Meregang Nyawa Usai Minum Miras Oplosan

Kusumasari Ayuningtyas
2016.05.25
Yogyakarta
160525_ID_bootlegliquor_1000.jpg Wakapolda Yogyakarta, Kombes. Pol. A.H. Gani (duduk kiri) memberikan keterangan kepada wartawan saat gelar barang bukti hasil operasi miras di Mapolda Yogyakarta, 17 Mei 2016.
Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar

Perempuan 41 tahun itu mengaku pusing dan sakit perut luar biasa. Penglihatannya terganggu dan agak rabun. Akhirnya dia memutuskan segera berobat ke rumah sakit, Sabtu, 14 Mei 2016 lalu.

Sutarti sama sekali tidak tahu asal minuman keras (miras) yang dia minum bersama dua rekannya – Juweni dan Sujiyo – dua hari sebelumnya. Ada curiga saat mencium bau berbeda dengan miras yang biasa diminumnya.

“Ada bau wangi yang beda dari minuman biasanya, tak enak rasanya,” ujar Sutarti, yang menolak memberitahu identitas lengkap karena khawatir. Ia hanya mengaku seorang pegawai swasta yang tinggal di daerah Umbulharjo, Yogyakarta.

Dia tidak bersedia menyebutkan lokasi berpesta miras. Setelah minum, mereka berpisah. Sutarti pulang ke rumah. Esok hari, ia sempat jatuh. Kepalanya berkunang-kunang dan penglihatannya kabur. Beruntung, seorang rekannya segera membawanya ke rumah sakit.

“Awalnya hanya rabun, lalu berubah jadi putih saja,” tuturnya kepada wartawan. Dia tak bersedia difoto. Kondisinya membaik setelah dirawat beberapa hari.

Sutarti mengaku tidak tahu miras yang diminum hasil oplosan. Selama ini ia memang sering minum minuman beralkohol, tapi tidak pernah mengalami sakit luar biasa.

Kondisi tidak jauh berbeda juga dilaporkan dikeluhkan Sabri (39), korban miras oplosan yang meninggal 15 Mei lalu. Menurut penuturan seorang kerabat korban, Joko Prasetyo (48), Sabri minum arak oplosan sebelum muntah darah.

“Hanya saja arak itu kok beda, lebih halus, baunya wangi dan tidak cepat mabuk,” terang Joko, mengutip pengakuan rekannya dua hari sebelum Sabri menghembuskan nafas terakhir.

Menurut Joko, Sabri yang sehari-hari bekerja sebagai tukang parkir mulai mengeluh pandangan matanya kabur, napas tersengal-sengal dan sempoyongan, pada 13 Mei.

Sehari kemudian, Sabri dibawa ke rumah sakit. Dia sempat membaik setelah diinfus sebelum kondisinya memburuk dan akhirnya meninggal. Menurut keterangan dokter kepada keluarga, ginjal Sabri rusak 75 persen.

Menyebar dan berkelompok

Dalam beberapa minggu terakhir sejak 13 Mei, 14 nyawa melayang di Bantul Yogyakarta karena miras oplosan. Kasat Reskrim Polres Bantul, AKP Anggaito Hadi Prabowo mengungkapkan, delapan orang tewas, 13 Mei lalu. Dua hari kemudian, lima orang meninggal dunia, dan pada 17 Mei seorang menghembus napas terakhir.

Polisi belum bisa memastikan kapan para korban mengonsumsi miras oplosan yang berujung maut. Menurut Anggaito, korban diyakini meminum miras oplosan secara berkelompok di lokasi berbeda. Hal itu merujuk dari alamat korban yang bervariasi.

Lokasi yang menjadi acuan pengusutan polisi adalah rumah Feriyanto di Kranginan, Banguntapan, rumah Slamet Winangsih dan Purwanto di Bangunharjo, Sewon. Dua dari rumah ketiganya yang digunakan untuk meminum miras oplosan diduga penjual miras, yaitu Feriyanto dan Slamet Winangsih.

Saat digeledah, polisi mengamankan 81 botol miras oplosan di rumah Feriyanto. Pria 40 tahun itu sudah ditetapkan sebagai tersangka. Sedangkan di rumah Slamet, polisi tidak menemukan bukti.

Saat diperiksa polisi, jelas Anggaito, mereka mengaku miras oplosan didapatkan dari seseorang bernama Budiyanto alias Udik yang tinggal di Kasongan, Bantul. Mereka membeli Rp12.000 untuk selanjutnya dijual seharga Rp 15.000 perbotol.

Beberapa hari kemudian, polisi menangkap Budiyanto di Solo dan menyita satu teko yang dipakai untuk mengoplos miras, pemanis buatan dan bekas tutup galon air mineral.

Bukan kasus pertama

Miras oplosan yang menewaskan belasan peminumnya di Bantul, bukan kasus pertama di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelumnya, 7 Februari 2016, sebanyak 26 orang meninggal dunia setelah mengonsumsi miras oplosan di Sleman, Yogyakarta, yang  merupakan campuran ethanol, air mineral, sari gula dan perasa buah.

Kapolda Yogyakarta Brigjen Pol. Prasta Wahyu Hidayat menyayangkan masih ada orang minum miras oplosan padahal sudah banyak menelan korban jiwa. Dia berjanji akan memperketat pengawasan dan melancarkan razia besar-besaran agar kematian karena minum miras tak terulang.

Minuman beralkohol harganya cukup mahal di Indonesia dan beberapa wilayah di Indonesia telah memberlakukan pelarangan penjualan minuman keras.

Namun banyak kajian yang mengatakan bahwa pelarangan tersebut justru memicu penggunaan miras oplosan.

Seorang peneliti dari Pusat Kajian Kebijakan Indonesia, Rofi Uddarojat, seperti dikutip di Fairfax Media mengatakan bahwa jika pemerintah ingin melindungi masyarakat, seharusnya dibuat peraturan  yang melarang peredaran minuman alkohol illegal, seperti miras oplosan, dan bukan melarang minuman alkohol yang legal.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.