Sekolah dan Layanan Publik di Palu Mulai Aktif

Pencarian korban akan dihentikan saat masa tanggap darurat berakhir pada 11 Oktober 2018.
Keisyah Aprilia
2018.10.08
Palu
181008_ID_Schoo_1000.jpg Sebagian dari tembok sebuah sekolah yang berpindah dari tempatnya karena likuifaksi terlihat di wilayah Balaroa, Palu, 8 Oktober 2018.
AFP

Sejumlah sekolah dan kantor di Sulawesi Tengah, Senin, 8 Oktober 2018, mulai buka kembali pascagempa dan tsunami yang menerjang wilayah tersebut lebih dari seminggu lalu.

Willem Rampangilei, kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), mengatakan jumlah korban jiwa dari gempa berkekuatan 7,4 skala Richter disusul tsunami pada 28 September itu telah mencapai 1.948 orang dan 10.600 lebih lainnya mengalami luka-luka.

Setidaknya 835 orang dinyatakan hilang, namun kata Willem, jumlah tersebut bisa meningkat karena pihak berwenang mengatakan sekitar 5.000 orang masih belum ditemukan dan mungkin terkubur di lokasi-lokasi di mana rumah-rumah tenggelam atau berpindah pada saat gempa terjadi, sebuah fenomena mencairnya tanah yang dipicu oleh gempa yang disebut likuifaksi.

Di ibukota Palu, murid-murid kembali ke sekolah sebagian tanpa seragam.

Di SMAN 4 Palu, hanya terlihat belasan siswa dan guru. Mereka saling menanyakan tentang kabar keselamatan keluarga serta rekan-rekannya.

"Banyak guru terdampak. Siswa juga banyak terkena bencana. Sebagian mungkin sudah keluar Palu. Kita akan lakukan langkah sesuai arahan Dinas Pendidikan," ungkap Kepala SMAN 4 Palu, Syam Zaini kepada BeritaBenar.

Irwan, seorang guru menjelaskan, tidak mudah mengumpulkan siswa dan guru karena mereka masih trauma atau mencari keluarganya yang hilang.

Aisya, seorang siswa mengaku, dia mendapat pemberitahuan untuk datang ke sekolah melalui pesan di grup WhatsApp. Meski tidak ada kegiatan belajar, siswa diminta hadir bertemu teman-teman dan guru.

"Rugi juga kalau tidak sekolah lama, apalagi saya sudah tingkat akhir," ucapnya.

Ada juga yang tidak ada peserta didik datang seperti di SDN Inpres Silae karena sekolah yang tak jauh dari Pantai Talise itu rusak berat dan ruang kelas dipenuhi puing tsunami.

Penghentian tanggap darurat

Willem mengatakan bahwa pencarian akan dihentikan pada 11 Oktober, yang berarti dua minggu setelah bencana. Rentang ini sudah melebihi waktu maksimal prosedur Basarnas yaitu tujuh hari dan tiga hari perpanjangan.

“Kalau sudah 14 hari kita bongkar, jenazah rusak bisa menimbulkan penyakit dan membahayakan orang yang hidup," kata Willem, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.

Namun demikian, proses tanggap darurat akan terus dievaluasi, ujarnya.

"Setelah 11 Oktober itu mau bagaimana, saya minta pemda dan masyarakat agar berdialog dengan tokoh adat," sambungnya.

Monumen dan taman

Kepala Dinas Sosial Sulteng, Ridwan Mumu, mengatakan rapat pemerintah pusat dan Pemprov Sulteng sudah membahas untuk memanfaatkan lokasi terjadinya likuifaksi yaitu Petobo dan Balaroa di Palu serta Jono Oge di Kabupaten Sigi, sebagai ruang terbuka hijau (RTH).

“Yang pasti sudah ada usulan untuk tidak lagi ditempati dan jadi monumen dan RTH,” katanya seraya menambahkan, tiga lokasi likuifaksi itu sudah tidak layak dibangunkan kembali pemukiman warga.

“Jika pencarian dihentikan, tiga lokasi tersebut akan ditimbun sehingga menjadi kuburan massal,” katanya, dan meminta warga yang kehilangan anggota keluarga di lokasi itu untuk ikhlas.

Pada hari Senin enam jenazah lagi ditemukan di Balaroa, kata Iwan Setiawan Abbas, yang memimpin tim SAR di lokasi tersebut.

“Kemarin kami menemukan 15 jasad dan sehari sebelumnya 28 mayat,” kata Abbas.

Seorang warga Jono Oge, Fatiah Ahmad (38) mengaku masih bersyukur karena tak ada anggota keluarganya yang menjadi korban ketika perumahan di wilayah tempat tinggalnya mengalami likuifaksi.

“Saya langsung naik ke atap dan rumah saya tidak seluruh terhisap. Untung sekali, kalau tidak cepat naik pasti saya terisap lumpur juga,” terangnya kepada BeritaBenar.

“Bersyukur sekali saya karena lumpur hanya sampai di pinggir atap rumah. Pas tidak ada pergerakan tanah, saya lari ke jalan sekitar 500 meter dari rumah. Alhamdulillah saya bisa selamat.”

Nasib tragis dialami Nur Fida (36), warga Langgaleso, desa yang terdampak oleh geseran rumah dari wilayah Jono Oge. Sebanyak 20 anggota keluarga besarnya – terdiri dari paman, bibi, keponakan, dan saudara kandung – tidak diketahui nasibnya.

“Sampai sekarang saya belum dapat kabar dari mereka semua,” kata Nur sambil terisak, “saya berharap mereka bisa selamat semua, tapi kalau Tuhan berkehendak lain, saya ikhlas dan pasrah.”

Layanan publik

Sementara itu meski masih dalam masa tanggap darurat, warga pengungsi juga sudah bisa mengakses layanan publik setelah pegawai negeri sipil di Palu, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Sigi, diimbau untuk aktif kembali.

Sebagian warga mengurus KTP-elektronik yang raib akibat bencana, seperti dilakukan Irfan (35), warga Kelurahan Lolu Selatan, Kecamatan Palu Selatan.

"KTP hilang, dompet semua hilang. Saya tak ingat lagi karena sibuk menyelamatkan diri dan keluarga," tutur Irfan di kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Palu.

Proses pembuatan KTP baru bagi korban bencana berjalan cepat. Warga melakukan pemindaian mata dan sidik jari dengan waktu kurang dari satu menit.

"Pemerintah menyediakan 2.000 blangko kosong KTP. 2.000 blangko lagi kita cadangkan jika memang perlu penambahan," jelas Direktur Pendataan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Arief M. Edie.

Gubernur Sulteng, Longki Djonggala mengatakan, pegawai negeri sipil (PNS) yang terdampak bencana diimbau untuk mulai berkantor, sesuai instruksi Menteri Dalam Negeri.

"Memang masih ada PNS yang trauma, tapi tetap harus kita aktifkan karena ada surat dari Mendagri. Mudah-mudahan, ini bisa memberikan semangat ke masyarakat bahwa pemerintah daerah hadir," ungkapnya.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulteng, Reni Lamajino, mengatakan bahwa 40 persen dari PNS dibawah wewenangnya telah kembali bekerja dan 70 persen dari puskesmas telah aktif kembali.

Sementara itu puluhan korban luka-luka telah dirawat di KRI dr. Soeharso 990, sebuah kapal rumah sakit, yang berlabuh di Pelabuhan Pantoloan, Palu, sejak seminggu lalu.

Kapal tersebut memiliki 40 tempat tidur dan 93 tenaga medis, seperti dikutip dari Antara.

Tria Dianti di Jakarta turut berkontribusi dalam laporan ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.