Ahok Dapat Remisi Natal
2017.12.19
Jakarta

Direktorat Jenderal (DItjen) Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memberikan pengurangan masa hukuman (remisi) sebanyak 15 hari kepada mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama pada perayaan Natal, 25 Desember mendatang.
Pengurangan tersebut merupakan remisi khusus yang diberikan kepada narapidana yang dianggap berkelakuan baik setiap perayaan hari besar keagamaan yang dianut sang pesakitan. Terdapat pula remisi yang diberikan setiap hari kemerdekaan Indonesia.
“Iya (mendapatkan remisi), karena berkelakuan baik,” kata Adek Kusmanto, Kabag Humas Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham, kepada BeritaBenar, Selasa, 19 Desember 2017.
Adek tak memerinci berapa orang narapidana selain Ahok yang turut mendapatkan remisi Natal. Ia berdalih surat keputusan terkait remisi sampai kini belum ditandatangani.
“Nanti saja tanggal 25 Desember. Saya tidak mau mendahului,” tambah Adek.
Pengurangan hukuman kali ini adalah yang pertama untuk Ahok. Kala perayaan ulang tahun Indonesia pada 17 Agustus lalu, ia tak mendapatkan pengurangan masa hukuman lantaran belum memenuhi syarat penerima remisi.
Merujuk Pasal 34 ayat 2 dan 3 Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, seorang narapidana memang baru bisa mendapatkan remisi jika telah menjalani hukuman selama enam bulan serta dianggap berkelakukan baik.
Usulan remisi disampaikan kepada Menteri Hukum dan HAM oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Kepala Rumah Tahanan, atau Kepala Cabang Rumah Tahanan Negara tempat narapidana diinapkan. Ahok ditahan di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua Depok, Jawa Barat.
Ahok resmi menyandang status narapidana kasus penistaan agama pada 8 Juni lalu —vonis dibacakan sebulan lebih awal, setelah mengurungkan niat banding atas putusan dua tahun penjara yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Pada Desember ini, ia tepat enam bulan telah menjalani hukuman penjara.
“Maka itu haknya (remisi). Karena sudah enam bulan ke atas,” kata salah seorang kuasa hukum Ahok I Wayan Sudirta kepada BeritaBenar, memberi penegasan kelayakan remisi.
“Sesuai aturan, besarannya 15 hari.”
Potensi Bebas
Pengamat hukum Universitas Indonesia, Teuku Nasrullah, menambahkan Ahok memang telah layak beroleh pengurangan masa hukuman secara aturan.
“Ini namanya remisi hari raya. Ahok kan beragama Kristen, maka remisi diberikan pada Hari Raya Natal,” kata Nasrullah.
“Jumlahnya setengah bulan karena baru menjalani hukuman enam bulan.”
Nasrullah enggan menanggapi kemungkinan unsur keberpihakan atau “tebang pilih” ihwal pemberian remisi terhadap Ahok, mengingat pengajuan remisi disampaikan oleh rumah tahanan.
“Kewenangan mereka (pihak rutan). Tapi kan ada syaratnya,” pungkasnya.
Serupa penilaian sejawat Nasrullah, Chudry Sitompul, dengan menyebut pengajuan remisi sejatinya tak bisa dilakukan serampangan.
“Harus memenuhi syarat-syarat khusus. Di antaranya berkelakuan baik dan telah menjalani masa pidana lebih dari enam bulan,” kata Chudry, seperti dikutip dari laman Tempo.co.
“Persyaratan berkelakuan baik itu juga dibuktikan dengan tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam waktu enam bulan terakhir. Selain itu, narapidana juga telah mengikuti program pembinanaan yang diselenggarakan lembaga pemasyarakatan dengan baik.”
Selain remisi Natal, Ahok juga berpotensi menerima remisi hari kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 2018 sebesar dua bulan.
Andaikata mendapatkannya, Ahok pun berkemungkinan segera menghirup udara bebas. Namun dengan catatan, kuasa hukum mengajukan pembebasan bersyarat.
Pembebasan bersayarat memang dapat diajukan jika seorang terpidana telah menjalani dua pertiga masa hukumannya. Tenggat dua pertiga masa hukuman Ahok jatuh pada September 2018.
Terkait kemungkinan mengajukan ini, I Wayan Sudirta enggan menjawab.
“Kami belum membahasnya,” kata Sudirta. “Saya tidak mau hitung-hitungan dulu deh.”
‘Asal Sesuai Prosedur’
Mengenai remisi dan kemungkinan pengajuan pembebasan bersyarat Ahok, sejumlah warga Jakarta menyambut baik.
“Bagus. Lagian kasus Pak Ahok dulu kan terlihat dipaksakan,” kata Yusman Saputra.
Begitu juga pendapat Reni Yusliawati.
“Enggak apa-apa. Itu kan hak beliau,” katanya.
Sedangkan juru bicara Front Pembela Islam (FPI) Slamet Maarif tak mau berkomentar panjang.
“Kalau sesuai prosedur, ya, enggak apa-apa,” katanya.
FPI merupakan salah satu kelompok yang aktif menggerakkan unjuk rasa menentang Ahok, terkhusus sejak potongan video pidatonya yang menyitir al-Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu pada September 2016 menjadi viral di dunia maya menjelang Pilkada DKI Jakarta.
Video pidato itu juga menggiring Ahok dipenjara atas dakwaan penistaan agama di tengah tekanan dan demonstrasi besar-besaran dari sejumlah kelompok Islam. Dia juga kalah oleh Anies Baswedan dalam pemilihan gubernur Jakarta April lalu, Pilkada yang tak terlepas dari saratnya nuansa isu agama dan etnis (SARA).
Ahok yang beragama Kristen dan keturunan Tionghoa, kinerjanya sebagai gubernur banyak dipuji warga karena dianggap tegas, anti korupsi, dan membawa pembaharuan dalam perbaikan birokrasi di ibukota. Namun pada saat yang sama, gaya komunikasinya yang dianggap tidak santun banyak mengundang kecaman. Selain itu, beberapa kebijakannya seperti penggusuran dan relokasi warga atas nama perbaikan lingkungan Jakarta mendatangkan banyak pro dan kontra.
Ketika ditanya apakah FPI akan kembali turun ke jalan menentang remisi Ahok? Slamet hanya menjawab singkat, seraya tertawa, “Enggaklah.”