Sebut Jokowi ‘Banci’, Penceramah Bahar bin Smith Diperiksa Polisi
2018.12.06
Jakarta

Pendiri Majelis Pembela Rasulullah, Bahar bin Ali bin Smith, Kamis, 5 Desember 2018, diperiksa penyidik Mabes Polri atas dugaan ujaran kebencian terhadap Presiden Joko "Jokowi" Widodo.
Sebelumnya dalam sebuah ceramah di Palembang, Sumatera Selatan pada Januari 2017, pria 33 tahun tersebut menyebut Jokowi sebagai ‘banci’.
"Kalau kamu ketemu Jokowi, kamu buka celananya. Jangan-jangan haid Jokowi itu. Kayaknya banci itu," kata Bahar dalam ceramahnya.
Ini merupakan pemeriksaan pertama Bahar, setelah ia mangkir dari panggilan pertama, Senin lalu.
Mengenai ketidakhadiran dalam panggilan pertama, Bahar beralasan belum beroleh surat panggilan pemeriksaan.
"Belum sampai suratnya (panggilan)," kata salah seorang kuasa hukum Bahar, Novel Bamukmin, di Bareskrim Polri.
Bahar datang sekitar pukul 12.00 dengan mobil berwarna hitam, dalam kawalan ketat para pengikutnya.
Bahar tak berkomentar sepatah kata pun saat ditanya wartawan kala memasuki gedung Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri.
Hingga pukul 21.00, pemeriksaan masih berlangsung.
Ditemui di sela-sela pemeriksaan, Novel tidak memerinci materi pemeriksaan kliennya dan meminta menunggu hingga pemeriksaan usai. Dalam kasus ini, Bahar sampai Kamis malam, masih berstatus saksi.
Di luar kompleks Bareskrim Polri sekitar 10 pendukung turut mendampingi pemeriksaan Bahar.
Secara bergantian mereka berorasi, mengecam kepolisian dan pemerintah yang dinilai sedang mengkriminalisasi tokoh-tokoh agama.
Salah seorang kuasa hukum Bahar, Aziz Yanuar, pun menyuarakan pendapat serupa.
"Klien kami adalah korban rezim," kata Aziz.
Ia mencontohkan perlakuan kepolisian yang dianggapnya berbeda tatkala menyelidiki tokoh-tokoh yang sepihak dengan pemerintah, semisal Sukmawati Sukarnoputri atau Victor Laiskodat, yang merupakan politikus Partai Nasional Demokrat --partai pendukung pemerintah.
"Ini (kasus Bahar) seolah-olah ingin membungkamnya, karena ia selama ini kerap mengkritik pemerintah," tambah Aziz.
Beberapa laporan
Bahar sebelumnya dilaporkan oleh kelompok Jokowi Mania ke Bareskrim pada 28 November 2018.
Ia dinilai melanggar Pasal 207 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta Pasal 16 juncto Pasal 4 huruf b angka 1 dan Pasal 45 ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Tuduhan serupa kepada Bahar juga didaftarkan ke Mapolda Metro Jaya pada hari yang sama oleh advokat Muannas al Aidid.
Sebelum memeriksa Bahar, penyidik Bareskrim Polri juga telah memeriksa sebelas orang saksi dan empat orang ahli.
Mengenai kemungkinan Bahar ditetapkan sebagai tersangka, Novel mengatakan kliennya siap mengajukan praperadilan.
Kerap bermasalah
Bahar bukan kali ini saja berurusan dengan penegak hukum. Enam tahun lalu, ia juga pernah ditangkap setelah terlibat dalam penyerangan sebuah kafe di kawasan Jakarta Selatan.
Bahar kala itu beralasan bahwa perusakan dilakukan karena pengelola tetap membuka kafe dan menjual minuman keras saat bulan Ramadan.
"Mereka berbuat maksiat di sana. Mabuk-mabukan, jadi harus ditindak," ujar Bahar ketika itu.
Belakangan, ia dijerat Pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang perusakan dengan ancaman lima tahun penjara.
Tak hanya terlibat aksi di kafe, Bahar bersama kelompoknya juga pernah menyerang jemaah Ahmadiyah di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, dan membuat kerusuhan di makam Mbah Priok, Jakarta Utara.
Akibatnya, Bahar sempat ditahan kepolisian untuk beberapa saat.
Dalam kasus dugaan ujaran kebencian terhadap Presiden Jokowi, kepolisian telah mengajukan pencekalan untuk bepergian ke luar negeri atas Bahar sejak Sabtu pekan lalu, kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo kepada BeritaBenar.
Dalam sejumlah kesempatan, Bahar telah menolak meminta maaf karena menyebut Jokowi sebagai banci.
"Minta maaf? Saya mengatakan Jokowi presiden banci karena waktu aksi 411 (4 November 2016), jutaan umat Islam mendatanginya di depan istana untuk bertemu. Namun dia sebagai presiden malah lari dari tanggung jawab dan memilih urusan yang tidak penting," ujar Bahar pada Sabtu pekan lalu, seperti dilansir laman Tempo.co.