AS: Hubungan dengan Kopassus Menuju Pemulihan

Washington dalam proses remidiasi dengan pasukan elit TNI yang pernah masuk daftar hitam dalam pemerintahan AS.
Roni Toldanes & Arie Firdaus
2018.02.27
Washington dan Jakarta
180227-ID-kopassus-1000.jpg Personel Komando Pasukan Khusus saat peringatan HUT TNI ke-68 di Jakarta, 5 Oktober 2013.
AFP

Amerika Serikat (AS) mengambil langkah-langkah untuk membuka kembali pelatihan dengan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat, demikian disampaikan pihak berwenang Negara Paman Sam tersebut, setelah unit khusus tersebut sempat dikenai sanksi selama hampir dua dekade karena tuduhan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Kedua negara kini sedang melalui sebuah proses di bawah perundangan Amerika untuk memungkinkan Washington membangun kembali kontak militer-dengan  Kopassus, demikian kata sejumlah pejabat Departemen Pertahanan dan Luar Negeri AS kepada BeritaBenar.

"Kami sedang melakukan proses yang disebut 'remediasi'," kata Letnan Kolonel Chris Logan, juru bicara Pentagon, dalam sebuah wawancara telepon ketika diminta untuk mengonfirmasi laporan bahwa militer AS telah memulihkan pelatihan dengan Kopassus.

“Itu adalah keinginan Amerika. Tapi ada peraturan yang harus kami ikuti untuk bisa bekerja sama dengan mereka [Indonesia],” ujar Logan.

Di Jakarta, juru bicara kedutaan AS. mengatakan kunjungan bulan lalu oleh Menteri Pertahanan AS James Mattis telah menunjukkan bahwa "AS berkomitmen memperdalam kerja sama pertahanan dengan Indonesia dan membuka kesempatan kerja sama di bidang lain."

"Semua kegiatan yang dilakukan harus sesuai dengan hukum AS," demikian kata juru bicara tersebut kepada BeritaBenar melalui email. "Kami mendukung usaha Indonesia untuk mempromosikan hak asasi manusia dan penegakan hukum, dan kami juga akan melanjutkan diskusi tentang pentingnya keterbukaan mengenai pelanggaran di masa lalu."

Bantuan dengan prasyarat HAM

Di bawah apa yang disebut “Undang-undang Leahy" yang diimplementasikan Kongres pada tahun 1998, Washington memutuskan hubungan dengan Kopassus setahun kemudian atas klaim bahwa pasukan elit itu telah membunuh warga sipil dan melakukan pelanggaran HAM di Aceh, Papua Barat, dan Timor Leste, yang saat itu masih menjadi bagian Indonesia.

Undang-undang tersebut mengatur prasyarat kondisi penegakan HAM dalam alokasi bantuan militer AS ke negara-negara lain.

Berdasarkan Undang-undang Leahy, Kongres dapat melarang bantuan AS ke unit keamanan negara lain, jika terbukti negara bersangkutan melakukan "pelanggaran HAM berat." Ini bisa termasuk pembunuhan di luar proses hukum, penyiksaan, dan penghilangan paksa.

Undang-undang, yang dikodifikasikan berdasarkan Undang-undang Bantuan Luar Negeri AS memungkinkan Departemen Pertahanan dan Departemen Luar Negeri untuk memulai kerja sama kembali dengan unit yang tadinya masuk dalam daftar hitam melalui "kebijakan remediasi".

Menurut lembar fakta Departemen Luar Negeri AS mengenai undang-undang ini, remediasi "dapat terjadi bila AS menentukan bahwa pemerintah negara bersangkutan telah mengambil tindakan efektif untuk membawa mereka yang bertanggung jawab ke pengadilan" melalui penyelidikan, penuntutan atau tindakan administratif, di antara hal-hal lainnya.

"Kami harus melaksanakannya berdasarkan peraturan agar bisa bekerja sama dengan semua kekuatan militer di Indonesia," kata Logan juru bicara Pentagon.

"Jadi kita harus memiliki rencana yang legitimate yang memungkinkan kita melakukan kerjasama militer-ke-militer dengan mereka [Indonesia]. Kami tidak akan bisa melakukan itu sampai kami melakukan proses ini,” tambahnya.

Wiranto: ‘Tidak ada masalah!’

Wawancara dengan pejabat AS ini menyusul komentar mengenai Kopassus dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, yang juga adalah Panglima TNI tahun 1998-1999.

Pekan lalu, di hadapan wartawan Wiranto mengatakan bahwa sanksi dan embargo AS terhadap Kopassus telah dicabut, setelah berlaku selama sekitar 19 tahun.

“Ya, tidak ada (sanksi),” ujar Wiranto, “sudah sejak sebulan lalu saya bertemu dengan utusan khusus dari AS soal itu. Tidak ada masalah.”

Wiranto mengeluarkan pernyataan tersebut sehari setelah Duta Besar AS untuk Indonesia, Joseph R. Donovan, mengadakan pertemuan dengan Kepala Staf Presiden, Moeldoko.

Saat itu Donovan menginformasikan bahwa Pemerintah AS berencana kembali menggelar latihan militer bersama Kopassus.

"Mungkin dimulai dengan Detasemen 81 Kopassus," ujarnya, dikutip dari situs Kantor Staf Presiden.

Detasemen 81 Kopassus adalah pasukan elit TNI Angkatan Darat yang dikhususkan pada penanggulangan terorisme.

Menurut Donovan, pelatihan ini digelar karena Indonesia dianggap mitra strategis AS, terutama di kawasan Asia Pasifik.

Akuntabilitas

Namun, tetap tidak jelas apakah mantan anggota Kopassus yang telah dituduh melakukan pelanggaran HAM akan dibawa ke pengadilan menjelang dipulihkannya kerjasama militer secara penuh.

Wiranto menjabat sebagai pimpinan militer Indonesia pada tahun 1999 ketika Kopassus dituduh melakukan pelanggaran di Timor Leste, saat warga di sana memberikan suara dalam referendum yang didukung PBB untuk memilih tetap bersama dengan atau melepaskan diri dari Indonesia.

Sejak Kopassus masuk daftar hitam AS pada tahun itu, beberapa veteran dari unit tersebut malah memegang peran penting dalam politik Indonesia.

Ini termasuk Prabowo Subianto, seorang mantan komandan Kopassus yang pasukannya dilaporkan membunuh warga sipil di Dili, ibu kota Timor Timur, pada tahun 1983, menurut Human Rights Watch (HRW).

Pejabat Kopassus lainnya, mantan Pangdam Jaya Sjafrie Sjamsoeddin, yang juga pernah menjabat sebagai wakil menteri pertahanan pada 2010-2014, diduga terlibat dalam unit penculikan aktivis mahasiswa di Jakarta pada tahun 1997 dan 1998, serta pelanggaran di Timor Leste pada tahun 1991 dan 1999, seperti dikatakan oleh HRW.

"Mereka yang bertanggung jawab tetap harus diadili," ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid.

Namun demikian,  prospek terjalinnya kembali hubungan antara Kopassus dan militer AS dinilai dapat membantu memperbaiki citra Kopassus.

“Pembukaan kembali kerja sama bisa memberikan penilaian baik bagi Kopassus dan pemerintah Indonesia karena Kopassus selama ini kan selalu dikaitkan dengan pelanggaran hak asasi manusia," ujar pengamat militer dari Universitas Padjadjaran, Muradi, yang menyebut pencabutan sanksi ini dapat membarui kualitas anggota Kopassus, walaupun unit khusus tersebut telah menjadi salah satu yang terbaik di dunia. “Nomor tiga [di dunia]," katanya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.