Menikmati Selokan Berisi Ribuan Ikan di Yogyakarta
2018.01.24
Yogyakarta

Suara riuh anak-anak usia Taman Kanak-Kanak (TK) yang sedang memberi makan ikan, sambil bercanda dengan ditemani orang tua mereka menjadi pemandangan keseharian di Desa Wukirsari, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
Mereka bukan sedang berada di kolam pemancingan, tapi di tepi selokan yang melintasi desa, tepatnya RT 04 Singosaren.
Menurut seorang warga, Haryadi (50), selokan itu setahun lalu masih berupa parit yang penuh sampah dan bau tidak sedap karena banyak warga membuang sampah di sana.
“Sekarang kami tentu tak tega membuang sampah di selokan, nanti ikannya bisa mati,” ujarnya saat ditemui BeritaBenar, Sabtu, 20 Januari 2018.
Air selokan jernih, dipenuhi ikan. Tak hanya itu, kondisi lingkungan desa juga bersih dan terawat. Tidak ada sampah berserakan di jalanan yang sudah dibeton.
Warga berinisiatif menjaga lingkungan agar sebersih selokan yang berisi ribuan ikan di depan rumah mereka.
Ada sekitar 8.000 ikan Nila yang menghuni saluran irigasi ke sawah warga. Nila adalah jenis ikan yang dikembangbiakkan di air tawar. Nila juga menjadi indikator kebersihan karena ia tak bisa hidup di air yang terkontaminasi bahan kimia.
“Solusi ini cukup efektif untuk mengatasi kebiasaan membuang sampah di parit. Tentu lebih menyenangkan melihat ikan berenang di sekolah daripada sampah,” tutur Ahmad Nuryanto (45), warga lain.
Inisiatif komunitas pemuda
Selokan Wukirsari memiliki lebar dua meter dan salah satu anak aliran sungai Opak, satu dari empat sungai besar di Yogyakarta dan melintasi Sleman juga Bantul dan bermuara di Samudera Hindia.
Sebelum dibersihkan, selokan Wukirsari yang penuh sampah sering meluap bila musim hujan karena saluran mampet.
Komunitas pemuda “Kelompok Pemuda Tansah Bedjo” berinisiatif melakukan gebrakan untuk membersihkan selokan, Juni 2017. Mereka prihatin dengan kondisi got di tengah desa yang penuh sampah dan dangkal.
“Kami melakukan pengerukan sedalam 50 cm, dan rutin membersihkan sampah dengan memakai karung,” ujar Arif Irwansyah (26), anggota kelompok pemuda itu.
Dulu dalam sehari, menurutnya, Kelompok Pemuda Tansah Bedjo bisa mengangkut dua karung lebih sampah plastik dan popok bayi. Tetapi setelah selokan berisi ikan, sampah-sampah yang dibuang di selokan terus berkurang.
Usai pembersihan, pembina kelompok pemuda, Mutohar (50) membuat kincir angin dari besi dan kawat pembatas untuk mencegah sampah masuk ke selokan ikan.
Meski mendapat tanggapan positif, bukan hal mudah untuk memberitahu warga secara langsung agar tak membuang sampah ke selokan karena takut tersinggung.
Mereka mencoba menyadarkan warga dengan meletakkan beberapa tempat sampah di sekitar selokan bersama dengan berbagai mural yang dirasa bisa menggugah kesadaran untuk tidak membuang sampah ke got.
Dengan kondisi selokan dan lingkungan yang terjaga, Arif mengakui sedikit demi sedikit kesadaran warga untuk menjaga lingkungan mulai tumbuh. Sampah yang dipungutinya merupakan sampah terbawa aliran sungai dan terhenti di pembatas selokan.
“Jika RT lain di sepanjang selokan ini mengikuti, mungkin nanti sampah semakin sedikit dan cakupan kolam parit semakin luas, yang sekarang panjang 100 meter bisa jadi 500 meter,” ujar Arif.
Menurutnya, pada akhir pekan banyak warga dari luar Bantul dan Yogyakarta datang berkunjung.
“Mereka ingin melihat selokan ikan di Wukirsari yang fotonya sudah banyak tersebar di media sosial,” tuturnya.
Memberi makan ikan menjadi pilihan yang bisa dilakukan saat mengunjungi selokan itu. Warga setempat menyediakan makanan ikan dalam kantong plastik seharga Rp1000.
Bupati Bantul, Suharsono, mengatakan inovasi pemuda Wukirsari sangat menginspirasi. Pihaknya juga mendukung penanaman ikan dengan memberikan 3.000 benih ikan nila.
“Ide menabur benih ikan di selokan ini sangat kreatif dan inovatif serta bisa memberikan pemahaman pentingnya menjada kelestarian lingkungan,” ujarnya.
Dia berharap warga desa-desa lain meniru akan keberhasilan warga Wukirsari sehingga kondisi lingkungan, terutama selokan, terjaga dan bersih sehingga bisa menjadi daya tarik wisata baru di Bantul.
Belum tentu berhasil
Tapi, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, Halik Sandera, menuturkan yang dipraktikkan di Wukirsari belum tentu dilakukan di lokasi lain karena pencemaran air berbeda di setiap wilayah.
“Jika di tengah kota, mungkin akan sulit sekali karena semua sungai dan selokan sudah tercemar level berat, sedangkan di Wukirsari mungkin kondisi air masih bagus, dalam artian pencemaran zat kimianya tidak separah di kota,” jelasnya.
Dari data Walhi, Daerah Aliran Sungai Opak mempunyai luas sekitar 141.575,229 hektar yang tersebar di enam daerah yaitu empat di Yogyakarta (Sleman, Bantul, Yogyakarta dan Gunungkidul) dan dua di Jawa Tengah (Wonogiri dan Klaten), terdiri dari 14 sungai dengan panjang 438 kilometer.
Sebagian besar dari sungai-sungai tersebut tercemar. Selain itu pembangunan semakin masif membuat resapan minim sementara limbah semakin meningkat.
“Di daerah tertentu, seperti di Wukirsari, kebijakan lokal mungkin sudah bisa mengatasi pencemaran lingkungan termasuk polusi air, tapi di tempat lain penanganannya tidak semudah itu,” pungkas Halik.