Kontoversi Hukuman Mati Berlanjut Di Kalangan Ulama

Oleh Maeswara Palupi
2015.04.24
150424_ID_HUKUMAN_MATI_KONTROVERSI_700.jpg Aktivis di Manila protes terhadap hukuman mati Mary Jane Veloso dan Sembilan terdakwa lainnya tanggal 24 April, 2015.
AFP

Kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan hukuman mati terhadap setidaknya 10 terpidana menuai polemik dalam masyarakat. Perdebatan semakin sengit antara pemuka agama.

Tokoh Nadhlatul Ulama (NU) dan perwakilan gereja meminta Presiden Jokowi menghapus hukuman mati. Sementara Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) setuju terhadap pelaksanaan hukuman mati.

“Dalam ajaran Islam, tidak ada hukuman mati dan tidak ada tradisi membunuh. Yang memberikan hukuman mati itu Arab Saudi. Jangan dikaitkan Islam di Indonesia dengan Arab Saudi, karena ini berbeda,” kata Nuril Arifin atau yang akrab disapa Gus Nuril.

Dalam waktu dekat ini, 10 terpidana mati direncanakan akan dieksekusi di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Meskipun demikian belum ada tanggal pasti pelaksanaan tersebut.

“Surat perintah pelaksanaan eksekusi telah diserahkan dari Jaksa Muda Pidana Umum kepada jaksa eksekutor tapi belum ada tanggal pelaksanaan,” kata Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony Spontana kepada BeritaBenar tanggal 24 April.

Gus Nuril menjelaskan, Islam selalu mengajarkan cinta kasih terhadap umat manusia. Oleh karena itu tidak sewajarnya Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam memberlakukan hukuman mati.

“Bagi saya, Islam tidak mentolerir hukuman mati. Tidak ada Islam yang menganjurkan hukuman mati,” pungkas Gus Nuril.

Ketua ormas Islam Syarikat Bantuan Hukum Komunitas Advokat Syariah (SBH-KAS), Irfan Fahmi prihatin karena banyak ulama dan ormas Islam mendukung kebijakan tersebut. Sehingga seolah-olah seluruh umat Islam di Indonesia setuju dengan hukuman mati.

"Kita memiliki cara pandang tersendiri. Kami berpendapat bahwa hukuman mati tidak Islami," kata Irfan di Jakarta, Rabu 22 April 2015.

SBH-KAS berpendapat, penerapan hukuman mati perlu ditinjau ulang sebab mencari dasar pembenaran untuk menolak hukuman mati pada dalil-dalil Islam sama sulitnya ketika mencari dalil bahwa Islam menolak perbudakan.

Sikap seorang muslim menolak perbudakan mestinya dibarengi pula dengan menolak hukuman mati. Karena hak hidup dan hak tidak diperbudak termasuk kualifikasi hak asasi manusia (HAM)," ujar Irfan.

"Kami mendesak Presiden Joko Widodo untuk menghentikan eksekusi mati dan menghapus hukuman mati dalam sistem perundang-undangan," pungkas Irfan.

Mencari sensasi

Kordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar menilai hukuman mati di Indonesia hanya sebagai popularitas pemerintah saja.

"Hukuman mati hanya mencari sensasi," kata Haris di Jakarta, Rabu 22 April 2015.

Menurutnya, para terpidana mati juga tidak didampinggi oleh orang-orang yang profesional pada saat persidangan sebelum dijatuhi vonis mati.

"Karena itu banyak para terpidana mati yang tidak memperolah keadilan di Indonesia," ujarnya.

Philip K. Widjaya, Sekretaris Jendral Bidang Urusan Luar Negeri Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), mengatakan bahwa organisasinya merasa yakin bahwa hukuman mati itu perlu untuk kejahatan narkoba.

“Kami tidak ingin orang-orang jahat yang segelintir menghancurkan lebih banyak orang,” katanya. “Karena itu, kami tidak keberatan dengan hukuman mati,” ujar Philip kepada BeritaBenar lewat telefon, Kamis 23 April 2015.

Uskup Agung Jakarta Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo menyatakan tidak setuju dengan eksekusi karena tidak sesuai dengan ajaran Gereja.

“Tidak ada yang berhak untuk mengambil nyawa orang lain,” katanya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.