Balita Korban Bom Molotov di Gereja Samarinda Meninggal Dunia
2016.11.14
Jakarta & Balikpapan

Seorang dari empat anak balita yang menjadi korban pelemparan bom di Gereja Oikumene Sengkotek di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), meninggal dunia. Sementara itu, Menteri Agama dan pemuka agama Kristen mengimbau masyarakat untuk tidak terprovokasi.
Intan Olivia Banjarnahor (2,5) menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 04.30 Wita, Senin, 14 November 2016, setelah sempat dirawat intensif atas luka bakar 70 persen yang dideritanya di Rumah Sakit AW Sjahranie Samarinda.
“Meninggal dunia pada subuh hari tadi,” tutur Sekretaris Bendahara Gereja Oikumene Samarinda, Robert Sihine, kepada BeritaBenar, “besok (Selasa, 15 November), korban akan dimakamkan.”
Intan adalah seorang dari empat anak balita korban peledakan yang diduga bom molotov oleh residivis kasus terorisme, di halaman Gereja Oikumene sekitar pukul 10:10 Wita Minggu, 13 November 2016.
Saat kejadian keempat korban sedang bermain di halaman gereja, sementara para orang tua mereka tengah beribadah dalam gereja. Empat sepeda motor rusak dalam kejadian itu.
Tiga anak lain yang hingga kini masih menjalani perawatan adalah Alvaro Aurelius Tristan Sinaga (4), Triniti Hutahaya (3) dan Anita Kristobel (2). Mereka mengalami luka bakar 10 persen hingga 50 persen.
Imbauan
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengutuk penyerangan itu karena hal tersebut tidak semestinya dilakukan umat beragama.
“Kami mengimbau umat beragama tidak perlu terpancing, tak terprovokasi dengan aksi kekerasan seperti itu karena ini bukan tindakan dari umat beragama yang baik,” katanya kepada wartawan, Senin.
“Tidak ada satupun agama mentolerir tindakan kekerasan seperti itu, apalagi dilakukan kepada rumah ibadah. Rumah ibadah itu wajib kita jaga bersama,” tambahnya.
Hal sama dikatakan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) yang mengecam keras aksi tersebut.
“Kekerasan, apapun bentuknya, tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah,” ujar Kepala Humas PGI, Jerry Sumampow dalam rilis yang diterima BeritaBenar.
Ia mengimbau umat Kristen tetap tenang dan tak perlu membangun opini liar, terutama di media sosial, yang dapat menebar teror dan kebencian di masyarakat.
Ketua Setara Institute, Hendardi dalam siaran pers yang diterima BeritaBenar, menyebut kasus itu sebagai “membuktikan pembiaran atas praktik intoleransi terhadap kebebasan beragama telah menjadi medium recoveri kelompok jihadis melakukan aksi-aksi teror.”
Dia berharap pemboman itu adalah momentum bagi pemerintah untuk mempercepat langkah, menyusun kebijakan komprehensif, dalam menangani kasus-kasus intoleransi yang berpotensi atau rentan bertransformasi menjadi gerakan radikal.
Ditangkap
Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah memerintahkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
"Saya sudah perintahkan Kapolri untuk menangani, lakukan sebuah penegakan hukum yang tegas dan usut secara tuntas pelaku," katanya, beberapa jam setelah kejadian.
Kadiv Humas Mabes Polri, Boy Rafli Amar, mengatakan polisi telah menangkap 15 orang yang diduga terkait dengan pelaku berinisial J alias Joh alias MBC (32). Pelaku juga sudah ditangkap beberapa saat setelah melakukan aksinya.
“Proses pemeriksaan terhadap mereka yang dicurigai diupayakan dalam 7x24 jam. Nanti akan ditentukan apakah sebatas saksi atau memberikan perbantuan kepada tersangka,” katanya dalam jumpa pers di Mabes Polri, Senin.
J adalah residivis teror bom buku Puspitek Tangerang, 2012 silam, di bawah pimpinan Pepi Fernando. J sempat menjalani hukuman penjara 3,5 tahun dan bebas bersyarat, tahun 2014, sementara Pepi Fernando dihukum 18 tahun penjara, Maret 2012.
Pakar terorisme dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib, menyatakan setelah bebas bersyarat, pelaku pernah ditangkap polisi di Pare Pare, Sulawesi Selatan, karena membawa bendera ISIS.
"Sangat disayangkan kewaspadaan aparat lengah, padahal seharusnya diawasi terus, " katanya kepada BeritaBenar.
Dia menilai serangan itu dipersiapkan secara cermat karena “targetnya sangat spesifik, gereja.”
"Pelaku tidak sendirian, dia dibantu oleh jaringannya. Ini direncanakan dan sudah dipersiapkan," ujar Ridlwan.
Kapolda Kaltim, Irjen Pol. Safaruddin menyatakan, saat umat Kritiani sedang beribadah dalam gereja, seorang pria mengenakan kaos hitam bertuliskan “jihad” melemparkan bungkusan yang belakangan diketahui bom molotov.
“Bom langsung meledak serta melukai para korban dan merusak kendaraan bermotor di sekitar itu,” ujarnya kepada BeritaBenar.
Sesaat bom meledak, Safaruddin menuturkan, pelaku langsung kabur dengan menerjuni Sungai Mahakam di seberang gereja. Warga mengejar dan menangkap pelaku dalam sungai. Dia sempat dipukul sebelum diserahkan ke polisi.
Serangan gereja di Samarinda, jelas Safaruddin, adalah upaya sel teroris membangun pengaruh di luar Jawa.
“Mereka berupaya menyebarkan rasa tidak aman dengan menjadikan Kota Samarinda sebagai target operasinya. Mereka mencari tempat tempat untuk melancarkan aksinya,” paparnya.
Dosen Fakultas Sosial Politik Universitas Mulawarman, Nurliah, menyatakan pelaku teror hendak merusak kerukunan antarumat beragama yang sudah lama terbangun sangat baik di Kalimantan Timur.
“Warga Kaltim taat beragama, tapi mereka tidak suka menganggu kehidupan beragama orang lain,” paparnya.
Vihara disasar di Singkawang
Sementara itu, Vihara Budi Darma di Singkawang, Kalimantan Barat (Kalbar), dilempari botol bersumbu yang diduga bom molotov, Senin sekitar pukul 03.15 Wib. Tak ada korban jiwa dalam insiden itu.
Kabid Humas Polda Kalbar, Kombes Pol. Suhadi Sw mengatakan, dua orang bersepeda motor tidak dikenal diduga sebagai pelaku pelemparan. Polisi masih mengejar pelaku.
Menurut Suhadi, penjaga Vihara bernama Agung Maalim dan Bong Lie Fen baru mengetahui ada pelemparan setelah mendengar suara pecahan kaca dan melihat percikan api di halaman vihara.
Meski tidak menimbulkan korban jiwa dan kerusakan, tambahnya, polisi menganggap kasus itu sebagai peristiwa serius dan perlu penanganan segera.
Severianus Endi di Pontianak turut berkontribusi dalam artikel ini.