Penyerang Gereja di Sleman 'Ingin Nikahi Bidadari'

Menurut polisi, tersangka pernah tiga kali gagal membuat paspor untuk “berjihad” ke luar negeri.
Yovinus Guntur
2018.02.13
Banyuwangi
180213_ID_Suliyono_1000.jpg Aparat desa dan kecamatan bertemu dengan orang tua dan adik Suliyono di rumah mereka di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, 12 Februari 2018.
Yovinus Guntur/BeritaBenar

Sebuah rumah di Desa Kandangan, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur mendadak ramai dari biasanya, Senin pagi, 12 Februari 2018.

Petugas kepolisian, kepala desa, dan jajaran Muspika terlihat berbincang dengan pemilik rumah, Mistaji (58).

Lelaki bersandal jepit dengan pakaian seadanya itu lebih banyak menundukkan kepala. Dialah ayah kandung Suliyono (23), pelaku penyerangan dan perusakan Gereja Santa Lidwina, di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Minggu.

Dalam peristiwa ini, tiga jemaat, Romo Karl Edmund Prier yang memimpin misa, dan seorang polisi mengalami luka akibat sabetan pedang.

Sedangkan Suliyono mengalami luka tembak setelah dua peluru menerjang kakinya.

Saat ditemui BeritaBenar, Mistaji mengatakan Suliyono sempat menelepon sehari sebelum kejadian di Sleman atau pada Sabtu malam. Saat itu, Suliyono mengatakan ingin menikah dengan bidadari.

Mistaji mengaku minta anaknya pulang ke Banyuwangi jika mau menikah, tapi ditolaknya.

"Saya suruh pulang ke Banyuwangi, ditolak dan malah menjawab ingin menikah dengan bidadari. Suliyono juga bilang ingin menyelesaikan khataman Alquran di pondok," ujarnya.

Mistaji tidak tahu maksud pernikahan dengan bidadari, seperti disampaikan putra ketiganya dari empat bersaudara.

Mistaji dan Edi Susiyah, sang istri, adalah buruh tani dan berasal dari keluarga pas-pasan.

Rumah mereka yang berukuran 4 x 10 meter sebagian masih berdinding bambu, ditempati tiga orang, yakni Mistaji dan istrinya serta Solikin – adik Suliyono.

Solikin yang kini berusia 19 tahun, sedang mondok di satu pondok pesantren di Banyuwangi.

Dikenal baik

Aksi Suliyono membuat warga kaget karena selama ini dikenal sebagai pemuda yang baik dan sopan.

Tokoh masyarakat Desa Kandangan, Ahmad Mobarok, mengatakan Suliyono berasal dari keluarga baik-baik dan semasa kecilnya sopan terhadap orang tua dan tetangga.

Suliyono mengenyam pendidikan di SDN Kandangan, kemudian melanjutkan pendidikan di SMPN Pesanggaran.

Ia juga pernah mondok di Pondok Pesantren Ibnu Sina di Kecamatan Genteng, yang diasuh KH. Maskur Ali, Ketua PCNU Banyuwangi. Namun karena tidak kerasan dia hanya bertahan enam bulan di pondokan tersebut.

“Sebagai tetangga Suliyono, saya kaget kalau dia sekarang berubah menjadi radikal. Apalagi, dia berasal dari keluarga sederhana dan sangat baik,” ujar lelaki yang juga pengurus ranting NU di Kecamatan Pesanggaran ini.

Hal senada diungkapkan mantan guru SD Suliyono, Sugiarti (45).

Menurutnya, Suliyono adalah siswa pandai. Bahkan mata pelajaran matematika, Suliyono terkenal sebagai siswa berprestasi.

Kepala Desa Kandangan, Riyono, mengatakan setamat SMP, Suliyono ikut kakaknya di Palu, Sulawesi Tengah.

Suliyono pernah mengenyam pendidikan di sebuah SMA di Palu. Kemudian dia melanjutkan pendidikan di Universitas Tadulako, mengambil jurusan peternakan.

“Karena pada semester dua kuliah nilainya merosot, beasiswa Bidik Misi akhirnya dicabut dan dia harus keluar dari perguruan tinggi,” ujar Riyono.

Setelah drop out dari universitas, informasi yang didapat dari keluarga, Suliyono mondok di sebuah pesantren di Yogyakarta. Biaya mondok dikirim kakaknya.

Lebih tertutup

Pasca-peristiwa di Sleman, keluarga Suliyono lebih tertutup, terutama kepada wartawan. Bahkan Solikin, adik Suliyono meminta awak media untuk tidak mengganggu keluarganya.

“Tolong jangan ganggu Bapak dan Ibu saya,” ujar Solikin kepada sejumlah awak media yang datang ke rumah untuk melakukan peliputan.

Riyono terus melakukan pendekatan kepada keluarga Suliyono dan memberikan motivasi serta semangat kepada ibu Suliyono yang shock ketika mendapatkan kabar kalau putranya kini ditahan polisi.

“Saat ini pihak keluarga tak mau menerima siapapun, kecuali dari kepolisian dan pemerintah saja,” tutur Riyono.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Irjen. Setyo Wasisto mengatakan Suliyono tinggal di Yogyakarta lima hari sebelum melakukan aksinya untuk mencari target yang akan diserangnya melalui internet.

"Dia pulang, kemudian kemarin memondok sebentar di Magelang. Transit di Yogya dia melihat-lihat internet di mana gereja yang dekat-dekat," kata Setyo seperti dilansir laman CNN Indonesia.

Menurut Setyo, Suliyono pernah tiga kali gagal saat berupaya mau membuat paspor untuk pergi ke Suriah karena Kartu Tanda Penduduk (KTP)nya tidak bisa diterima Kantor Imigrasi.

"Dua atau tiga kali. Saya dapat info dia memang berupaya melakukan ‘jihad’ ke luar negeri," pungkas Setyo seraya menambahkan hingga Selasa kondisi kesehatan Suliyono masih belum pulih.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.