RUU Permusikan, Jeratan Penjara Membayangi Musisi
2019.02.06
Jakarta

Rancangan Undang-undang (RUU) Permusikan yang tengah dibahas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menuai polemik karena ditentang kalangan musisi tanah air.
Penggagas Kami Musik Indonesia dan Koalisi Nasional Tolak (KNT) RUU Permusikan menolak sebagian isi RUU yang dianggap membelenggu kebebasan musisi untuk berekspresi.
Salah satu pasal dari 19 pasal bermasalah yang mendapat kritikan adalah Pasal 5, yang menyebutkan, "dalam melakukan proses kreasi, setiap orang dilarang menista agama, mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum, membawa pengaruh negatif budaya asing hingga merendahkan martabat manusia".
Apabila Pasal 5 dari RUU Permusikan ini dilanggar, pidana penjara pun mengancam kalangan musisi.
"Kami merasa tidak ada urgensi bagi DPR dan pemerintah untuk membahas dan mengesahkannya menjadi Undang-Undang,” demikian siaran pers KNT RUU Permusikan yang diterima BeritaBenar, Rabu, 6 Februari 2019.
Pernyataan sikap KNT yang disepakati 267 musisi menyebutkan alasan penolakannya karena “naskah ini menyimpan banyak masalah fundamental yang membatasi dan menghambat perkembangan kreasi."
Mereka menilai RUU Permusikan memuat pasal yang tumpang tindih dengan beberapa undang-undang seperti, UU Hak Cipta, UU Serah-Simpan Karya Cetak dan Karya Rekan, dan UU ITE.
"Kalau musisinya ingin sejahtera, sebetulnya sudah ada UU Perlindungan Hak Cipta dan lain sebagainya dari badan yang lebih mampu melindungi itu, jadi untuk apa lagi RUU Permusikan ini," kata Danilla Riyadi, anggota KNT.
Menurut Cholil Mahmud dari grup musik Efek Rumah Kaca, Pasal 5 yang disebut sebagai pasal karet itu membuka ruang bagi kelompok penguasa atau siapapun untuk mempersekusi proses kreasi yang tidak disukai.
"Selain itu pasal ini bertolak belakang dengan semangat kebebasan berekspresi dalam berdemokrasi yang dijamin UUD 1945,” tuturnya.
“RUU Permusikan telah menabrak logika dasar dan etika konstitusi dalam negara demokrasi dan menciptakan negara otoritarian.”
Monda Gascaro, dari KNT RUU Permusikan menambahkan,"Tujuan RUU ini jelas banget berpihaknya ke mana, yang mau dipadamkan jelas kebebasan berekspresi, berkarya dan berbudaya."
Harus dikawal
Pengamat musik Bens Leo, saat dihubungi BeritaBenar, menyatakan munculnya polemik RUU Permusikan itu karena kurangnya diskusi antara musisi dengan DPR dan Pemerintah.
"Jadi sebetulnya draf itu datang dari kalangan musisi atau kalangan yang ada di industri musik,” ujarnya.
“Tapi itu kan yang bikin drafnya sebagian besar DPR ya. Mereka mewadahi aspirasi tapi mereka tidak mewawancarai beberapa rekan, contohnya band-band indi.”
Bens menyarankan sebaiknya RUU Permusikan jangan ditolak dulu, tapi kalangan musisi berkumpul lagi untuk merevisi pasal-pasal yang dianggap menjadi masalah.
Direktur Eksekutif Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju, menyebutkan Pasal 5 pada RUU Permusikan mengandung pasal karet yang apabila disahkan bisa berbahaya bagi para musisi.
"Pasal 5 sudah membatasi musisi dari proses kreasi, bahkan sebelum sebuah karya dilahirkan. Dan ini bisa membahayakan industri musik,” katanya saat dihubungi.
Dikaji ulang
Anang Hermansyah, anggota Komisi X DPR RI yang menjadi salah satu penggagas RUU Permusikan mengungkapkan bahwa RUU yang menimbulkan kontroversi ini akan dikaji ulang guna menjadi hal yang baik bagi dunia musik Indonesia.
“Bahwa (RUU Permusikan) itu baik untuk perkembangan masa datang, buat industri musik Indonesia yang salah satunya bagaimana pemerintahan daerah memfasilitasi. Jadi ada yang baik, ada yang enggak. Pastinya akan dikaji ulang,” katanya kepada wartawan.
Anang yang juga seorang penyanyi mengatakan bahwa semua masukan dan saran dari masyarakat akan dibahas ulang dan dipertimbangkan sehingga RUU Permusikan itu akan berjalan dengan baik.
“Masukan yang hadir di mana-mana di sosial media, itu akan direkam dan kita bahas bersama-sama. Apakah memang ini diteruskan atau tidak,” pungkasnya.