Penutupan Lokalisasi Terbesar di Kaltim, Mungkinkah?
2016.06.06
Balikpapan

Komplek prostitusi Kilometer 17 Kelurahan Karang Joang Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim), lengang, Rabu, 1 Juni 2016. Tak ada keramaian seperti hari-hari biasa. Belasan petak kamar, terkunci dari luar.
Lokasi prostitusi yang dulunya dihuni sekitar 300 pekerja seks komersial (PSK) ini masih menyisakan 60 bangunan barak berukuran 5 x 20 meter, terkesan tanpa penghuni.
Tatapan curiga segelintir penghuninya memperhatikan tiap orang asing yang memasuki tempat itu. Mereka adalah beberapa perempuan muda dan pria bertatoo yang sedang bersantai di pintu portal lokalisasi terbesar di Kaltim.
Mereka segera berlalu, saat BeritaBenar memperkenalkan diri guna mewawancarai soal penutupan lokalisasi itu. Satu di antaranya adalah Ria (25) – asal Surabaya, Jawa Timur, yang mengaku sudah enam bulan mencoba peruntungan dengan menetap di komplek tersebut.
Ria terkesan enggan melayani pertanyaan seputar penutupan lokalisasi itu. Dia bergegas beranjak pergi meskipun sebelumnya terlihat berbincang akrab dengan rekannya, Ani, di pelataran Barak Mawar. “Ngak biasa diwawancara wartawan,” tutur perempuan mungil itu sambil tertawa.
Ria mengaku tak terlalu peduli dengan kebijakan pemerintah menutup komplek seluas 6 hektare itu. Dia sudah bertekad tetap bertahan di Balikpapan. “Tetap di sini saja, entah nanti mau tinggal dimana. Tidak mau pulang ke Surabaya,” ketusnya.
Ani (35) mengaku para PSK yang masih bertahan di situ terbentur tak adanya biaya transportasi pulang ke kampung halaman. Mereka adalah para pendatang baru yang tidak mendapat alokasi dana pemulangan dari pemerintah sebesar Rp 1,2 miliar bagi 311 PSK.
“Kami baru di sini, tidak dapat alokasi dana pemulangan. Padahal kami sudah terlanjur berada di sini,” ujarnya.
Para penghuni lokalisasi itu menunggu pemulangan yang pernah dijanjikan Pemerintah Kota (Pemko) Balikpapan. Dana tali asih bisa dipakai mereka sebagai modal awal untuk membuka usaha baru di luar jasa bisnis seks.
“Kalau ada bantuan kan bisa untuk usaha kami, seperti usaha salon misalnya,” keluh Ani.
Desakan ulama
Sebenarnya Pemko Balikpapan secara resmi menutup lokalisasi itu menyusul desakan ulama setempat, Juni 2013 silam. Tiga tahun sudah berlalu, tetapi tempat itu tetap menggeliat menawarkan jasa layanan bisnis seks.
“Coba ke sini malam pukul 20.00 Wita. Tempat ini berubah seperti pasar malam. Ramai sekali, musik diputar kencang-kencang, wanita berdandan menor dan jual beli minuman keras,” kata Halib, Ketua Posko Tim Terpadu Penutupan Lokalisasi Km 17 Balikpapan.
“Kalau ada petugas datang, para PSK berhamburan untuk bersembunyi ke luar komplek. Mereka takut dengan polisi, Satpol PP, dan wartawan. Wajar saja mereka tak tenang jika diwawancarai,” ujar Halib yang rumahnya berjarak 100 meter dari lokasi prostitusi itu.
Lokalisasi Kilometer 17 mulai menjalankan bisnis seks sejak tahun 1980-an. Selama puluhan tahun, tidak ada yang mampu menertibkan lokalisasi yang menempati lahan pemerintah daerah itu.
“Entah kenapa sulit sekali menertibkan tempat itu. Saya pernah bernazar, jika lokalisasi ini tutup akan menggelar selamatan,” tuturnya.
Halib sangat berharap sikap tegas pemerintah dalam menertibkan lokalisasi tersebut, karena menurutnya, keberadaan tempat itu menjadi pemicu maraknya peredaran minuman keras, narkoba hingga berbagai aksi kriminalitas di sekitar kawasan tersebut.
“Tak bagus bagi perkembangan moral anak-anak muda. Keluarga di sini melarang anak-anak mereka bermain di sekitar situ,” tegasnya.
Target pemerintah
Menteri Sosial (Mensos), Khofifah Indar Parawangsa, 1 Juni lalu menutup 22 komplek lokalisasi secara simbolis di Kaltim. Kementerian Sosial mencatat setidaknya terdapat 1.515 PSK yang tersebar di seluruh kota dan kabupaten yang ada di Kaltim.
“Kami melakukan penutupan simbolis lokalisasi Samarinda,” papar Khofifah dalam acara yang dipusatkan di tempat prostitusi Bayur Samarinda.
Menurut dia, jumlah PSK di Kaltim terbesar kedua setelah Jawa Barat yang menempati peringkat pertama. Pertumbuhan ekonomi Kaltim berjalan seiring makin menggejalanya berbagai permasalahan sosial kota besar, khususnya pelacuran, katanya.
“Kami menyiapkan dana Rp5 juta per PSK sebagai bekal pelatihan keterampilan. Semoga mereka bisa menjalani kehidupan lebih baik di masa mendatang,” ujar Khofifah.
Dia meminta pemerintah daerah memastikan agar 22 lokalisasi di Kaltim ini benar-benar tidak menjalankan lagi aktivitasnya. Pemerintah pusat, jelasnya, berkomitmen menutup seluruh lokalisasi di Indonesia dalam rangka memerangi kemiskinan dan penyakit sosial masyarakat.
“Akhir tahun ini, targetnya semua lokalisasi Indonesia tutup semua,” ujarnya.
Kepala Biro Humas Pemprov Kaltim, Tri Murti, mengaku sudah membentuk tim terpadu sehubungan penutupan seluruh lokalisasi setempat. Tim ini akan melakukan pendataan seluruh PSK untuk pelaksanaan program pelatihan berikut pengawasan penutupannya di lapangan.
“Kami mendata ulang jumlahnya di lapangan yang nanti dilaporkan Kementerian Sosial. Jangan sampai nanti sudah tutup namun kemudian beroperasi kembali,” katanya saat dikonfirmasi BeritaBenar.
Pemprov Kaltim menargetkan penutupan tempat-tempat pelacuran selesai akhir Juni nanti. Setiap PSK akan memperoleh pembekalan keterampilan memasak, kecantikan hingga menjahit dari Kementerian Sosial.
“Kementerian Sosial mengalokasikan anggaran program sedangkan kami memberi biaya transportasi pemulangan mereka ke daerah asal,” tutur Tri Murti.