Erwiana Melanjutkan Usahanya Membantu Pekerja Migran
2015.03.03

Dengan kemenangan yang diraihnya di pengadilan distrik di Hong Kong, perempuan asal Jawa Timur, Erwiana Sulistyaningsih (24), bermimpi untuk mendirikan organisasi yang membantu para pekerja migran mengetahui dan mempertahankan hak mereka.
“Saya masih ingin membantu sesama pekerja migran yang disalahgunakan dan diabaikan oleh pemerintah sendiri, "katanya perlahan kepada AFP.
“Saya ingin mendirikan sebuah yayasan untuk membantu rekan saya yang lain agar mereka dapat memahami masalah dasar kami (Tenaga Kerja Indonesia/TKI) di luar negeri dan ketika kembali Indonesia,” terang Erwiana.
Siapa Erwiana?
Lahir dari pasangan petani miskin di Ngawi, Jawa Timur, orang tua Erwiana tidak mampu menyekolahkan Erwiana atau kakaknya ke universitas. Keluarga Erwiana hidup dalam kondisi yang memprihatinkan, karena itu begitu lulus SMA, Erwiana langsung bekerja sebagai pelayan restoran dengan tekad untuk mengumpulkan uang untuk kuliah dan membantu orang tuanya.
Erwiana memutuskan bekerja sebagai TKI di Hong Kong 2013.
Seperti kota besar lainnya di Asia dan Timur Tengah, Hong Kong terkenal sebagai salah satu tujuan banyaknya tenaga kerja dari Indonesia dan Filipina.
Erwiana mengungkapkan kegelisahannya, mengatakan bahwa kisahnya mengisyaratkan bahwa rendahnya tingkat pendidikan dan sempitnya lowongan kerja di Indonesia telah menjadi faktor pendorong utama banyaknya tenaga kerja Indonesia memilih bekerja di luar negeri, meskipun dengan resiko tinggi seperti kekerasan dan penganiayaan.
"Pemerintah harus memberikan akses khususnya bagi masyarakat miskin, sehingga mereka bisa mendapat pekerjaan yang layak,” katanya kepada wartawan AFP seperti dikutip oleh Jakarta Globe tanggal 2 Maret.
Kemenagan Erwiana
Hakim pengadilan di distrik Hong Kong memutuskan bahwa Law Wan-tung (44) telah bersalah melanggar hukum karena menganiaya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Erwiana.
Law dinyatakan bersalah atas 18 kasus dari 20 dakwaan yang ditujukan kepadanya.
Erwiana bekerja dengan dipantau CCTV dan tidak bisa keluar rumah karena pintu selalu dikunci. Law juga mengancam Erwiana akan membunuh keluarga perempuan muda ini di Indonesia, dan mengatakan bahwa ia (Law) mempunyai banyak kaki tangan untuk melakukannya.
Ketua Majelis Hakim, Amanda Woodcock, menyatakan bahwa tindakan Law memukul Erwiana dengan benda keras dan meyiram Erwiana dengan air es di musim dingin adalah sangat biadab dan sulit untuk dibela.
"Semakin dianiaya, Erwiana tak bisa berbuat apa-apa saat itu," ujar Amanda seperti dikutip dalam Liputan6 tanggal 10 Febuari lalu.
Lebih menyedihkan lagi, Law tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar sejumlah gaji Erwiana. Pengadilan menuntut Law untuk membayar Rp 47 juta kepada Erwiana.
Erwiana tersenyum puas ketika ditemui banyak wartawan pada hari Jumat tanggal 27 Febuari setelah keputusan sidang, tetapi ia mengatakan tugasnya belum selesai.
Di dalam persidangannya di Hong Kong, Erwiana di dampingi oleh kuasa hukumnya, dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Sarli Zulhendra.
Erwiana mengatakan bahwa tugasnya masih panjang. Dia ingin meneruskan usahanya membantu para pekerja migran lainnya, Erwiana ingin membuat sebuah yayasan untuk membantu mereka.
Tindakan brutal dan kekerasan telah membuat Erwiana cidera parah. Kasus Erwiana telah memberikan inspirasi bagi banyak TKI wanita untuk berani mempertahankan haknya. Kasus Erwiana tidak saja popular di Indonesia dan di Hong Kong tapi jua menjadi sorortan dunia international.
Erwiana sempat masuk di dalam daftar 100 orang yang paling berpengaruh, versi majalah TIME. Keberanian Erwiana jarang ditemui di banyak pekerja migran yang mengalami nasib yang sama.
Majalah TIME mengutip "The migrant worker who fought back" (buruh migran yang berani melawan untuk keadilan-red).
“Saya sangat senang,” kata Erwiana mengenai daftar itu.
”Saya berharap dapat menarik perhatian pemerintah Indonesia dan Hong Kong agar mereka tidak menganggap remeh buruh migran," tambahnya.
Erwiana dan para anggota lain dari Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) juga berbaris untuk menuntut perlindungan pemerintah bagi pekerja migran.
Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) setidaknya telah menerima 2.643 pengaduan dari pekerja Indonesia di Hong Kong, Arab Saudi, Malaysia, dan Taiwan. Masih banyak tugas yang harus diselesaikan pemerintah Indonesia untuk membantu pekerja migran mengetahui dan mempertahankan haknya, AFP melaporkan.