Kisah Para Penjaring Rezeki Jelang Lebaran
2017.06.23
Jakarta

Siang itu menjadi waktu yang sibuk bagi Devi Rahmawati. Pembeli datang silih berganti. Belum selesai ia melayani seorang pelanggan yang tengah mencoba telekung, pembeli lain datang membolak-balik telekung-telekung yang tergantung di hanger.
Sejenak ia mengalihkan pandang dan menyapa, "Silakan, Bunda." Konsentrasinya terbagi, tapi pantang bagi Devi untuk kehilangan fokus.
"Pintar-pintar membagi waktu saja. Biar enggak kecolongan," katanya kepada BeritaBenar, di sela-sela melayani pelanggan.
Minggu, 11 Juni 2017, kesibukan yang dialami Devi menjadi pemandangan jamak di Blok A Tanah Abang, Jakarta Pusat. Hari itu, kesibukan terlihat hampir di semua toko di pasar grosir busana dan tekstil terbesar di Asia Tenggara itu.
Tepat di sebelah Toko Mutia yang khusus menjual telekung – tempat Devi bekerja, Ridwan tak henti menyapa setiap pengunjung yang berdesakan saat melintas di depan toko abaya – pakaian perempuan khas Timur Tengah – miliknya untuk mampir.
Di dalam toko berukuran 2,5x2,5 meter itu, istrinya terlihat tengah tawar-menawar harga dengan dua pembeli. Tak lama, deal! Satu kesepakatan transaksi tercapai. Sehelai abaya pun berpindah tangan.
“Itu Rp300.000," kata Ridwan, menjelaskan harga abaya yang baru saja terjual.
Pria 31 tahun itu hanya tersenyum saat ditanya berapa jumlah abaya yang telah ia jual sejak pagi karena pelanggan datang silih berganti. Yang pasti, terang Ridwan, transaksi barusan bukanlah yang pertama.
"Lumayanlah," katanya yang terkesan enggan merincikan lebih lanjut.
Omzet meningkat
Kesibukan yang dilakoni Ridwan dan Devi adalah perihal lumrah tiap menjelang Lebaran Idul Fitri di Pasar Tanah Abang. Beban pekerjaan meningkat seiring pengunjung yang membludak. Tentu saja, pemasukan juga melonjak.
Ridwan menuturkan omzetnya sekitar Rp30-40 juta per bulan pada hari-hari biasa dari menjual beragam abaya, yang dibanderol mulai Rp300 ribu hingga Rp1,3 juta. Namun menjelang Lebaran, pendapatannya meningkat hingga empat atau lima kali lipat.
"Alhamdulillah," tuturnya sembari tersenyum.
Kisah yang sama diutarakan Fauzi Afandi, juragan toko telekung tempat Devi bekerja. Ia menjual telekung beragam jenis dengan kisaran harga Rp100 ribu hingga Rp1,5 juta.
Di luar bulan Ramadan, Fauzi bisa mendapat omzet sekitar Rp 25 juta saban bulannya. Namun menjelang Idul Fitri, terangnya, omzet melonjak hingga dua kali lipat.
"Ya, bisa dapat Rp 50-100 jutaan lah," kata Fauzi.
Soal peningkatan pendapatan para pedagang di Tanah Abang juga diakui Manajer Unit Pasar Besar (UPB) Tanah Abang Blok A-G, Sunarto.
Menurutnya, peningkatan omzet para pedagang bahkan seringkali sudah terjadi sejak sebulan atau dua bulan sebelum Ramadan.
"Tapi umumnya itu (sebelum Ramadan) transaksi grosiran, pembeli yang memborong dalam jumlah besar untuk dijual lagi di tempat lain," kata Sunarto ketika ditemui di kantornya.
"Kalau eceran, puncak transaksinya paling saat pekan kedua Ramadan hingga seminggu sebelum Lebaran."
Ditanya total perputaran uang di keseluruhan blok pasar yang berdiri sejak tahun 1735 itu, Sunarto berdalih tak mengetahui persis. Namun, ia memiliki perhitungan kasar.
Dengan catatan sekitar 7.000 kios yang beroperasi di semua blok Pasar Tanah Abang, ia mengalikan dengan rata-rata pendapatan pedagang yang berkisar Rp10 juta tiap bulan di luar Ramadan.
"Sekitar Rp70 miliar per bulan. Tapi itu pada hari biasa," terangnya. "Sekarang dengan rataan pendapatan Rp50-100 juta di bulan puasa, tinggal dikalikan saja. Besar, kan?"
Akibat banyaknya pelanggan, terjadi kemacetan kendaraan di luar Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, 11 Juni 2017, (Arie Firdaus/BeritaBenar)
‘Fenomena normal’
Berjarak beberapa kilometer dari Pasar Tanah Abang, panen rezeki juga terjadi di Pasar Palmerah, Jakarta Barat, meski dalam nominal lebih kecil.
Berjualan kerudung di lapak berukuran 3x3 meter sejak pukul 15.00 hingga 22.00 WIB, Efrizal mengantongi uang sekitar Rp1 juta. Padahal di luar Ramadan, paling banter, dia hanya mampu mendapatkan uang sekitar Rp300 ribu.
"Itu juga sudah banyak kalau Rp300 ribu. Ini rezeki Lebaran lah," katanya terkekeh.
Tak jauh berbeda nasib Saiful, pedagang kerudung lain di Palmerah. Ia mampu meraup uang Rp1-2 juta per hari, naik dua kali lipat dari omzet harian di luar Ramadan.
Dihubungi terpisah, Direktur Utama Pasar Jaya, Arif Nasrudin yang membawahi Pasar Tanah Abang dan Pasar Palmerah tak bisa memerinci jumlah transaksi di keseluruhan pasar yang berada di bawah koordinasinya menjelang Lebaran.
"Namun kenaikan perputaran uang menjelang Lebaran itu memang fenomena normal," katanya.
Kondisi serupa juga terjadi di berbagai pasar baik grosiran, tradisional maupun mall di ibukota. Pembeli tak hanya warga Jakarta, tapi juga masyarakat berbagai daerah yang khusus datang untuk berbelanja.
Bank Indonesia dalam pernyataan Mei lalu, memprediksi perputaran uang di seluruh Indonesia akan mencapai Rp691 triliun saat Lebaran yang mulai dirayakan, Minggu, 25 Juni 2017, lebih tinggi dari periode sama tahun lalu, yakni Rp630 triliun.
Kenaikan perputaran ini, menurut Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, dipicu oleh panjangnya masa cuti dan libur Lebaran tahun ini yang telah dimulai sejak Jumat, 23 Juni 2017.
"Sekarang sembilan hari (libur). Dulu kan enam hari," kata Agus seperti dilansir laman Investor Daily.
Petang menjelang, pengunjung silih berganti datang ke toko milik Fauzi, Ridwan, Saiful, Efrizal dan para pegadang lain di Tanah Abang dan Pasar Palmerah.
Devi masih tetap bersemangat melayani setiap pelanggan yang ingin membeli telekung untuk dikenakan saat salat Ied pada hari penuh kemenangan.