Kasasi Ditolak MA, Buni Yani akan Pertimbangkan Peninjauan Kembali
2018.11.27
Jakarta

Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan Buni Yani dan memerintahkan Kejaksaan Negeri Bandung agar memenjarakannya selama 1,5 tahun, karena dinyatakan bersalah melanggar Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE).
Namun, seorang kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahardian mengatakan pihaknya belum menerima salinan putusan MA tersebut.
“Kalau sudah kita terima, baru akan fikirkan upaya hukum lanjutan termasuk Peninjauan Kembali (PK). Masalahnya sampai hari ini, kita belum terima salinan putusannya,” katanya kepada BeritaBenar, Selasa, 27 November 2018.
Putusan MA menolak kasasi Buni Yani dikeluarkan, Kamis lalu. Selain itu, MA juga menolak kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Aldwin menyatakan, kliennya tak terima dengan putusan hakim MA karena menurutnya, Buni Yani tidak pernah mengedit penggalan pidato bekas gubernur DKI Jakarta Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama di Kepulauan Seribu, yang sebelumnya berdurasi 1 jam 48 detik, menjadi 30 detik, pada 2016.
Atas video yang diunggah Buni Yani di media sosial itu, Ahok kemudian divonis bersalah menista agama Islam dan dihukum penjara selama 2 tahun pada 2017, menyusul aksi unjuk rasa beberapa gelombang oleh kelompok Islam.
Aldwin mengklaim Buni Yani adalah korban Undang-undang ITE, yang selama ini disebut sebagai pasal karet.
Padahal, katanya, Buni Yani hanya menyebarkan video yang sebelumnya telah beredar dan tidak pernah mengeditnya sebagaimana dakwaan JPU.
“Pak Buni Yani sangat kecewa karena beliau sama sekali tidak mengedit video tersebut. Dia tidak bersalah dan ini bentuk penzaliman terhadap Pak Buni Yani,” kata Aldwin.
Menurutnya, putusan MA juga belum rinci menyatakan kliennya bersalah.
Sebab, kata dia, berdasarkan informasi yang diterimanya bahwa hakim MA meminta kuasa hukum untuk memperbaiki subtansi isi pengajuan kasasi Buni Yani.
“Kalau kita baca di register perkara di webnya, putusan ditolak untuk diperbaiki. Artinya memperbaiki putusan banding, menolak kasasi dari jaksa dan juga dari kuasa hukum,” katanya.
Karena itu pihaknya membutuhkan waktu untuk mempelajari putusan tersebut sebelum melakukan upaya hukum lanjutan.
Kembali ke putusan sebelumnya
Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah, mengatakan bahwa MA menolak permohonan kasasi baik dari jaksa dan terdakwa, dan telah mengirimkan putusan itu ke Kejaksaan Negeri Bandung.
“Dengan ditolaknya permohonan kasasi keduanya itu, maka kembali kepada putusan pengadilan sebelumnya,” katanya.
Ia belum bisa memastikan kapan Buni Yani akan dieksekusi sebab prosesnya diserahkan kepada Kejaksaan Negeri setempat yang sebelumnya menangani perkara tersebut.
"Ya, nanti kalau sudah tuntas dikirimkan. Kami tidak bisa memberikan batasan waktu, tetapi dengan petikan putusan sudah bisa dilakukan eksekusi," ujarnya.
Terkait pelaksanaan eksekusi terhadap Buni Yani, Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum), Noor Rochman juga belum dapat memberikan kepastiannya.
"Nanti saya cek dulu apa Kejari (Kejaksaan Negeri) Bandung sudah terima salinan putusan MA tersebut," katanya seperti dikutip dari laman Detik.com.
Pada 14 November 2017, Pengadilan Negeri Bandung dalam putusan bernomor 674 tahun 2017 menyatakan Buni Yani terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana informasi dan transaksi elektronik.
Dia dinyatakan sengaja dan tanpa hak mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, dan menghilangkan suatu informasi elektronik.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung menvonis Buni Yani dengan hukuman 1,5 tahun penjara, namun tidak diputuskan langsung ditahan.
Keputusan itu berbeda dengan perlakuan terhadap Ahok, yang langsung ditahan setelah vonis.
Atas putusan tersebut, Buni Yani mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Jawa Barat, pada Mei 2018.
Tapi pengadilan yang lebih tinggi itu menolak banding Buni Yani dan menguatkan putusan pengadilan Negeri Bandung.
Lalu, Buni Yani mengajukan kasasi ke MA, yang kemudian juga menolaknya.
Harus ditahan
Jika pun Buni Yani nanti mengajukan PK setelah MA menolak kasasi yang diajukan kuasa hukumnya, menurut pakar hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, Buni Yani harus menjalani hukuman.
Hal itu, kata Fickar, ditegaskan secara tersurat dalam Pasal 268 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) karena putusan MA merupakan putusan terakhir dan berkuatan hukum tetap.
“Jadi Buni Yani tetap harus menjalani hukuman sebagaimana putusan MA. Jadi, tidak akan menunda eksekusi,” katanya saat dihubungi BeritaBenar.
Untuk mengajukan PK, menurut Fickar, kuasa hukum Buni Yani harus bisa menunjukkan bukti baru atas dasar majelis hakim sebelumnya apabila keliru dalam memutus perkara tersebut.
Syarat itu, tambahnya, harus dipenuhi Buni Yani agar MA nanti bisa mempertimbangkan PK yang diajukan.
“Prosesnya tidak langsung akan diterima, harus diperiksa dulu apakah ada novum baru atau tidak, itu yang harus dipenuhi terlebih dahulu,” katanya.