Ketika Batu Padas Ditambang Ilegal di Bali

Anton Muhajir
2017.01.13
Gianyar
QUARRYING-01.JPG

Tempat penambangan pasir dari seberang sungai Petanu. Lahan yang dulu rimbun dan hijau sekarang dibiarkan menganga. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

QUARRYING-02.JPG

Buruh di penambangan punya tugas masing-masing seperti menggali, memotong, atau menghaluskan batu padas. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

QUARRYING-03.JPG

Seorang buruh menghaluskan bentuk batu padas sebelum diangkut ke tempat penjualan. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

QUARRYING-04.JPG

Seorang buruh melewati jalanan curam di pinggir sungai sambil membawa batu padas di kepalanya. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

QUARRYING-06.JPG

Tumpukan batu padas di pinggir jalan yang siap diangkut untuk pembeli. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

QUARRYING-07.JPG

Seorang buruh melewati jembatan dari bambu sambil membawa batu padas di kepalanya. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

QUARRYING-10.JPG

Buruh perempuan yang mengangkut batu padas bekerja hingga 8 jam perhari. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

Suara mesin gerinda meraung dari balik hamparan hijau rumput ilalang di pinggir sungai Petanu di Desa Kemenuh, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali, awal Januari lalu. Suara memekakkan telinga itu memecah ketenangan desa tetangga Ubud tersebut.

Seperti desa lain, Kemenuh sebenarnya sedang menata diri menjadi desa wisata. Namun, kerasnya suara gergaji mesin justru merusak mimpi Kemenuh sebagai desa wisata.

Ida Ayu Agung Mas, pemilik vila Sua Bali kehilangan tamunya karena mereka terganggu suara gerinda. “Saya termasuk yang dirugikan dengan penambangan ilegal ini,” katanya.

Riuh mesin gerinda itu berasal dari para penambang batu padas di tebing Petanu, salah satu sungai yang tak hanya sarat keberagaman lingkungan tapi juga kekayaan warisan adat budaya Bali.

Sejak 1998, tebing lestari itu mulai ditambang secara ilegal. Pemilik tanah menyewakan lahan pada pengusaha penambangan. Salah satu pengusaha, I Nengah Taman mengakui mereka memang menambang batu padas di tebing sungai secara ilegal.

“Kami sudah mengajukan ke pemerintah tapi mereka tak memberi izin penambangan di lokasi tersebut,” ujarnya.

Tidak ada izin tak menghentikan penambangan batu-batu padas di tebing Petanu. Begitu pula daerah lain termasuk di Kecamatan Pupuan, Tabanan.

Di lokasi-lokasi penambangan, para buruh menggali tanah. Setelah kedalaman sekitar 1,5 meter, mereka menggerinda batu-batu padas. Hasilnya berupa batu padas kotak dengan beragam ukuran.

Selain penggali, ada pula buruh yang menghaluskan batu-batu padas itu, mengangkut dengan meniti jembatan, menyeberang sungai ke lokasi pengumpulan, lalu membawa ke tempat penjualan. Batu-batu padas itu dijual sekitar Rp 20.000 per bata.

Dari tempat-tempat penambangan ilegal, batu-batu padas itu kemudian menjadi bahan baku hotel, rumah, bahkan pura-pura di Bali.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.