Didukung Partai Demokrat, peluang Prabowo sebagai presiden menguat

Pengamat politik mengatakan bahwa berdasarkan sejarah, koalisi besar tidak menjamin kemenangan calon presiden.
Nazarudin Latif dan Pizaro Gozali Idrus
2023.09.22
Jakarta
Didukung Partai Demokrat, peluang Prabowo sebagai presiden menguat Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (kanan) berjabat tangan dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto saat rapat pimpinan nasional Partai Demokrat terkait arah dukungan calon presiden 2024 di Jakarta, 21 September 2023.
Eko Siswono Toyudho/BenarNews

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengungguli dua calon pesaingnya pada Pilpres 2024, setelah mendapat tambahan dukungan dari Partai Demokrat.

“...Mendeklarasikan Bapak Prabowo Subianto sebagai calon presiden Republik Indonesia dalam Pemilu 2024,” kata Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), putra mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pidato pernyataan dukungan partainya, di Jakarta, Kamis (21/9).

Sebelumnya, Partai Demokrat mengusung Anies Baswedan, yang merupakan salah satu dari tiga kandidat presiden selain Prabowo dan mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Namun ketika Anies menentukan Ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar sebagai calon wakil presiden dan bukan AHY, Partai Demokrat mengundurkan diri dari koalisi pendukung mantan gubernur Jakarta itu.

Dengan tambahan dukungan dari Partai Demokrat, koalisi Prabowo menyabet jumlah kursi terbanyak di DPR, yaitu 261 dari 575 kursi. Partai Demokrat sempat mengantarkan salah satu pendirinya, SBY, menjadi presiden untuk dua periode dari tahun 2004 hingga 2014. Partai Demokrat memiliki 54 kursi di DPR atau sekitar 7,7 persen suara. 

Selain Partai Demokrat, Prabowo sudah terlebih dahulu mendapat dukungan Koalisi Indonesia Maju, yang terdiri dari Partai Gerindra dengan 78 kursi DPR (12,5 persen), Golkar dengan 85 kursi (12,3 persen) dan Partai Amanat Nasional sebanyak 44 kursi (6,8 persen).

Partai Demokrat, kata AHY menitipkan dua harapan besar pada Prabowo jika terpilih menjadi presiden untuk bisa melanjutkan hasil kinerja dan program yang baik dari tujuh presiden sebelumnya.

AHY juga meminta Prabowo melakukan perubahan terhadap segala hal yang belum baik, seperti kesejahteraan rakyat, hukum, demokrasi dan kebebasan berpendapat.

“Tapi saya optimistis. Karena Pak Prabowo mengatakan konstanta dalam kehidupan sejatinya adalah perubahan itu sendiri," ujarnya.

Sejauh ini Prabowo belum menentukan siapa yang bakal menjadi calon wakil presidennya.

Rivalnya dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Ganjar Pranowo, juga belum menentukan calon wakil presidennya. PDIP menguasai 128 kursi DPR yang saat ini berkoalisi dengan Partai Persatuan Pembangunan, yang memiliki 19 kursi DPR. 

Partai Hanura, yang tidak memiliki kursi di DPR, dan Partai Perindo yang baru menjadi partai peserta Pemilu 2024, juga berada dalam barisan Ganjar.

Hanya Anies Baswedan yang telah mengumumkan pasangannya untuk maju dalam Pemilu 2024. Pasangan Anies-Muhaimin mendapat dukungan dari Partai Nasdem (59 kursi), PKB (58 kursi) dan PKS (50 kursi). 

Komisi Pemilihan Umum menentukan pendaftaran calon presiden dan wakilnya adalah pada 19 – 25 Oktober 2023.

Pakar: Koalisi besar tidak jamin kemenangan

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati mengatakan berdasarkan pengalaman 2004 dan 2014, koalisi besar tidak menjamin kemenangan seorang kandidat presiden.

Kemenangan, menurut dia, selalu didasarkan pada evaluasi pemilih terhadap figur calon presiden.

“Penentu kemenangan pada Pilpres 2024 mendatang adalah narasi yang memikat aspirasi publik, seperti penyediaan lapangan kerja yang sesuai dengan kebutuhan generasi muda,” ujar Wasisto kepada BenarNews, Jumat (22/9). 

Namun, kata dia, Prabowo Subianto tetap menikmati keuntungan dengan bergabungnya Partai Demokrat, terutama dari daerah basis partai tersebut.

Pada Pemilu 2019 lalu, Partai Demokrat mendapatkan suara paling besar di Jawa Timur sebanyak 1,8 juta sama dengan Jawa Barat.

Partai Demokrat didirikan pada 2001 dan mulai ikut Pemilu pada 2004 dengan memperoleh suara sebanyak 8,46 juta suara atau 7,45% dari total suara sah nasional.

Pada Pemilu 2009, perolehan suara partai ini mencapai puncak sebanyak 21,6 juta suara atau 20,8 persen. Namun setelah SBY tidak lagi menjadi presiden, perolehan suara partai ini turun. Pada 2014 mendapatkan 10 persen dan pada Pemilu 2019 mendapatkan 7,7 persen.

“Bagi Partai Demokrat mendukung Prabowo juga bisa mendatangkan keuntungan. Salah satunya adalah efek ekor jas (coattail effect) dari tingkat popularitas Prabowo bagi elektabilitas mereka,” ujar Wasisto.

Setelah dua kali gagal dalam pemilihan presiden sebelumnya, Prabowo kembali maju dalam Pilpres 2024 sebagai calon presiden. Dua Pilpres sebelumnya dia dikalahkan oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo, yang mengangkatnya menjadi menteri pertahanan dalam periode pemerintahan Jokowi yang kedua.

Survei: bersaing ketat dengan Ganjar

Dalam berbagai survei, Prabowo selalu bersaing ketat dengan Ganjar Pranowo pada urutan satu dan dua.

Survei dari Lembaga Survei Indonesia pada 3 hingga 9 Agustus, menempatkan elektabilitas Prabowo sebesar Prabowo 35,3 persen melawan Ganjar sebesar Ganjar 37 persen. Sedangkan Anies hanya mempunyai elektabilitas 22,2 persen.

Survei Litbang Kompas periode Agustus lalu juga demikian, Prabowo selalu dibayangi Ganjar Pranowo. Ganjar meraih dukungan 24,9 persen, sementara Prabowo sebesar 24,6 persen sedangkan Anies 12,7 persen.

Namun jika hanya dua calon, maka Prabowo mendapatkan 52,9 persen elektabilitas sedangkan Ganjar hanya mampu meraih 47,1 persen dukungan.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin mengatakan hampir tidak ada alasan bagi Partai Demokrat untuk tidak mendukung Prabowo.

Alasan pertama, kata Ujang, karena rekonsiliasi antara Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri yang sudah lama berseteru dengan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono gagal.

Selain itu, Partai Demokrat ingin meningkatkan elektabilitas dengan terus menjaga citra sebagai partai oposisi.

Karena itu, tidak mungkin berkoalisi dengan PDIP yang saat ini menjadi partai penguasa, karena akan membuat elektabilitas mereka turun, kata Ujang.

“Masyarakat akan kecewa terhadap Demokrat yang selama ini keras terhadap pemerintah, tahu-tahu gabung juga dengan partai pemerintah," jelas Ujang kepada BenarNews.

"Prabowo ini dianggap jalan tengah walaupun dia di pemerintah dia juga posisinya main di tengah jadi lebih bisa diterima, lebih cocoklah," kata Ujang.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.