Polisi Cari Pelaku Pembunuh Orangutan dengan 130 Peluru di Tubuhnya

Populasi orangutan Kalimantan semakin terdesak akibat aktivitas perekonomian manusia.
Gunawan
2018.02.07
Balikpapan
180207-ID_Orangutan_1000.jpg Tim medis memperlihatkan proyektil peluru senapan angin yang diambil dari orangutan setelah diotopsi di Bontang, Kalimantan Timur, 7 Februari 2017.
Dok. Centre for Orangutan Protection (COP)

Penyidik Polres Kutai Timur, Kalimantan Timur (Kaltim), mencari pelaku pembantai orangutan yang tewas dengan 130 proyektil peluru bersarang di tubuh primata yang dilindungi itu.

“Kami fokus pada pencarian barang bukti digunakan pelaku seperti senapan angin,” kata Kepala Polres Kutai Timur, AKBP Teddy Ristiawan kepada BeritaBenar, Rabu, 7 Februari 2018.

Menurutnya, bukan perkara mudah mencari senapan angin yang keberadaannya tidak diketahui karena bebas dijual di pasar sehingga menyulitkan pihaknya mengusut kasus itu.

Salah satu upaya pengungkapan yang dilakukan dengan menelusuri proyektil peluru senapan angin yang dikeluarkan dari bangkai orangutan itu.

“Kami sudah menyita proyektil peluru untuk keperluan penyidikan,” tambahnya.

Orangutan berusia sekitar 5 tahun itu masih dalam keadaan hidup tapi penuh luka ketika ditemukan Sabtu lalu di kawasan Taman Nasional Kutai (TNK).

Pada Senin, 5 Februari 2018, orangutan itu berhasil dievakuasi ke kantor TNK, tetapi sehari kemudian mati saat dalam perawatan karena kondisinya sangat lemah.

Polisi dan LSM Centre for Orangutan Protection (COP) yang mengotopsi orangutan di Rumah Sakit Pupuk Kaltim di Bontang, menyimpulkan ada penganiayaan berat dialami satwa naas itu.

“Tim medis menemukan 130 butir proyektil peluru senapan angin yang bersarang di tangan, kaki, dada dan kepala orangutan itu. Selain itu ada juga luka lebam, sabetan benda tajam hingga kerusakan kedua bola matanya,” ungkap Manager Perlindungan Habitat COP, Ramadhani.

“Tubuh orangutan itu menderita banyak luka sabetan benda tajam dan kedua matanya buta,” kata Kepala Badan Pengelola TNK, Nurpatria Kurniawan saat dihubungi.

Kapolres Kutai Timur Teddy menjelaskan sejauh ini polisi masih memeriksa sejumlah saksi.

“Belum ada tersangkanya, kami masih memeriksa saksi-saksi,” jelasnya.

Direktorat Reserse Kriminal Khusus  Polda Kaltim ikut turun tangan mengkoordinasikan penyidikan antara Polres Kutai Timur dan Polres Bontang.

Sebagai catatan, wilayah TNK memang terbagi di dua wilayah hukum, yaitu Bontang dan Kutai Timur.

“Kami hanya mengkoordinasikan saja, namun penyidik memang turun untuk melakukan olah TKP. Tapi kasusnya ditangani Polres Kutai Timur,” kata Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Ade Yahya.

Pelaku pembunuhan orangutan bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem dengan ancaman hukuman penjara maksimal lima tahun.

Pertarungan orangutan-manusia

Ramadhani menduga orangutan naas tersebut masuk area perkebunan kelapa sawit yang dikelola masyarakat di sekitar TNK. Selama ini memang ada anggapan orangutan sebagai perusak perkebunan masyarakat.

Orangutan dan manusia punya kecenderungan sama dalam pemilihan lokasi tempat hidup. Orangutan suka hutan dataran rendah dan subur dimana cocok bagi perkebunan kelapa sawit dan karet.

Hal ini berakibat terjadi gesekan antara manusia dan orangutan di Kalimantan. Sejumlah pembantaian orangutan bermula dari perusakan perkebunan sawit dan karet.

“Kami mendata setidaknya ada tujuh kasus pembantaian orangutan dengan senapan angin di Kaltim sejak 2012,” papar Ramadhani.

Dia tidak menyertakan pembantaian empat orangutan lainnya yakni pembakaran orangutan di Bontang dan pembacokan di Sangata.

Pertengahan Januari lalu, bangkai orangutan dengan kondisi sangat mengenaskan dan kepala terpenggal ditemukan hanyut di Sungai Barito, Kalimantan Tengah (Kalteng).

“Kondisi sama seperti di TNK, ditembak senapan angin, dibacok parang, pentungan dan yang di Kalteng, dipenggal kepalanya,” tutur Ramadhani.

Polisi telah menangkap dua petani karet yang diduga membunuh orangutan itu.

Dari pengakuan mereka, kata Ramadhani, orangutan itu dianggap merusak perkebunan karet plasma milik masyarakat.

“Mereka mengaku takut dengan orangutan, lalu dibunuh dan kepalanya disimpan buat souvenir,” tuturnya.

Ramadhani meminta keseriusan polisi untuk dapat menangkap pelaku pembunuhan di TNK karena selama ini ada anggapan aparat abai dalam penyelamatan orangutan yang berkonflik dengan manusia.

“Ada anggapan, apalah artinya orangutan yang harganya cuma Rp30 juta per individu. Padahal nilai sesungguhnya penyelamatan mencapai ratusan juta rupiah dan orangutan tidak ternilai harganya,” tegasnya.

Populasi orangutan terdesak

TNK adalah pusat habitat orangutan di Kaltim dengan populasi diperkirakan mencapai 1.511 individu yang tersebar di Sangkima, Mentoko, dan Menawang.

Taman nasional seluas 192.709 hektar itu kini terancam praktik perambahan hutan, pemukiman warga, hingga perkebunan kelapa sawit.

“Warga menduduki area TNK seluas 17.000 hektar,” ujarnya.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim, Sunandar Trigunajasa, menyesalkan peristiwa yang terus berulang meskipun aparat hukum tegas menindak pelaku pembantaian.

“Setelah pengumpulan informasi akan dipublikasi hasil temuan di lapangan,” katanya.

Sunandar mengakui, populasi orangutan Kalimantan semakin terdesak akibat aktivitas perekonomian manusia. Sejumlah kajian menyebutkan populasi orangutan yang tersisa sekitar 50.000 ekor.

Namun Sunandar meragukan hasil kajian itu mengingat keberadaannya semakin sulit dijumpai di hutan-hutan Kalimantan.

Keberadaan sarang orangutan, menurutnya, bukan menjadi cerminan sesungguhnya populasi orangutan Kalimantan.

“Orangutan sangat sulit ditemui. Survei jumlah populasi hanya berdasarkan sarang yang berhasil ditemui di pohon-pohon,” jelasnya.

Satu-satunya cara menjaga keberadaan orangutan, tambahnya, dengan terus menjaga kelestarian hutan Kalimantan.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.