Gara-gara Status Facebook, Dokter Otto Divonis 2 Tahun Penjara

Pengacara terdakwa kecewa atas vonis kliennya dan mempertanyakan indepedensi hakim dalam memutus perkara.
Gunawan
2017.07.26
Balikpapan
170726_ID_Otto_1000.jpg Terdakwa Otto Rajasa (tengah) berbicara kepada wartawan setelah divonis dua tahun penjara di Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur, 26 Juli 2017.
Gunawan/BeritaBenar

Terdakwa dokter Otto Rajasa (40) berusaha tetap tenang mendengarkan pembacaan putusan kasus penistaan agama yang menjeratnya gara-gara status yang dia tulis di akun Facebooknya.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim), yang diketuai Aminuddin dengan hakim anggota, Darwis dan M Asri, bergantian membacakan putusan selama sejam dalam persidangan, Rabu, 26 Juli 2017.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dokter Otto Rajasa bin Supomo dengan pidana penjara dua tahun dan denda sebesar Rp50 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar digantikan pidana kurungan selama satu bulan," ujar Aminuddin membacakan putusan.

Seusai hakim menjatuhkan vonisnya, Otto langsung berdiri sembari melambaikan tangan ke arah istri dan rekan-rekannya yang setia menunggu sejak pagi.

“Saya sudah perkirakan akan terkena hukuman selama itu,” katanya kepada wartawan saat digelandang polisi menuju mobil tahanan kejaksaan.

Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa, yang menuntut Otto dengan hukuman penjara 3 tahun dan denda Rp50 juta subsider penjara 3 bulan.

Otto dijerat dengan ketentuan pasal 28 Undang Undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE) tentang penyebaran informasi kebencian berdasarkan unsur SARA yang ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara.

"Pesan saya, jangan berpikir kritis, kita harus ngikutin masyarakat. Kalau di Indonesia berpikir kritis akan dihukum,” kata Otto.

Polisi menindak lanjuti laporan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Balikpapan yang mengadukan posting satire Otto di akun Facebooknya yang mengkritisi “Aksi Bela Islam” akhir tahun lalu.

Menyinggung aksi ribuan umat Islam di Jakarta saat itu yang menuntut Gubernur Jakarta ketika itu - Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama - dipenjarakan karena pidatonya yang dianggap menistakan agama Islam, Otto yang juga adalah seorang Muslim, menulis di Facebooknya: ”Ibadah haji paket hemat ada di Jakarta. Ibadah tawaf mengelilingi Kabah bisa diganti mengelingi Masjid Istiqal, ibadah melempar jumroh bisa diganti dengan melempar foto Ahok. Ibadah mencium Hajr Aswad bisa diganti mencium mobilnya Rizieq.”

Postingan Otto lainnya yang membuatnya didakwa adalah tentang pendapatnya terhadap keharusan berpuasa pada anak kecil. “Kalian puasa ikut siapa? Nabi Muhammad puasa umur 49 tahun. Sekarang anak-anak kecil masih masa pertumbuhan, belum akil baligh sudah dipaksa untuk puasa, terus kalian ikuti siapa?”

Hal lain yang juga dilaporkan MUI Balikpapan karena dinilai menghina Islam adalah postingannya yang mengatakan, ”Saya tidak percaya Tuhan yang hanya menciptakan orang kafir kafir sendiri, menciptakan neraka neraka sendiri terus kemudian menyiksa hamba hambanya sendiri. Tuhan seperti itu bagi saya LOL…”

Dalam pembelaanya, Otto menampik anggapan dirinya seorang Atheis. Ia berdalih, kalimatnya hanya sindiran kepada ISIS.

“Kalimat ini hanya untuk mereka yang bisa paham saja. Itu untuk mengkritisi ISIS yang semena-mena menembak mati perempuan mengenakan jaket warna merah,” ujarnya dalam persidangan sebelumnya.

Otto sebelumnya dikenal kritis dalam mengecam intoleransi melalui akun media sosial. Ia termasuk dalam 14 orang dari sekitar 80 juta pengguna Facebook di Indonesia yang diundang makan siang oleh Presiden Joko “Jokowi” Widodo, Januari 2016 silam, karena dinilai sering membagikan pesan-pesan toleransi di media sosial.

Siap mental

Otto mengaku sejak awal telah meminta keluarga siap mental akan keputusan terburuk dalam proses persidangan yang dimulai sejak Mei lalu. Apalagi, sejak itu, ia ditahan atas perintah hakim.

Sembari tersenyum, Otto menyebutkan, vonis itu persis seperti yang diterima idolanya, Ahok, yang juga dipenjara karena dinilai terbukti menistakan agama Islam.

“Iya ya, persis seperti kasus Ahok dapat hukuman penjara 2 tahun,” tuturnya.

Istri Otto, Aliya (40) mengabadikan setiap momen pembacaan putusan melalui gawai. Perempuan berjilbab itu terlihat tenang sembari tetap melempar senyum.

“Untuk apa bersedih dengan putusan ini, nanti malah membuat suami makin berat menghadapi masalah ini,” ujarnya.

Menurut Aliya, hukuman penjara 2 tahun sesuai perkiraan suaminya ini. ia menyatakan, suaminya pernah berujar setidaknya akan dihukum seperti halnya dialami Ahok.

“Seperti hukuman Ahok, 2 tahun penjara. Pas sudah dengan dialami suami,” paparnya.

Aliya akan berusaha mendukung suaminya selama menjalani masa tahanan di Lapas Balikpapan. Dokter muda ini akan menyiapkan sepenuhnya makanan kegemaran suaminya untuk menghiburnya selama di penjara.

“Nanti saya kirimkan ayam goreng, buah-buahan yang menjadi kegemarannya. Biar dia tidak terlalu kepikiran,” ungkapnya.

Kecewa

Kuasa hukum terdakwa, Mulyati, mengaku kecewa dengan vonis terhadap kliennya dan mempertanyakan indepensi hakim memutus perkaranya. Dia menyebut, majelis hakim pula yang memerintahkan penahanan Otto sejak disidang.

“Di polisi tidak ditahan, di kejaksaaan hanya tahanan kota. Namun ketika sidang kedua diperintahkan hakim untuk dilakukan penahanan. Hakim mendapatkan tekanan untuk menahan klien kami,” katanya.

Mulyati mengaku siap menyiapkan langkah hukum perlawanan atas putusan Pengadilan Negeri Balikpapan. Dia mengaku mempertimbangkan pengajuan banding ke Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur.

“Nanti saya konsultasikan dengan klien saya dulu, saya masih punya waktu tujuh hari untuk menyatakan pendapat. Kemungkinan akan banding,” tegasnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.