Menangkal Radikalisme Melalui Animasi Religi Sarat Toleransi

Animasi tersebut diharap bisa melawan gempuran ujaran kebencian di media sosial.
Kusumasari Ayuningtyas
2018.02.06
Yogyakarta
180206_ID_toleranceanimationa_1000.jpg Agus Purwanto, seorang animator (tengah) dan ustadz Saijan, motivator agama (kanan), berbicara saat peluncuran film animasi anti-radikalisme di Yogyakarta, 3 Februari 2018.
Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar

Ari sedang mengerjakan tugas sekolah di masjid ketika Udin mendatanginya. Udin yang mengenakan baju koko merah dengan peci oranye mengajak Ari bicara.

Mulanya, dia menanyakan apa yang sedang dikerjakan Ari yang sibuk dengan laptopnya. Kemudian, dia mempertanyakan kedatangan Ari ke masjid yang bukan untuk beribadah.

Ari yang semula tak mengacuhkan Udin akhirnya menjawab bahwa tidak ada larangan dalam Islam belajar di masjid.

Hingga kemudian Udin mengalihkan pembicaraan dengan mengajak Ari berjihad dan tak perlu sekolah. Udin juga mengimingi Ari bahwa berjihad mendapat pahala surga.

Jihad yang dimaksud adalah ikut demonstrasi untuk mewujudkan negara khilafah. Udin berjanji menjemput Ari, esok pagi, dengan kembali mengulang besarnya pahala jihad.

Sebelum pergi, Ari menjawab dengan mengutip satu hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi, “Barang siapa datang ke masjid tiada lain kecuali untuk kebaikan, baik untuk belajar maupun untuk mengajar maka nilainya sama seperti berjihad di jalan Allah.”

Udin dan Ari adalah sosok dalam film animasi “Jihad Fii Sabilillah” yang dirilis Center for The Study of Islam and Social Transformation (Cisform) Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga di Yogyakarta, Sabtu 3 Februari 2018.

“Jihad Fii Sabilillah” berdurasi sekitar dua menit adalah satu dari sembilan film animasi yang ditayangkan. Ada 40 film yang diproduksi dengan lima tema yaitu jihad, toleransi, hijrah, khilafah, dan tauhid.

Film animasi “Jihad Fii Sabilillah” yang dirilis Cisform, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga di Yogyakarta, pada 3 Februari 2018. (Dok: Cisform UIN Sunan Kalijaga)

“Film animasi ini adalah bagian counter narrative yang kami lakukan untuk menangkal radikalisme,” kata Direktur Cisform, Muhammad Wildan.

Dia menjelaskan film animasi sengaja dipasang di laman-laman populer seperti Youtube, Twitter, Facebook, dan Instagram untuk menyasar kalangan remaja, yang juga menjadi target pengaruh situs-situs radikal.

“Animasi pendek ini diharapkan juga bisa menjangkau penonton anak-anak,” imbuhnya.

Dari amatan Cisform, generasi muda paling rentan terpapar radikalisme karena mereka banyak mengakses informasi di dunia maya.

Menurut data Polri yang dipaparkan Cisform, dalam sehari setidaknya muncul 10 konten baru bermuatan radikal.

Dari 132 juta pengguna media sosial di Indonesia, 860 ribu di antaranya diyakini akun penebar konten negatif.

“Satu akun dihapus, muncul belasan bahkan puluhan akun baru dengan misi sama,” ujar Wildan.

Sehingga, tambahnya, kontra narasi menjadi langkah lebih solutif daripada memblokir satu persatu akun negatif.

Referensi pendidik

Medyana Oktarika, seorang guru SD yang hadir mengapresiasi langkah Cisform dengan memunculkan film bertema Islami dan toleransi.

“Ini akan jadi referensi sangat bagus saat mengajarkan anak-anak tentang tema Islami dan juga moral,” ujarnya.

Selama ini, dia kesulitan mencari film-film animasi bertema Islami yang mendeskripsikan perilaku baik dan moral secara khusus karena lebih banyak menceritakan tentang kisah-kisah para nabi.

“Padahal, untuk mengajarkan karakter dan toleransi lebih mudah dengan referensi film animasi karena saya mengajar anak SD dan sulit menjelaskan toleransi dalam bentuk kata-kata,” kata Medyana.

Kuncoro, guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), melihat langkah Cisform bisa diterima anak-anak yang diasuhnya.

Menurutnya, film animasi sudah tepat sebagai salah satu alat untuk menangkal paham radikal, terutama di kalangan remaja dan anak-anak.

Lebih mudah diterima

Sejak tahun lalu, Cisform sudah memulai counter narrative dengan merilis dua komik bertema serupa ‘Si Gun Pingin Jihad’ dan ‘Rindu Khilafah’.

Komik yang dicetak 5.000 eksemplar untuk disebar secara garis di Yogyakarta, Solo dan Jakarta melalui seminar yang dilakukan di pondok pesantren.

“Meski rata-rata tanggapan terhadap kedua komik tersebut positif, tapi penyebarannya cenderung sulit sehingga dibuatlah animasi anti-radikalisme,” jelas Wildan.

Saat peluncuran, para mahasiswa, pendidik, dan tokoh agama sengaja diundang dengan harapan ikut menyebarkan film animasi itu melalui akun media sosial mereka.

“Sehingga penyebarannya lebih luas, minimal per orang menjangkau 10 ribu akun lain secara berantai supaya bisa mengimbangi akun-akun penyebar berita hoax dan ujaran kebencian,” katanya.

Tema toleransi menjadi tema yang diunggah paling awal karena dunia maya terutama media sosial saat ini dibanjiri berbagai konten intoleransi.

Dengan memperbanyak narasi toleransi diharapkan mengimbangi gencarnya kampanye intoleransi berupa ujaran kebencian yang berujung pada kekerasan di dunia nyata.

Data yang dirilis Polda Jawa Tengah akhir Januari lalu menyebutkan kejahatan di dunia maya didominasi ujaran kebencian dan pencemaran nama baik, dimana terdapat 950 kasus pada 2017.

Jumlah itu melonjak drastis dibandingkan tahun 2015 dan 2016 yaitu satu hingga lima kasus.

Saijan, tokoh agama sekaligus motivator di Yogyakarta yang jadi pembicara diskusi saat peluncuran film animasi, mengatakan zaman telah berubah sehingga cara dakwah pun harus mengikuti perkembangan.

Ketika ajakan menyesatkan melalui media sosial yang merupakan bagian perkembangan teknologi, dakwah mengajak kebaikan juga harus dilakukan di media sama.

Saijan mengaku dia telah banyak mengunggah dakwah ke akun media sosial miliknya, termasuk Youtube.

“Dakwah juga harus menyesuaikan situasi dan kondisi agar bisa lebih diterima. Kebaikan disampaikan dengan cara menyejukkan, maka akan lebih mudah diterima dan diingat,” ujarnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.