Wirausaha, Sekolah, dan Panti Asuhan, Gotong-royong TKI Banyuwangi

Dari 33.897 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Jawa Timur sepanjang tahun 2016, sebanyak 4.039 orang berasal dari Banyuwangi.
Yovinus Guntur
2017.06.21
Surabaya
170621_ID_TKI_1000.jpg Empat perempuan membuat kue setelah ikut pelatihan wirausaha yang dilaksanakan Keluarga Migran Indonesia (KAMI) di Banyuwangi, Jawa Timur, 18 Juni 2017.
Yovinus Guntur/BeritaBenar

Sepuluh perempuan duduk bersila di teras sebuah rumah. Mereka menikmati rutinitas baru, membuat kue kering. Semua mendapat tugas masing-masing. Ada yang mencampur adonan kue, memasukkan adonan ke oven hingga menyusun kue dalam toples.

Ke-10 perempuan itu merupakan bekas Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dari Banyuwangi, Jawa Timur, yang pernah bekerja di Taiwan dan Hongkong. Sepulangnya dari rantau, mereka bergabung dalam Keluarga Migran Indonesia (KAMI) Banyuwangi dan berwirausaha di kampung halaman.

Ani Sugiyati, seorang anggota yang pernah bekerja di Taiwan mengaku ia bergabung dengan KAMI, karena ingin berwirausaha dan menciptakan kewirausahaan di kalangan anggota.

“Kami berharap bisa berwirausaha bersama dan menciptakan ekonomi keluarga yang lebih baik. Kehadiran KAMI juga membantu penyelesaian permasalahan yang dialami TKI di luar negeri dan bekas TKI di Jawa Timur, khususnya Banyuwangi,” tuturnya.

Koordinator KAMI, Krishna Adi, mengatakan tujuan pendirian komunitas itu adalah untuk memberdayakan kewirausahaan TKI sepulangnya mereka ke Banyuwangi.

“Kami ingin mereka tidak pergi lagi ke luar negeri dan bisa bersama dengan keluarga untuk mengembangkan usaha,” ujarnya kepada BeritaBenar.

Selama ini, jelasnya, segala bentuk pelatihan kewirausahaan tak ada pendampingan ataupun bantuan dari pemerintah.

Seluruh biaya pelatihan dan pendampingan hasil gotong royong dan urunan anggota KAMI yang berjumlah 200 orang. Mereka juga mendapatkan bantuan donatur, terutama TKI yang masih bekerja di luar negeri.

“Kami juga ingin membuka mata hati semuanya, bahwa kami mampu dan bisa membuka lapangan kerja,” tuturnya.

Selain menciptakan wirausaha di bidang kuliner, KAMI sedang merintis peternakan modern burung puyuh. Setelah uji coba, peternakan mendapat respon baik dari TKI asal Banyuwangi yang bekerja di luar negeri.

Bahkan, ada beberapa di antara mereka yang sudah berencana untuk membuka peternakan burung puyuh saat pulang ke tanah air.

Sekolah gratis

KAMI juga menjadi bagian dari Warga Muslim Indonesia Taiwan Ikatan Keluarga Besar Banyuwangi (WMIT Ikawangi), dengan mendirikan Panti Asuhan dan SMP Nahdlatul Ulama (NU) Terpadu Baitussalam di Kecamatan Cluring, Banyuwangi.

Krishna yang menjabat Ketua Yayasan Panti Asuhan WMIT Ikawangi Baitussalam mengaku Panti Asuhan dan SMP itu didirikan khusus untuk anak yatim piatu, anak-anak TKI, dan anak jalanan.

Sekolah mulai menerima siswa sejak tahun 2014. Anak yatim piatu, anak jalanan dan anak keluarga tak mampu bisa bersekolah di SMP NU Terpadu tanpa harus bingung memikirkan biaya, karena gratis. Mereka juga bisa tinggal di Panti Asuhan.

Siswa SMP NU Terpadu mendapatkan dua ilmu sekaligus, yakni ilmu pengetahuan dan ilmu agama.

“Pagi hari, siswa akan mendapat pendidikan formal dengan pengajar profesional. Sedangkan siang hingga sore, ada pendidikan agama seperti menghafal Alquran,” jelas Krishna.

Isni Rofiatun, pengawas Panti Asuhan menjelaskan, saat ini ada 150 siswa SMP NU Terpadu Baitussalam. Rinciannya 80 siswa putra dan 70 putri. Untuk tahun pelajaran baru, Juli nanti, ditargetkan ada 60 persen siswa dari keluarga TKI.

Suasana proses belajar-mengajar kitab kuning di SMP NU Terpadu Baitussalam Banyuwangi, 17 Juni 2017. (Yovinus Guntur/BeritaBenar)

Tanpa bantuan pemerintah

Apa yang dilakukan KAMI dan WMIT Ikawangi, membuat mereka jadi contoh bagi TKI lain. Bahkan, seringkali Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menyebut kedua namanya di forum-forum nasional maupun internasional.

Meski disebut tidak ada dukungan, pemerintah setempat tetap mengklaim telah melakukan pendampingan kepada komunitas TKI tersebut.

Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Banyuwangi, Alam Sudrajat mengatakan, pihaknya terus berkomunikasi dan memberikan dukungan agar KAMI dan WMIT Ikawangi tetap eksis dalam melakukan kegiatannya.

Alam menjelaskan bahwa selama ini pihaknya telah mendampingi mereka dalam mendirikan koperasi dan toko untuk berjualan sembako.

“Kami memang tidak ada anggaran untuk itu. Tapi kami melakukan komunikasi, sehingga keberadaan yayasan betul-betul memberi manfaat bagi keluarga TKI. Kami ingin pendidikan anak-anak TKI bisa berjalan dengan baik,” jelasnya.

Tapi, Krishna prihatin dengan sikap pemerintah yang tidak memberi bantuan dalam bentuk dana. Padahal saat awal pembangunan pada 2012 sempat ditinjau langsung Menteri Tenaga Kerja saat itu, Muhaiman Iskandar.

“Sampai kini tidak ada bantuan dari pemerintah, padahal kami selalu dijadikan percontohan dan menjadi inspirasi bagi para TKI lainnya,” tuturnya.

Krishna menjelaskan, KAMI dan WMIT Ikawangi belum menjalin kerjasama dengan pihak lain. Seluruh biaya adalah hasil swadaya anggota WMIT dan donatur lain. Panti Asuhan dan SMP NU Terpadu dibangun di atas tanah wakaf yang disumbangkan seorang TKI.

Proses pendirian bangunan yang mencapai Rp1 miliar lebih berasal dari hasil gotong-royong TKI yang pernah dan masih bekerja di luar negeri. Mereka tak hanya dari Banyuwangi, tetapi TKI dari daerah lain di Jawa Timur.

Menurut data dari Loka Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (LP3TKI) Surabaya, dari 33.897 TKI asal Jawa Timur sepanjang tahun 2016, sebanyak 4.039 orang berasal dari Banyuwangi.

“Dari hasil gotong royong mantan TKI dan teman-teman yang masih bekerja di luar negeri, kami berhasil mendirikan panti asuhan dan sekolah,” pungkas Krishna.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.