Gagal Raih Grammy, Joey Tetap Dipuji
2016.02.16
Jakarta

Meski gagal meraih penghargaan dalam perhelatan Grammy 2016, pianis muda asal Indonesia, Josiah Alexander Sila, yang dikenal sebagai Joey Alexander tetap menuai pujian di tanah air. Ia dianggap telah mengharumkan nama Indonesia di blantika industri musik dunia.
"Dua nominasi Grammy yang lepas dari tangannya itu bukan sebuah kekalahan," kata jurnalis musik dari Liputan6, Ratnaning Asih kepada BeritaBenar, Selasa, 16 Februari.
"Pintu-pintu kesempatan lain akan tetap terbuka untuk Joey."
Bocah yang baru berusia 12 tahun itu dinominasikan untuk dua kategori dalam ajang Grammy tahun ini, yaitu Album Instrumental Jazz Terbaik melalui My Favorite Things dan Improvisasi Solo Jazz Terbaik lewat lagu Giant Steps.
Joey, yang lahir di Bali, termasuk salah satu nomine termuda sepanjang sejarah Grammy. Pada puncak anugerah Grammy yang digelar di Staples Center, Los Angeles, Amerika Serikat (AS), Senin malam waktu setempat atau Selasa pagi WIB, Joey tampil memukau bersama sederetan penyanyi ternama dunia.
Tetapi, dalam pengumuman pemenang pada acara Grammy, Joey tak kebagian penghargaan. Kategori Improvisasi Solo Jazz Terbaik dimenangkan musisi jazz AS Christian McBride. Bagi pria berusia 43 tahun itu, anugerah Grammy tahun ini adalah kali keempat.
Sedangkan kategori Album Instrumental Jazz Terbaik dimenangkan gitaris jazz dari AS, John Scofield, lewat album berjudul Past Present. Ini adalah penghargaan pertama pria 64 tahun itu, setelah beberapa kali masuk nominasi namun selalu gagal meraih penghargaan.
Dijuluki anak ajaib
Joey – yang pindah ke AS sejak 2014 dan menetap di New York – adalah musisi Indonesia pertama yang masuk nominasi penghargaan Grammy. Tak hanya itu, dia sebelumnya juga tercatat sebagai musikus Indonesia pertama yang sukses menembus chart Billboard di AS lewat album My Favorite Things yang dirilis pada 2015.
Di kalangan penikmat jazz, Joey memang kerap kali disebut sebagai anak ajaib. Menyoal sebutan itu, Ratnaning tak menyangkal. Menurut dia, Joey memang musikus jazz berbakat.
"Di panggung Grammy, badan Joey boleh terlihat kecil tapi dia menunjukkan kemampuan dan teknik luar biasa sehingga terlihat menjulang di panggung," ujar Ratnaning.
Hal sama dikatakan seorang penikmat jazz, Martha Thertina. Menurut dia, Joey memang memperlihatkan kemampuan musik yang dewasa, jauh di atas usianya yang baru 12 tahun.
"Mudah-mudahan ia bisa terus bersenang-senang dalam bermusik sehingga kita bisa menikmati permainannya," ujar Martha.
Dia tak mempermasalahkan kegagalan Joey meraih piala Grammy. "Dalam musik enggak ada yang kalah dan menang. Yang penting, sekarang lebih banyak orang yang mendengar dan mengapresiasi musiknya," katanya.
Pandu Yanuki, seorang penikmat jazz asal Bandung, berharap pencapaian Joey yang masuk nominasi Grammy tahun ini bisa memotivasi musisi Indonesia lain.
"Bisa membuat karya yang bagus. Syukur-syukur bisa go international," kata Pandu.
Menurutnya, dengan usia yang sangat belia, Joey punya kesempatan besar di masa mendatang.
"Talenta sudah ada. Masih bisa dikembangkan," ujarnya.
Berharap peran pemerintah
Ratnaning melihat pencapaian Joey ini tak akan serta-merta "membuka" jalan bagi musikus Indonesia lain untuk go international. "Karena susah memang (go-international)," tuturnya.
Ketimbang muluk-muluk berbicara untuk menembus pasar dunia, Ratnaning menyoroti pentingnya perbaikan industri musik tanah air.
Di antara yang harus dilakukan adalah peran pemerintah dalam mengatasi beragam masalah di industri kreatif, seperti pembajakan dan perlindungan hak cipta.
"Kalau iklim industri enggak asyik, anak-anak muda keren yang punya kemampuan musik bagus terpaksa kerja kantoran daripada serius menggeluti dunia musik," katanya.
"Makanya industri musik Indonesia dibenahi dulu untuk mendukung bibit-bibit muda seperti Joey itu bisa muncul."
Ratnaning juga berharap kembali munculnya festival-festival musik seperti yang dulu jamak digelar di Indonesia.
Ia mengambil contoh Festival Lagu Populer Jakarta yang sempat digelar di tahun 1970-an. Festival-festival itu menghasilkan beberapa penyanyi terkenal, seperti Hetty Koes Endang, Grace Simon, atau Margie Segers.
"Itu bisa jadi salah solusi (memperbaiki kualitas industri musik Indonesia)," ujar Ratnaning.