Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Didesak Hapus Aplikasi Pengawas Aliran Kepercayaan

Kejati DKI Jakarta menyatakan, aplikasi itu dibuat untuk mengetahui perkembangan dan memudahkan pengawasan aktifitas aliran keagamaan dan kepercayaan.
Rina Chadijah
2018.11.26
Jakarta
181126-ID-religion-620.jpg Kelompok minoritas dari Huria Kristen Batak Protestan, Syiah, dan Ahmadiyah berunjuk rasa di Jakarta, 8 April 2013.
AFP

Sejumlah lembaga hak asasi manusia mendesak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta membatalkan dan menghapus aplikasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem), yang baru diluncurkan karena dinilai berpotensi menimbulkan gesekan di masyarakat.

Koordinator Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menilai aplikasi yang dinamakan Smart Pakem itu dapat memicu penghakiman massal terhadap warga dan kelompok berkeyakinan tertentu.

“Aplikasi itu dapat menyulut persekusi ketika ada orang yang dilaporkan berkeyakinan berbeda. Karena itu kami minta Kejati DKI Jakarta dan juga Kemenkominfo menghapus aplikasi itu,” katanya kepada BeritaBenar, Senin, 26 November 2018.

Kejati Jakarta meluncurkan aplikasi Pakem Jumat lalu, dengan salah satu fitur yang memungkinan masyarakat membuat laporan mengenai organisasi kemasyarakatan (Ormas) atau aliran kepercayaan yang dianggap menyimpang.

Isnur mengatakan, kelompok aliran kepercayaan maupun minoritas lain selama ini kerap mendapatkan persekusi, pengusiran, bahkan terkadang pembunuhan dari warga yang menganggap mereka berkeyakinan sesat.

Kebanyakan dari kasus yang ada, para korban mendapatkan perlakuan seperti itu karena informasi yang keliru dan sengaja dibuat menyesatkan.

“Bukan tidak mungkin ada orang yang kemudian memakai aplikasi ini untuk melaporkan informasi sesat sehingga berujung pada kekerasan terhadap orang yang dilaporkan, ini berbahaya,” katanya.

Isnur mengingatkan, UUD 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum dan setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Negara menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya.

"Jaminan yang sama dan larangan diskriminasi atas nama apa pun termasuk karena agama dan keyakinan juga ditegaskan dalam UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan UU 12/2005 yang menjadikan Kovenan Sipil dan Politik sebagai hukum Indonesia," tegasnya.

Isnur perlu mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi dalam putusannya tahun 2017 terkait judicial review undang-undang penodaan agama tahun 1965 telah menyatakan legislasi itu sudah perlu segera direvisi secara mendalam.

Mahkamah Konstitusi juga menegaskan jika ada seseorang atau sekelompok orang melakukan perbuatan main hakim sendiri atau persekusi dengan dalih Pasal 1 UU 1/PNPS/1965, maka negara wajib hadir dan bersikap tegas.

“Apalagi MK juga menegaskan bahwa negara harus menjamin perlindungan bagi setiap warga negara yang hendak melaksanakan hak konstitusionalnya secara damai, termasuk dalam menganut agama dan keyakinannya,” ujarnya.

Cegah persekusi

Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menyatakan, aplikasi itu dibuat untuk mengetahui perkembangan dan memudahkan pengawasan aktifitas aliran keagamaan dan aliran kepercayaan serta mencegah persekusi oleh warga terhadap suatu ormas atau aliran kepercayaan yang dianggap menyimpang.

“Karena sekarang ini banyak terjadi perkembangan kesenjangan konflik agama sehingga dibutuhkan informasi tentang aliran keagamaan dan aliran kepercayaan," kata  Asintel Kejati DKI Yulianto, seperti dilansir Detik.com.

Aplikasi ini disebut berisi beberapa fitur, termasuk fatwa Majelis Ulama Indoneisa (MUI), aliran keagamaan, aliran kepercayaan, ormas, informasi, dan laporan pengaduan. Aplikasi Smart Pakem juga bisa mengetahui semua data aliran di Jakarta, mengetahui daerah aliran kepercayaan dan keagamaan, sarana diskusi, serta pengaduan masyarakat.

"Aplikasi ini menerima pengaduan masyarakat apabila menemukan indikasi kelompok aliran kepercayaan atau ormas yang menyimpang," kata Kasipenkum Kejati DKI, Nirwan Nawawi.

Aplikasi itu telah dapat diunduh oleh pengguna ponsel Android dan mendapatkan satu bintang dan 11 ulasan.

Seorang warga mengritik aplikasi tersebut dan menyebutnya sebagai “provokatif.”

”Saya tidak mengerti ranah Kejati menyentuh keagamaan dan aliran dalam aplikasi ini. Screencapnya pun provokatif. Kenapa Ahmadiyyah bukan Islam? Saya kira lebih relevan kalau aplikasi ini memuat artikel pelaku penyerangan Ahmadiyyah,” tulis salah seorang warga.

Surati kejaksaan

Komisi nasional Hak Asasi Manusia (Komnas) HAM, mengaku telah menyurati Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk segera menghapus aplikasi  itu karena dinilai diskrimintatif dan bertentangan dengan semangat demokrasi.

Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik mengatakan, kehadiran aplikasi ini tidak sejalan dengan upaya pemerintah melindungi setiap warga negara untuk beribadah sesuai keyakinannya masing-masing.

“Ada potensi gesekan di masyarakat kalau aplikasi ini disalahartikan sehingga nantinya menjadi alasan pembenar untuk melakukan kekerasan kepada kelompok dan warga berkeyakinan tertentu,” katanya saat dihubungi BeritaBenar.

Komnas HAM berharap Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta lebih sensitif dalam melahirkan kebijakan maupun inovasi.

“Kami sudah kirimkan surat ke Kejaksaan, kami berharap aplikasi itu segera dihapus supaya tidak meresahkan masyarakat,” katanya.

Komisioner Komnas HAM lain, Chairul Anam menilai, yang paling dirugikan dari aplikasi ini adalah penghayat kepercayaan.

Menurutnya, kehadiran aplikasi ini adalah catatan buruk bagi tolerasi di Indonesia.

"Itu menyeret negara untuk mengurusi kepercayaan orang lain. Itu catatan buruk. Itu menambah lukanya kaum penghayat kepercayaan. Soal toleransi beragama, lebih baik serahkan ke penghayatnya," katanya, dalam keterangan tertulis.

Anam juga menyebutkan, aplikasi itu bisa membahayakan HAM dan demokratisasi di Indonesia dan bertentangan dengan semangat toleransi yang digaungkan pemerintah.

"Ini kontraproduktif terhadap usaha-usaha pemerintah. Jaksa Agung harus menurunkan aplikasi tersebut agar tak bertentangan dengan upaya-upaya pemerintah membangun demokrasi," pungkasnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.