Tekad Berantas Narkoba, Status BNN akan Dinaikkan
2016.03.14
Jakarta

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan mengumumkan, Kamis pekan lalu bahwa pemerintah akan menaikkan status Badan Narkotika Nasional (BNN) menjadi setingkat kementerian untuk mengoptimalkan pemberantasan narkoba.
Menanggapi rencana itu, Ketua Gerakan Nasional Anti Narkoba (Granat), Henry Yosodiningrat menyambut baik karena hal tersebut dianggap sebagai kesungguhan pemerintah memerangi narkoba yang semakin merajalela.
Menurut dia, dengan perubahan status, BNN dan Polri dapat menata ulang kewenangan kedua lembaga tersebut, agak tidak tumpang tindih seperti yang kerap terjadi selama ini.
“Dengan menjadi setingkat kementerian, wewenang BNN akan lebih besar. Saya harap para bandar (narkoba) juga semakin takut bergerak,” ujar Henry kepada BeritaBenar, Senin, 14 Maret 2016.
Kepala BNN Budi Waseso, yang lebih dikenal dengan Buwas, menyebutkan, BNN akan tetap berkoordinasi dengan Polri karena sebagian besar personel BNN berasal dari Kepolisian, seperti halnya KPK dan BNPT.
“UU Narkotika mengatakan BNN berada di bawah presiden tapi berkoordinasi dengan Polri,” ujar Buwas.
Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, pada Pasal 64 ayat 2 mengatakan BNN merupakan lembaga pemerintah non-kementerian yang berkedudukan di bawah presiden dan bertanggungjawab kepada presiden.
Dalam pasal 68 ayat 1 disebutkan Kepala BNN diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Namun pada pasal 70 poin C yang menjabarkan tugas BNN, dikatakan BNN berkoordinasi dengan Kapolri dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
“Pasal 70 inilah yang membuat Kepala BNN dilantik oleh Kapolri,” tutur Buwas.
Jangan ada dualisme
Tetapi, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane yang diminta tanggapannya tidak setuju status BNN dinaikkan setingkat menteri. Dia menyarankan agar BNN lebih diperkuat untuk memberantas peredaran narkoba.
“Dengan tetap di bawah Polri, posisi kepangkatan Kepala BNN berada di bawah Kapolri, sehingga tidak muncul dualisme, karena secara kepegawaian, BNN di bawah Kapolri,” ujar Neta.
Menurut dia, BNN harus menjadi motor pemberantasan narkoba di Indonesia dan penggerak sosialisasi perang terhadap narkoba karena kondisinya sudah sangat darurat.
Yang terjadi selama ini, kata dia, banyak penangkapan kasus-kasus narkoba tetapi peredaran narkoba tetap saja tinggi.
“BNN harus mengkaji apa penyebabnya,” tegas Neta kepada BeritaBenar.
Terkait sosialisasi, Luhut meminta media untuk membantu menyebarluaskan informasi tentang bahaya narkoba kepada masyarakat.
“Kami (pemerintah) dan BNN berencana memanggil seluruh pimpinan stasiun televisi untuk menyiarkan kampanye anti narkoba di jam-jam prime time,” kata Luhut saat berkunjung ke markas BNN di Jakarta, Kamis pekan lalu.
Pada kesempatan yang sama, Buwas juga mengatakan akan mengumpulkan seluruh pimpinan pesantren se-Indonesia untuk sosialisasi bahaya narkoba.
“Kami sudah temukan narkoba mulai masuk ke pesantren-pesantren, karena itu kami harus bergerak cepat untuk mencegah sebelum menyebar,” katanya.
Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan (tengah) didampingi Kepala BNN Budi Waseso (keempat dari kanan) melihat fasilitas sel tahanan dan ruang barang bukti di markas BNN, Jakarta, 10 Maret 2016. (Lintang Sulastri/BeritaBenar)
Menata kembali BNN
Ketika menggelar jumpa pers di kantornya, Jumat lalu, Luhut menjelaskan bahwa rencana menaikkkan BNN menjadi setingkat kementerian merupakan keputusan Presiden Joko Widodo dan Kepala BNN akan berpangkat jenderal bintang empat seperti Kapolri.
“Kami akan menata organisasi BNN agar lebih mandiri dan fasilitasnya akan ditingkatkan. Saya sudah melakukan koordinasi dengan Kemenkeu soal hal ini,” tegas Luhut.
“Presiden sudah bertekad akan meningkatkan status organisasi BNN, karena masalah narkoba yang harus ditangani BNN amat luas,” tambahnya.
Menurut Luhut, untuk memberantas peredaran narkoba yang terorganisir, organisasi yang bertugas memberantasnya pun harus terorganisir dengan rapi.
BNN juga perlu didukung dengan fasilitas yang memadai dalam memerangi peredaran narkoba, katanya.
“BNN ini saya lihat spiritnya tinggi, tapi fasilitas yang ada masih jauh dari apa yang kita harapkan,” ujar Luhut.
Dia menambahkan, BNN menghadapi tantangan yang besar, dimana jumlah transaksi narkoba di Indonesia mencapai angka sekitar 63 triliun rupiah per tahun.
50 orang meninggal tiap hari
Luhut menyebutkan bahwa hampir semua kalangan masyarakat telah dirasuki narkoba mulai aparat pemerintah, anggota TNI/Polri, pengusaha, kontraktor, politisi, hingga anak-anak sekolah dan santri di pesantren.
"Narkoba lebih penting dari radikalisme, (karena) setiap hari hampir 50 orang meninggal (dunia) akibat narkoba,” tegasnya.
Data yang diperoleh Kemenko Polhukam menyebutkan selama 2014-2015 jumlah kasus narkoba yang ditangani aparat kepolisian meningkat 13 persen dibandingkan periode sebelumnya.
Luhut menambahkan akan berkoordinasi dengan BNN untuk mengisolasi para bandar narkoba yang sedang menjalani masa hukuman di penjara.
“Penjara buaya itu adalah kiasan bahwa pemerintah bertekad sekuat tenaga agar para gembong narkoba di penjara tidak punya celah berbisnis. Karena kita tahu, 70 persen peredaran narkoba dikendalikan dari penjara,” pungkas Luhut.