, mengatakan polisi menemukan beberapa buku dan dokumen petunjuk pembuatan bom dan bahan-bahan yang diduga akan dirakit sebagai bom.
Penangkapan terakhir pada Rabu sore dilakukan di Kecamatan Sagulung, Kota Batam, Kepulauan Riau.
Dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Kepala Bagian Mitra Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Pol. Awi Setiyono, mengatakan terduga teroris yang ditangkap pukul 16.30 bernama Abisya, merupakan bagian dari KGR dan berafiliasi dengan Bahrun Naim.
“Bersama-sama dengan anggota KGR lainnya, dia memfasilitasi dua warga etnis Uighur masuk ke Indonesia secara ilegal dan menyembunyikannya selama di Batam,” ujar Awi.
Awi menambahkan Abisya dan rekan sesama anggota KGR sudah bersumpah setia pada ISIS, Agustus 2015 di Batam, dan memiliki peran sebagai perekrut bagi kelompok KGR.
Apresiasi
Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengapresiasi gerak cepat tim Densus 88 dan seluruh jajaran Polri terkait penemuan bom aktif yang belum sempat diledakkan oleh terduga teroris di Tangerang Selatan.
"Saya sudah mendapatkan laporan dari Kapolri tentang itu. Sekali lagi, saya ingin memberikan penghargaan yang tinggi kepada Densus 88, kepada Kapolri, dan seluruh jajaran Polri yang telah bisa mengantisipasi sebelum kejadian sehingga hal-hal yang tidak kita inginkan bisa dicegah," ujar Jokowi usai acara penyerahan sertifikat di Kantor Kecamatan Entikong, Kalimantan Barat.
Jokowi juga mengatakan terorisme merupakan masalah bersama dari sebagian besar negara-negara di dunia.
"Saya kira semua mengalami hal yang sama. Oleh sebab itu, kita berharap masyarakat juga ikut serta membentengi negara ini dari terorisme, dari radikalisme," ujarnya.
Dokrin penyerangan akhir tahun
Al Chaidar, pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh di Lhokseumawe, Aceh, mengatakan penangkapan terduga teroris banyak terjadi pada akhir tahun karena memang ada doktrin yang dikeluarkan Hambali – mantan tokoh Jamaah Islamiyah yang kini ditahan di Penjara Guantanamo -- pada tahun 2000 untuk melakukan serangan saat Natal dan Tahun Baru.
“Doktrin itu yang dipercaya oleh pengikutnya sampai sekarang. Sasaran utamanya adalah polisi karena mereka ada keyakinan teologis bahwa polisi adalah thagut yang harus diserang,” ujar Chaidar kepada BeritaBenar merujuk pada istilah dalam Islam yang berarti melawan Tuhan.
Dia menambahkan mereka yang ditangkap ini adalah kelompok terkecil atau sel yang berada di tingkat ketujuh dalam hirarki komando para militan.
“Mereka tidak tahu satu sama lain namun diperintah oleh orang yang sama,” ujarnya.
Sedangkan, pengamat terorisme Harits Abu Ulya mengatakan mereka yang ditangkap kali ini sangat mungkin merupakan gabungan orang-orang yang terafiliasi dengan Aman Abdurahman dan Bahrun Naim.
Aman ialah terpidana kasus terorisme karena terlibat pelatihan militer Jamaah Islamiyah di Aceh, tahun 2010.
“Ada kemungkinan lain, mereka murni simpatisan ISIS yang tidak terhubung dengan Bahrun Naim tapi membaca tulisan Bahrun berupa panduan yang beredar di media sosial,” ujar Harits.
Harits juga mengatakan penangkapan terduga terorisme yang sering terjadi di setiap akhir tahun merupakan bagian dari upaya preventif yang dilakukan polisi.