Tiga tentara pelaku mutilasi warga Papua dihukum seumur hidup

Aktivis mendukung keputusan itu dan menekankan semua proses pengadilan yang melibatkan aparat negara dilakukan transparan di pengadilan sipil.
Nazarudin Latif
2023.02.16
Jakarta
Tiga tentara pelaku mutilasi warga Papua dihukum seumur hidup Foto almarhum Arnold Lokbere (kiri) - seorang pengurus gereja dan almarhum Irian Nirigi (kanan) - kepala desa di Yunat, Kecamatan Kenyam, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan. Mereka adalah dua dari empat korban mutilasi pada 22 Agustus 2022 yang sebagian pelakunya adalah anggota TNI.
[Foto dokumentasi keluarga]

Pengadilan militer pada Rabu (15/2) menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup pada dua orang prajurit terdakwa kasus mutilasi empat warga sipil di Papua, setelah pada bulan lalu menjatuhkan vonis serupa kepada seorang anggota TNI lainnya untuk perkara yang sama.

Pratu R. Amir Sese dan Pratu Rizky Oktaf Muliawan terbukti melakukan pembunuhan berencana dan dihukum seumur hidup serta dipecat dari dinas militer dalam vonis yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Militer Jayapura Kolonel Rudy Dwi Prakamto pada Rabu, ujar juru bicara Kodam Cenderawasih Kolonel Herman Taryaman.

Pada Januari terdakwa lain yaitu Mayor Infanteri Helmanto Fransiskus Dakhi juga dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dan dipecat dari kesatuannya oleh pengadilan Militer Tinggi Surabaya.

Kasus pembunuhan disertai mutilasi yang terjadi pada 22 Agustus 2022 di Distrik Mimika Baru, Mimika, dengan korban empat orang warga sipil itu melibatkan 10 orang terdakwa, yaitu enam dari kalangan militer dan empat warga sipil.

Dua terdakwa militer lainnya Pratu Robertus Putra Clinsman dan Praka Pargo Rumbouw mendapatkan hukuman masing –masing penjara 20 tahun dan 15 tahun. Keduanya juga dipecat dari keanggotannya sebagai TNI, kata Herman dalam keterangan tertulis.

Seorang pelaku lain yaitu Kapten Infanteri Dominggus Kainama meninggal dunia pada Desember 2022 lalu.

Empat terdakwa dari kalangan sipil diadili di Pengadilan Negeri Kota Timika, Mimika.

Keempat korban pembunuhan dan mutilasi itu adalah Arnold Lokbere – seorang pengurus gereja, Lemaniel Nirigi - seorang sopir perahu, Atis Tini- yang menurut kartu keluarganya berusia 17 tahun, dan Irian Nirigi - pejabat aktif kepala Desa Kampung Yunat sekaligus pengurus gereja di Kenyam, Nduga, demikian menurut sumber kelompok hak asasi manusia KontraS.

Empat korban bertemu pelaku untuk membeli senjata jenis AK 47 dan FN serta sudah menyiapkan uang tunai sebesar Rp250 juta, namun para pelaku tidak membawa senjata yang dipesan, dan malah menembak para korban, kata polisi.

Setelah empat orang korban tewas, para pelaku memutilai para korban dan anggota badan mereka ditaruh dalam enam karung berbeda. Karung itu selanjutnya diisi batu-batu dan dibuang ke Sungai Kampung Pigapu, Distrik Iwaka, Mimika.

Keluarga minta hukuman terberat

Pengacara keluarga korban Narik Yimin Tabuni berharap hukuman ini tidak berubah jika para terdakwa mengajukan banding. Saat ini baru Helmanto yang dia ketahui mengajukan banding.

“Kami berharap semua pelaku baik dari TNI maupun sipil mendapatkan hukuman setimpal, paling tidak semua dipenjara seumur hidup,” ujar dia pada BenarNews.

Mereka mengaku terus mengawal kasus ini, terutama menjelang vonis yang akan dijatuhkan pada empat orang pelaku dari kalangan sipil.

“Kami keluarga korban, kami semua pelaku ingin hukuman mati. Kami ingin persidangan berpihak pada keluarga korban, paling tidak pelaku mendapatkan hukuman seumur hidup semua,” ujar dia.

Dengan mengawal persidangan ini, menurut Narik, keluarga korban sebenarnya sedang membantu negara agar masyarakat Papua mempercayai hukum.

“Jangan sampai hukuman ini berubah dari ‘tulisan’ menjadi ‘angka’ nanti saat banding. Jika demikian, maka kami orang Papua dan keluarga korban menganggap hukum tidak berpihak pada kami,” ujar dia.

Keluarga korban sejak 17 November 2022 lalu sudah berada di Jakarta berusaha bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Panglima TNI Yudo Margono dan Presiden Joko Widodo.

“Kami keluarga korban menjalankan amanat dari masyarakat bahwa putusan pada pelaku, tidak boleh ada perubahan,” ujar Narik.

"Akhiri impunitas pelanggar hak asasi"

Aktivis hak asasi manusia menyambut baik putusan tersebut.

“Berdasarkan putusan tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Penegakan Hukum dan HAM mengapresiasi bunyi putusan tersebut,” demikian pernyataan koalisi tersebut.

Menurut mereka, para terdakwa dari kalangan militer itu merugikan nama baik TNI.

Usman Hamid, Direktur Amnesty International Indonesia mengatakan putusan Pengadilan Militer ini menunjukkan betapa serius sifat kekejaman yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban.

Karena itu harus ada evaluasi menyeluruh mengenai kekerasan yang dilakukan aparat negara, dalam hal ini TNI, khususnya di Papua, karena ini bukan peristiwa yang terjadi untuk pertama kali, dan selalu berulang.

Menurut dia, proses pengadilan yang melibatkan aparat negara harus dilakukan secara terbuka dan di pengadilan sipil.

“Akses harus mudah bagi keluarga korban untuk menyaksikan dan menghadiri sidang kasus pembunuhan di luar hukum,” kata Usman.

“Kami juga mendesak agar semua kasus pembunuhan di luar hukum di Papua, tanpa terkecuali, harus diusut secara tuntas di pengadilan sipil,” ujar dia.

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Adriana Elisabeth mengatakan paling penting dari putusan tersebut adalah berakhirnya impunitas bagi pelanggar hak asasi.

“Bagi masyarakat di daerah konflik, mereka inginkan ada keadilan dan dipenuhi, dan menghilangkan kesan adanya impunitas. Pelaku siapapun dia dalam posisi apapun harus dihukum sesuai dengan aturan,” ujar dia.

Selama ini proses peradilan militer dirasa tertutup dan hanya bisa diakses saat putusan, ujarnya.

“Keinginannya kan memang semua diselesaikan di pengadilan umum,” jelasnya.

Pizaro Gozali Idrus di Jakarta turut berkontribusi dalam artikel ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.