Pemerintah Serius Hadapi Gugatan UU Tax Amnesty

Arie Firdaus
2016.07.14
Jakarta
160714_ID_Taxamnesty_1000.jpg Sidang pleno DPR saat pengesahan UU Pengampunan Pajak di Gedung DPR/MPR Jakarta, 28 Juni 2016.
AFP

Pemerintah diminta serius menghadapi gugatan uji materi Undang-undang (UU) Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) yang didaftarkan beberapa lembaga swadaya masyarakat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Keseriusan ini bertujuan agar aturan yang telah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 28 Juni lalu tak rontok di tengah jalan.

"Siapkan kuasa hukum yang hebat, misalnya," ujar pimpinan Badan Anggaran DPR, Jazilul Fawaid kepada BeritaBenar, Kamis, 14 Juli 2016.

Menurutnya, aturan ini tidak boleh sampai terhenti di MK. Pasalnya, pemerintah dan DPR telah menempuh dan melalui jalan panjang hingga akhirnya sepakat mensahkan masalah pengampunan pajak menjadi UU.

"Makanya, saya sekarang khawatir," ujar Jazilul.

Uji materi UU Nomor 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak tersebut didaftarkan masyarakat yang tergabung dalam beberapa lembaga swadaya masyarakat, seperti Yayasan Satu Keadilan (YSK) dan Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) ke MK, Rabu, 13 Juli 2016.

Ketua YSK, Sugeng Teguh Santoso, menyatakan bahwa setidaknya ada 11 pasal di UU Pengampunan Pajak yang mereka gugat ke MK. Pasal-pasal itu yakni, pasal 1 ayat 1 dan 7; pasal 3 ayat 1, 3, dan 5; pasal 4; pasal 11 ayat 2 dan 3; pasal 19; pasal 21; pasal 22; dan pasal 23.

"Intinya, aturan-aturan itu tak adil," jelas Sugeng.  "Jadi MK harus membatalkan secara keseluruhan aturan ini."

Sugeng merujuk, misalnya, pasal 1 ayat 1 yang menyatakan tak ada sanksi administrasi dan pidana bagi wajib pajak yang melapor asetnya dalam kurun waktu pelaksanaan UU Pengampunan Pajak.

Kemudian, tambahnya, pasal 22 yang menggaransi kekebalan hukum bagi pejabat berwenang yang mengurus pengampunan pajak.

"Impunitas itu berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan," katanya kepada BeritaBenar.

Mempersilakan gugatan

Meski terlihat menyesalkan gugatan UU Pengampunan Pajak ke MK, Presiden Joko “Jokowi” Widodo mempersilakan proses ini berjalan hingga tuntas.

“Tidak apa, setiap UU di negara kita selalu di-MK-kan. Terus terang, saya hanya sedikit terganggu. UU apa sih yang tidak (digugat) di MK?” katanya, seperti dikutip dari laman Kompas.com.

Yang pasti, kata Jokowi, pemerintah bakal serius menanggapi gugatan tersebut. Ia telah meminta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution untuk menyiapkan tim khusus gabungan Kementerian Keuangan dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam menghadapi gugatan tersebut.

Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto mengaku siap menghadapi gugatan di MK. Ia menyebut telah menyiapkan beberapa jurus, seperti menyiapkan pembelaan berupa argumen untuk menjawab gugatan-gugatan yang diajukan.

Selain itu, kementerian juga menyiapkan beberapa saksi ahli, khususnya yang bisa memandang bahwa tax amnesty adalah opsi terbaik untuk negara.

"Selain, juga menyatakan bahwa program ini adalah yang terakhir. Tak ada lagi, seiring diterapkannya keterbukaan akses informasi perpajakan di 2018," katanya.

Pemeritah sebelumnya menargetkan bisa menjaring dana sekitar Rp160 hingga Rp180 triliun dengan melaksanaan UU Pengampunan Pajak untuk sembilan bulan ke depan. Estimasi itu nantinya akan dimasukkan ke Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016.

Beberapa peraturan turunan UU itu telah digodok pemerintah. Salah satunya dengan penunjukan tujuh bank persepsi untuk menampung dana repatriasi hasil kebijakan pengampunan pajak. Tak cuma bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN), bank swasta juga dilibatkan dalam pengelolaan dana itu.

Tujuh bank itu adalah PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk, PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank Danamon Indonesia Tbk, PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, dan PT Bank Tabungan Negar.

Berdampak psikologis

Dihubungi terpisah, pengamat pajak Yustinus Prastowo menilai bahwa gugatan UU Pengampunan Pajak ini bisa memengaruhi psikologis wajib pajak yang tadinya berniat memanfaatkan pelaksanaan aturan tersebut.

"Program seperti ini, kan, butuh kepastian hukum tinggi," ujarnya.

Meski begitu, ia menilai gugatan ke MK sebagai langkah baik untuk meredam pro dan kontra yang bermunculan di masyarakat setelah UU itu disahkan.

"Aturan ini, kan, kontroversial," katanya, "jadi, ya, tak apa diuji biar punya legitimasi. Mending diuji sekalian, kan?"

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.